CHAPTER 16 - Three Pairs of Black Feathers

24 2 0
                                    

          Sebuah ruangan yang luas terlihat seakan-akan sebuah ruang bawah tanah, tanpa jendela, ataupun celah cahaya sedikitpun. Ruangan itu hanya bercahayakan lilin dan lentera yang membuat ruangan berbatu-bata itu terlihat kekuningan. Dinding bata kemerahan, ornamen logam keperakan, dan meja-kursi yang terbuat dari perunggu membuat ruangan itu terlihat kuno, seperti berasal dari masa lalu.

Di dalam ruangan itu terdapat tujuh pintu besi dengan lubang berjeruji yang ukurannya kurang lebih hanya 30 x 30 sentimeter terletak tepat di tengah pintu. Pintu-pintu itu terdapat di sisi kiri dan kanan dari ruangan luas itu, empat di sebelah kanan dan tiga di sebelah kiri. Pintu-pintu itu adalah pintu masuk dari tujuh ruangan sempit yang ukurannya tidak lebih dari 3 x 3 meter. Tujuh ruangan itu dipersiapkan untuk memenjarakan ketujuh Buah. Memang, para Buah seharusnya berjumlah delapan orang. Namun, entah apa yang dipikirkan sang Seraphim Tinggi bersayap hitam, sehingga ia hanya membangun tujuh ruangan. Di depan tiap pintu terdapat dua malaikat bersayap hitam berjaga dengan pedang, tombak, dan cakar yang panjang.

Seperti fungsinya, para buah terkurung dalam kondisi tak sadarkan diri di dalam ruangan-ruangan itu. Setiap ruangan terisi dengan masing-masing satu orang Buah. Pada ruangan-ruangan yang lain, Kei, Chres, Eirene, Fides, Modestia, Clara, dan Makrothumia dirantai dengan kuat di kedua tangan dan kaki mereka.

Di tengah ruangan itu, seorang Malaikat bersayap hitam dengan pakaian seperti pendeta, yang tingkatannya di atas malaikat bersayap hitam lainnya, namun masih di bawah sang Seraphim Tinggi bersayap hitam, sedang memegang sebuah gulungan yang telah sobek setengah. Gulungan itu tidak lain adalah gulungan yang disobek dari gulungan milik Seraphim bersayap putih. Ia meletakkan gulungan itu di atas sebuah meja yang tinggi dan ramping, yang tingginya mencapai dada Malaikat bersayap hitam itu. Ia membuka gulungan itu dan membaca tulisan yang tercatat tepat di tengah-tengahnya. Kata-kata yang diucapkannya itu adalah bahasa Celestian yang hanya dimengerti oleh para Seraphim dan para Malaikat.

***


          Semuanya terlihat remang-remang, dengan pencahayaan yang sangat minim. Ketika Seraphim bersayap putih itu membuka matanya, dia terkejut dan meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari belenggu rantai yang terikat dengan kuat di kedua tangan dan kakinya, yang membuatnya tergeletak tak berdaya di sudut ruangan, di bawah jendela yang ditembusi cahaya bulan. Mengetahui dirinya tidak akan lepas dengan mudah, Seraphim bersayap putih itu berhenti dan berusaha menangkap gambaran sekitarnya yang sangat remang, bahkan hampir gelap menyeluruh.

Di ujung matanya, di sisi lain ruangan itu, dia melihat cahaya kuning, sebuah lilin yang diletakkan di atas meja yang terlihat seperti sebuah meja kerja, menyinari dengan sangat remang. Cahaya lilin itu menciptakan siluet yang berdiri tidak jauh dari lilin itu.

Seraphim bersayap putih itu tidak mampu melihat sosok siluet itu dengan jelas. Namun, rambut panjangnya yang diikat ke belakang benar-benar mirip dengan Seraphim Tinggi yang bersayap hitam itu.

"Kau pasti terkejut setelah membaca gulungan itu," kata Seraphim Tinggi bersayap hitam itu kepada Seraphim bersayap putih sambil berjalan mendekatinya.

Ketika jarak mereka sudah mulai dekat, barulah Seraphim bersayap putih itu bisa melihat wajah lawan bicaranya itu. Wajahnya sedikit tampak jelas ketika disinari cahaya bulan yang agak remang itu.

Ketika melihat wajah Seraphim Tinggi bersayap hitam itu, Seraphim bersayap putih tiba-tiba teringat apa yang terjadi sebelum ia pingsan. Ia teringat semuanya.

"Lepaskan para Buah!!!" Katanya dengan tegas, dengan suaranya yang belum mampu untuk berteriak.
"Lepaskan aku!!!" Lanjutnya.

Namun, Seraphim Tinggi bersayap hitam itu hanya memandangnya dengan tatapan rendahnya yang tajam.

The Fruit of Seirei [COMPLETED]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang