TS - 2

154 6 0
                                    

Kakinya terasa dingin, kepalanya tertunduk lemas, matanya berkunang-kunang. Laki-laki itu bisa mati perlahan karena kekurangan darah. Sudah hampir satu jam Natalie meninggalkannya, oh, tidak, mungkin dua jam, tiga jam, entahlah, bahkan ia tak tahu jam berapa sekarang. Tidak ada penunjuk waktu sama sekali. Seingatnya, ia masih memakai jam tangan tapi sekarang tiba-tiba hilang dari lengannya.

"Igoy Supra."

Laki-laki itu mencoba mendongakan kepala, matanya samar-samar melihat perempuan yang masuk ke dalam ruangan. Ia tak bisa memastikan siapa itu tapi suaranya terdengar seperti suara Natalie. Perempuan itu semakin mendekat. Ya, itu Natalie, terlihat wajah cantiknya sebelum semua pandangannya menjadi gelap.

***

"Apa kau baik-baik saja ?" suara itu terdengar lembut di telinganya. Ia mengenal suara itu dan dengan cepat membuka matanya dengan lebar. Ia menoleh ke sumber suara dan tercengang. Natalie duduk disampingnya dengan wajah cemas.

Ia berpenampilan berbeda dari yang sebelumnya. Rambutnya dicepol rapi ke belakang, kemeja putih panjang, rompi formal coklat dan celana slim fit berwarna senada membalutnya dengan elegan. Juga riasan wajah yang natural membuatnya terlihat cantik.

"Kau memang benar-benar gila, Nat! Kau bertanya apa aku baik-baik saja setelah kau menusuk tanganku layaknya binatang hah! Aw sshh.. " bentak Igoy, tubuhnya reflek terbangun dari posisi berbaring namun kepalanya terasa sangat sakit.

Dengan sigap Natalie mencegahnya, tangannya menahan tubuh Igoy supaya tidak beranjak. Ia memposisikan tubuhnya untuk kembali berbaring. Tangannya menggenggam bahu laki-laki itu, "Bukan aku yang membuatmu seperti ini. Semua adalah ulah Anna."

Igoy menjauhkan bahunya, ia menatap kedua tangannya yang dibalut perban, "Aku tak butuh penjelasanmu. Jauhkan tanganmu dan biarkan aku keluar dari sini!"

"Igoy, izinkan aku untuk mengobati lukamu sampai kau pulih." Sorot matanya melembut dan bibirnya menyunggikan senyum tulus.

Igoy mengernyit, "Kau yang melukai, kau juga yang mengobati. Aku tak habis pikir, apa sebenarnya tujuanmu, Nat ?"

Natalie menghela nafas, "Sudah kubilang, Igoy. Bukan aku yang melukaimu. Masa kau tidak bisa membedakan mana aku, mana Anna."

Apa maksudnya ? Apa Natalie punya kembaran ? Penampilan dan pembawaanya memang berbeda. Tapi, eh, tunggu! Luka di hidungnya masih sama saat aku menyundul wajahnya! Bahkan masih ada bekas darah di sela-sela kukunya! batin Igoy.

"Lalu kemana dia ?" pancing Igoy.

"Entahlah." jawab Natalie singkat. Tangannya sibuk menyiapkan suntikan dan tabung kecil berisi cairan. Tabung itu dikocok sedikit, kemudian jarum suntik ditusukkan ke dalamnya. Perlahan cairan bening dari tabung kecil itu berpindah ke tabung penyuntik saat tuasnya ditarik.

Igoy hanya diam. Pikirannya masih kalut tentang apa yang sedang terjadi padanya. Pandangannya tertuju ke selang infus transfusi darah yang menancap di sikut bagian dalamnya.

"Memangnya kau tau jenis darahku ?" tanya Igoy, matanya melirik ke kantong darah yang terhubung dengan selang infus.

Natalie mengikuti arah lirikan Igoy lalu menatap wajahnya dengan lembut, "Apa yang tidak kutau tentangmu , Igoy. I know everything."

"You know nothing." jawab Igoy dengan datar. Matanya memperhatikan ke sekeliling. Ia berada di ruangan yang berbeda. Ruangannya sangat luas. Sebuah kamar yang hangat dan nyaman dengan kasur berukuran besar. Bahkan tubuhnya bisa merasakan betapa empuknya kasur yang ia tiduri.

Wallpaper coklat bercorak emas melapisi seluruh dindingnya. Perabotnya berkelas, terlihat dari ukiran-ukiran detail di bahu kasur dan di pintu lemari pakaian. Bahkan standing lamp di kedua sisi tempat tidur pun terlihat mahal dengan tiang yang terbuat dari kristal. Nuansa Eropa modern sangat kental di ruangan ini. Tapi tetap saja terasa pengap karena lagi-lagi tanpa jendela. Apa semua ruangan di tempat ini memang sengaja di desain tanpa jendela ? Ah, pikiran Igoy saat ini hanya tentang bagaimana ia keluar dari tempat mengerikan itu.

"Aku mengenalmu lebih dari kau mengenal dirimu sendiri." kata Natalie membuyarkan lamunannya. Tangannya bergerak ingin menyuntik bahu Igoy.

Igoy menjauhkan tubuhnya, "Apa itu ?"

Natalie tersenyum, "Tenanglah, ini hanya painkiller. Ini akan membantumu beristirahat."

Entah kenapa Igoy mempercayainya. Perlakuan Natalie saat ini mengingatkannya saat mereka pertama kali bertemu. Senyum dan sorot matanya, adalah Natalie yang Igoy kenal. Bukan seperti ketika ia memperlakukannya dengan sadis. Ia memperhatikan perempuan itu.

Natalie mencabut jarum suntik dari bahu Igoy. Mata mereka kemudian bertemu, mata yang sangat Natalie rindukan. Ia tersenyum. Tangannya mengusap pipi laki-laki itu, mendekatkan kepalanya dan mengecup bibir Igoy.

Seandainya kau tau. Aku masih sangat mencintaimu, batin Natalie saat bibirnya masih menyatu dengan bibir Igoy. Perempuan itu melepas kecupannya. Kepalanya beringsut menjauh. Mereka saling adu pandang sampai tak lama kemudian Igoy memejamkan matanya, nafasnya juga teratur, ia terlelap.

Drrtt.. Drrtt..

Ponsel di sakunya bergetar, terlihat nama "X" di display screen. Pertanda panggilan telepon penting bagi Natalie.

"Ya?"

"...."

"Jangan sampai ada jejak. Perlakukan dia dengan baik. Hembusan nafasnya masih kubutuhkan." Natalie dengan cepat menutup telepon itu dan memasukannya kembali ke dalam saku.

Perempuan berdarah Indonesia – Belgia itu berdiri tegap di sisi tempat tidur. Kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celana. Ia mengamati wajah Igoy, mendenguskan nafas kemudian tersenyum miring. Ia berjalan ke arah pintu, menutupnya perlahan dan menguncinya dari luar.

.

.

Tbc.  Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar dan jangan lupa klik tombol vote berbentuk bintang di pojok kanan atas, ya! . Hatur nuhun ( terima kasih ) ! :)

TWO SIDESWhere stories live. Discover now