Part 1

2.4K 221 82
                                    

Boby duduk di sofa ruang tengah sambil mengompres mata kirinya yang bengkak. Sedangkan Shania, duduk di sofa yang lain, menatapnya penuh sesal. Setiap kali Boby meringis, ia pun ikut mengeryit seakan-akan ia merasakan sakit yang sama.

Sial memang, salah satu benda yang Shania lemparkan tidak berhasil ditepis oleh Boby dan berhasil mendarat dengan kasar di mata kirinya. Dan benda itu adalah sebuah asbak rokok.

"Sakit banget, ya?" Tanya Shania retorik.

"Ya menurut mbak aja, gimana?” jawab Boby sedikit ketus.

Shania meringis, "Maaf, tadi gue beneran panik."

"Iya, gak papa."

"Coba lo gak muncul tiba-tiba kayak tadi. Gue mungkin gak bakalan panik dan ngelempar, lo." Shania menyilangkan tangan di depan dada.

Perempuan memang selalu benar, batin Boby.

"Iya, saya minta maaf."

"Tapi lo beneran gak ngapa-ngapain gue, kan? Beneran cuma gantiin baju gue, kan?" Shania kembali bersuara setelah diam beberapa saat.

Boby menatap Shania jengah, entah sudah berapa kali perempuan itu menanyakan hal yang sama kepadanya. "Mbak sendiri ngerasa ada yang salah gak sama tubuh Mbak?"

Shania menggeleng.

"Saya rasa itu sudah cukup menjelaskan kalau saya gak ngapa-ngapain mbak."

Shania mengangguk, ia menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. Namun beberapa detik kemudian ia kembali menegakkan duduknya.

"Tapi, tetep aja lo buka baju gue. Itu berarti lo udah liat tubuh gue." Kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri saat berujar disertai tatapan curiga yang begitu kentara.

Boby memutar bola matanya, "Saya buka baju mbaknya dengan niat mau ganti baju mbak yang penuh muntahan. Saya gak mungkin ngebiarin mbak tidur pake baju itu dan mengotori kasur saya. Lagian saya masih punya rasa keprimanusiaan." Jelasnya.

"Tetep aja. Gue cewek, lo cowok. Lagian siapa tau aja lo foto gue trus lo sebarin ke temen-temen lo. Bisa aja, iyakan." Ujar Shania masih sangsi.

Karena malas berdebat dan yakin jika ia terus membantah maka urusannya akan panjang, Boby meletakkan ponselnya di meja, "Password-nya 8 enam kali. Silahkan cek sendiri kalau gak percaya."

Shania segera meraih ponsel Boby, “Dari tadi, kek.” Tangannya mulai membuka kuncinya dan memeriksa galeri dan log di dalam ponsel itu. Beberapa menit kemudian ia akhirnya bisa bernafas lega karena tidak menemukan apa pun yang mencurigakan.

Boby sendiri sudah meninggalkan ruang tamu, ia memilih mencuci piring selagi Shania memeriksa ponselnya.

“Gue gak nemu apa-apa.” Ujar Shania sambil menatap punggung Boby. Karena ruang tamu dan dapur Boby hanya dipisahkan oleh meja bar.

“Saya kan udah bilang. Mbaknya aja yang gak mau percaya.”

“Iya, maaf." Shania memainkan ponsel Boby yang masih digenggamnya, “Gue boleh nanya, gak?”

Boby meletakkan piring terakhir di tempatnya, ia mengambil lap dan mengeringkan tangannya. “Boleh, apa?”

“Gue tau, ini gak sopan. Tapi daritadi gue penasaran.” Shania menggantung kalimatnya, ia menatap Boby yang berjalan mendekatinya.

“Kalau tau itu gak sopan, ya, gak usah ditanyain.”

“Tapi lo udah bilang boleh, tadi.” Shania menaikkan alisnya.

“Yaudah, apa?”

“Gue penasaran, sebenarnya umur lo berapa?”

Boby diam, ia menatap Shania geli. “Pertanyaannya yang sangat penting.”

HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang