Part 2

2.1K 243 87
                                    

"Ci Shania!"

Shania tidak bisa tidak tersenyum begitu melihat gadis yang menghampirinya. Tanpa aba-aba gadis itu memeluk tubuhnya.

"Aku kangen sama Cici."

Shania tertawa. "Aku juga kangen. Kamu kemana aja baru keliatan?"

Gadis itu melepas pelukannya, "Sibuk kuliah aku tuh, Ci."

"Trus tumben mampir ke sini?"

"Mau makan siang bareng Mama Papa. Cici ikut, yuk!" Ajak gadis itu.

"Ya gak bisa, Ge. Cici masih harus visite." Tolak Shania halus.

"Yah." Gadis bernama Gracia itu cemberut. "Sayang banget. Padahal Abang bakalan ikut."

Alis Shania terangkat.

Tiba-tiba Gracia terkekeh. "Aku belum nyerah buat jodohin Cici sama Abang."

Shania menggeleng, gadis itu memang beberapa kali mengatakan akan menjodohkannya dengan sang kakak yang wujudnya saja Shania belum tahu.

"Jangan mulai lagi, Ge." Ujarnya.

"Ih, Cici harus liat Abang aku dulu baru nolak. Aku yakin Cici gak bakalan nyesel kok."

"Udah." Shania menghentikan Gracia berbicara. "Aku sekarang sibuk. Kamu ke dokter Riana sana. Pasti udah ditungguin."

Gracia berdecak. "Ah, Cici mah gak asik. Awas aja kalau Cici sampe naksir Abang aku kalau ketemu."

"Iya, Ge. iya."

"Yaudah, aku ke Mama Dulu. Dadah, Cici cantik." Ge mengecup pipi Shania lalu pergi.

Shania tersenyum sembari menggeleng kecil melihat kelakuan anak gadis direktur rumah sakit itu.

***

Shania baru saja menyelesaikan kunjungannya kepada pasien terakhirnya saat ponselnya bergetar. Tertera nama Kinan di layarnya, tanpa membuang-buang waktu ia menggeser ikon hijau.

"CITO! ada dua pasien yang baru masuk di UGD."

Tut

Shania mendengus, ia bahkan belum mengucapkan apapun tapi Kinan sudah mengakhiri panggilannya. Ia berbicara pada suster yang mendampinginya sebentar lalu pamit.

"Simpen di ruangan saya. Saya harus ke UGD."

"Iya, dok."

"Makasih." Ia tersenyum kecil, menepuk pundak suster itu dan berlalu tergesa-gesa.

Ia disambut oleh salah satu suster yang langsung menjelaskan kondisi pasien kepadanya. "Di bangsal ujung. Pasien tertusuk di bahu kanan."

Ia menyibak gorden yang tertutup, alisnya otomatis terangkat melihat pemandangan di depannya. Ia pikir pasien yang akan ia tangani dalam kondisi yang cukup parah, mengingat bagaimana Kinan langsung menelponnya dan cara suster menjelaskan keadaan kepadanya. Tapi yang ia lihat sekarang justru punggung seorang lelaki yang duduk di atas bangsal. Jika saja ia tidak melihat baju yang dikenakan lelaki itu penuh darah, ia pasti berpikir sedang ditipu.

HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang