Part 14

1.5K 196 46
                                    

I'm back with another "gaje" part.

Happy reading

***

Boby menarik sekotak coklat dari rak, membaca merknya sekali lagi untuk memastikan bahwa itu benar-benar coklat yang dipesan Shania sebelum memasukkannya ke dalam keranjang. Hari ini ia akan kembali mampir ke tempat Shania, dan sepertinya sudah menjadi kebiasaan Shania untuk menyuruhnya membeli beberapa barang di supermarket yang berada di lantai bawah gedung apartemennya.

"Bob."

Boby yang sedang memilih mencari puding menghentikan gerakan tangannya, ia menoleh dan merasa sedikit kaget ketika tahu yang menyapanya adalah Ve.

"Eh, hai Ve." Balasnya canggung.

"Bisa ngobrol sebentar?"

Boby hanya mengangguk, ia mengikuti langkah Ve yang berjalan lebih dulu ke kasir.

Di sinilah mereka berada, di cafeshop yang berada di depan gedung apartemen. Di depan mereka sudah terhidang dua gelas minuman yang belum tersentuh. Ve yang tadi mengajak Boby mengobrol bahkan belum mengeluarkan sepatah kata pun.

Tapi Boby bukan orang bodoh, pekerjaannya membuatnya bisa mengerti ada apa dibalik raut wajah seseorang. Dan dari raut wajah Ve saja ia sudah mengerti apa yang akan dikatakan perempuan itu kepadanya.

Boby memperbaiki duduknya, ia berdehem sebelum memutuskan untuk bertanya. "Jadi ada apa Ve?"

"Kamu pacaran sama Shania dan kamu masih nanya ada apa?" Tanya Ve tidak percaya.

"Apa yang salah dengan aku pacarin Shania?"

"Ya jelas salah." Ve berusaha keras untuk tidak menaikkan volume suaranya, ia menatap Boby nyalang. "Shania sahabat aku dan kamu itu adalah laki-laki paling brengsek yang pernah aku tau. Lalu kamu pikir aku masih ngerasa baik-baik saja setelah tau kalau kalian pacaran?"

"Aku gak akan membela diri karena aku memang brengsek."

"Nah, itu kamu tau."

"Tapi aku gak bisa lepasin Shania gitu aja."

Ve melengos lalu bersedekap. "Kinan bilang kamu masih nyari dia sampai sekarang."

Untuk pertama kalinya Boby menatap kedua bola mata Ve.

"Kamu nyari dia untuk apa, untuk meminta maaf? Kamu pikir dengan minta maaf semuanya akan selesai, sungguh naif sekali." Ve tersenyum sinis.

"Kalau dia meminta kamu untuk bertanggung jawab gimana? Terus Shania gimana, kamu akan ninggalin dia. Kamu harus pikirin Shania juga."

Ve menyeruput latte-nya. "Tinggalin Shania dan aku akan kasih alamat dia ke kamu."

Usai mengucapkan kalimat itu Ve bangkit pergi.

***

Boby menghempaskan diri di sofa, ia menatap lurus ke pintu masuk rumahnya yang sudah tertutup rapat. Ia tidak jadi ke tempat Shania, setelah Ve meninggalkannya ia hanya berdiam diri di tempat sebelum akhirnya ia pergi dari sana, bahkan tanpa membawa belanjaan yang sudah ia beli.

Tanpa sadar ia menggenggam kunci motornya hingga buku-buku jarinya memutih. Detik berikutnya ia melemparkan kunci itu dengan kasar ke atas meja.

Bayang-bayang kesalahan yang ia lakukan 10 tahun lalu kembali berputar nyata di kepalanya.

"Lu brengsek, Bob." Ia menggumamkan kalimat itu berulang kali sembari mencengkram rambutnya dengan kedua tangan.

Drrrrtttt drrrrttt

HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang