Part 7

1.6K 206 59
                                    

Boby menghentikan mobil Shania di depan halaman rumahnya, kepalanya bersandar di setir mobil. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya sepanjang jalan dari apartemen Shania. Berulang kali ia menanyakan pada dirinya sendiri, apakah yang ia lakukan adalah hal yang tepat? Sudah siapkah ia menjalin hubungan dengan perempuan lagi setelah sekian lama?

Ia menghela napas dengan sangat kasar, mengambil ponselnya di atas dashboard dan menelpon Kinan.

"Yo, ada apa?"

"Lo sibuk gak? Gue perlu bicara sama lo."

"Gue lagi jaga."

"Yaudah, gue ke rumah sakit sekarang."

Boby memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Kinan. Ia melempar ponselnya kembali ke dashboard dan memutar balik mobil Shania untuk segera ke rumah sakit.

Sedangkan di rumah sakit, Kinan mengerutkan keningnya sambil menatap ponselnya yang layarnya sudah kembali hitam.

Setengah jam kemudian Boby sudah duduk di taman rumah sakit sendirian, ia sudah mengabari Kinan beberapa menit yang lalu bahwa dirinya sudah tiba.

"Ada hal penting apa sampai lu bela-belain ke rumah sakit tengah malam gini?" Tanya Kinan begitu duduk di samping Boby.

"Gue habis ngajak Shania pacaran."

Hening, tiba-tiba Kinan merasa waktu berhenti untuk sejenak. Mungkin sebagian besar orang menganggap apa yang baru saja dikatakan Boby adalah hal yang biasa, tapi bagi Kinan, itu adalah yang luar biasa.

"Hah, gue gak salah denger?" Tanyanya setelah berhasil menguasai diri.

"Enggak, gue habis ngajak Shania pacaran."

"Wow," Kinan terkesimah. "Dia mau gak?"

"Dia gak jawab apa-apa, tapi dia nyium gue."

Dahi Kinan berkerut. "Trus masalahnya apa?"

"Lu tau betul masalahnya apa, Nan."

"Bob,-"

"Gue baru mikirin semuanya setelah ngeliat Shania turun dari mobil dan melambai sambil tersenyum ke arah gue. Gue ngerasa senyum itu akan tergantikan sama tangisan karna gue. Gue harusnya gak nembak dia, Nan." Boby menghela napas,

"Gue gak pantes buat ngerasain suka ke Shania, bahkan ke perempuan mana pun. Karena gue akan nyakitin mereka seperti apa yang udah gue lakuin."

Kinan menatap Boby yang duduk di sampingnya, yang sejak ia datang belum pernah mengangkat kepalanya untuk sekedar menoleh kepadanya.

"Bob, sampai kapan lu akan tanam sugesti itu di kepala lu?"

"Seumur hidup mungkin." Boby mengangkat bahunya acuh.

Kinan berdecak, "Diantara semua sifat lo yang menyebalkan, ini yang paling gue gak suka. Lu selalu meng-underestimate diri lu sendiri kalau soal beginian. Gue lebih suka lu yang sesumbar kalau lu adalah playboy nomer satu se-sekolahan daripada kayak gini."

Boby tidak menggubris ucapan Kinan, ia memilih mengeluarkan rokok dari dalam saku jaketnya dan menghisap batangan yang mengandung nikotin itu dalam-dalam.

"Trus lu sekarang mau apa? Mutusin Shania? Tapi gimana lu mau mutusin dia kalau dia aja gak pernah bilang dia nerima lo." Sungut Kinan. "Udahlah, jalanin aja dulu. Lagian, dari puluhan cewek yang gue kenalin ke lu, baru kali ini ada yang lu ajak pacaran. Dulu mah, boro-boro diajak pacaran. Minta nomernya aja kagak."

"Karena ucapan lu tentang kebetulan itu juga, kampret!"

"Oh, iya. Berarti lu ketemu secara gak sengaja lagi sama dia untuk keempat kalinya, dong? Dimana?" Tanya Kinan penasaran.

HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang