TS - 5

69 3 0
                                    

Dua orang yang tak saling mengenal itu terkurung dalam satu ruangan polos yang dindingnya dibiarkan tidak di cat. Tidak ada kursi, tidak ada jendela, lampu di langit-langit juga tidak terlalu terang. Mereka tenggelam dalam lamunannya masing-masing, memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Angelo Dante, laki-laki berusia 25 tahun, pengusaha muda di bidang furniture dan properti yang berdarah Italia. Perawakannya khas Italia dengan tubuh tinggi, mata coklat hazel dan rambut coklat bergradasi hitam. Selain menjadi pengusaha, ia juga seorang traveler, di sela-sela kesibukannya ia sering berkunjung ke beberapa negara, Indonesia adalah negara favoritnya. Negara tempat Natalie berasal. Ia bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu dalam sekali kunjungannya ke Indonesia. Ia tinggal secara nomaden dan tak suka menetap di satu tempat dalam jangka waktu lama.

Hela Sladinanowsvka, ia lebih muda 2 tahun dari Natalie. Perempuan Rusia yang masih memiliki darah Indonesia dari kakeknya. Ia memberanikan diri untuk merantau sebagai pelampiasan rasa sakit hatinya kepada mantan kekasihnya. Ia bekerja sebagai banker dan menyewa apartment yang terletak tak jauh dari kantornya.

Angelo berjalan mondar mandir di depan Hela, tangannya berkacak pinggang, wajahnya nampak gusar.

"Rggh! Apa yang harus kita lakukan ?!" teriaknya yang entah pada siapa. Hela memalingkan wajahnya, pasca dikejar serigala, perempuan itu masih shock dan belum bisa berpikir jernih. Mendengar dengkuran Angelo saat tidur saja membuatnya membuatnya bergidik karena teringat dengan geraman serigala.

"Hei, kenapa diam saja ? Bantu aku berpikir." kata Angelo kepada Hela.

Hela bangkit dari posisi duduknya, ia berjalan menghampiri Angelo, "Kau ini berisik sekali. Tak bisakah berpikir dengan tenang hah?"

Angelo menghela nafas, "Bagaimana aku bisa tenang jika seandainya aku yang jadi korban selanjutnya ?"

Hela mengernyit, "Korban katamu ?"

"Iya, kita akan menjadi korban selanjutnya. Hela, kenapa kau masih belum juga paham. Kita ini layaknya hewan ternak, diberi makan hanya untuk disembelih!" jawab Angelo meninggikan suaranya.

"Apa yang sebenarnya kau ketahui tentang semua ini, Angelo ?" tanya Hela dengan cepat.

Deg!

Angelo tercenung, ia merasa sudah salah bicara yang membuat Hela curiga dengannya , "Aku tak ada bedanya denganmu, Hela."

"Mengakulah! Apa yang kau ketahui dari tempat ini ?!" bentak Hela, ia mendorong tubuh Angelo sampai mundur beberapa langkah.

Angelo menatapnya tajam, tidak suka tubuhnya didorong seperti itu, "Seharusnya kubiarkan saja kau dimakan serigala. Kau cerewet dan tak bisa membantu apa-apa."

Hela meneguk salivanya dan melangkah mundur saat Angelo berjalan ke arahnya dengan ekspresi menyeramkan, "A.. Aku hanya bertanya, aku merasa kau tau akan tempat ini."

"Sudah kubilang, Hela. Aku. Sama. Sepertimu." ucap Angelo kali ini membuat bulu kuduk Hela merinding karena tatapannya yang menohok.

Hela menganggukan kepalanya dan tidak berani menatap wajah Angelo. Tiba-tiba lampu mati, mereka berdua kaget dan tidak bisa melihat apapun. Untungnya tidak lama kemudian lampu kembali menyala tetapi terdapat gulungan kertas yang diikat dengan pita hitam di pojok ruangan yang tak tau muncul darimana.

Kertas itu bisa saja dijatuhkkan dari langit-langit ruangan yang terbuka secara otomatis dan tanpa menimbulkan suara, begitu prasangka Hela setelah melirik langit-langit yang membentuk ruas kotak-kotak.

Hela dan Angelo sama-sama mengernyit, mereka paham bahwa kertas itu adalah kertas petunjuk seperti apa yang pernah diceritakan Angelo. Laki-laki berhidung mancung itu melangkah dan mengambil gulungan kertas itu, Hela menyusulnya. Mereka melepas pita hitam dan membuka gulungannya.

TWO SIDESWhere stories live. Discover now