Pertemuan Dua Hati

2.7K 214 1
                                    


"Nduk, ibu sudah menjahitkan gamis ini untuk kamu pakai besok, menemui keluarga Nak Dika."

Ibu memberikan sebuah gamis warna putih dengan hiasan payet di bagian perut bawah dan di keliling ujung gamis. Serta sebuah hijab warna senada. Sederhana tapi cantik sekali menurutku. Aku sangat menyukainya. Apalagi ini buatan tangan ibu tersayang.

"Makasih banyak ya, Bu."

Kupeluk erat tubuh wanita terhebatku ini. Wanita yang selalu sabar dan penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya.
Yah! Besok keluarga Mas Dika akan datang untuk mengkhitbahku secara resmi. Rasanya deg-degan sekali membayangkan pertemuan dua keluarga itu. Belum juga akad nikah, sudah seperti ini rasanya. Apalagi kalau akad? Iishh ....

Kucoba mengesampingkan perasaan yang tak biasa ini. Aku harus membantu Ibu dan budhe di dapur membuat kue untuk hidangan besok.

Belum sempat beranjak dari kasur, ada suara dari ponselku.

"Ting"

Kuraih benda pipih persegi panjang itu dari atas nakas. Sebuah pesan WA dari Mas Dika.

'Nania, jangan lupa nanti tidur awal ya.'

Aku tertawa membacanya. Ini masih siang sudah mengingatkan untuk tidur. Lucu sekali sih Mas Dika ini.

'Masih siang, Mas. Belum waktunya tidur. Masih banyak yang harus disiapkan untuk acara besok.'

'Aku hanya gak mau kamu besok kelihatan sayu. Seperti mata panda yang kejedot pintu'

Hahaaa ... bisa bercanda juga ternyata.

'Oke. Siap laksanakan!' pungkasku.

Lalu kuturunkan kaki hendak keluar kamar, ponsel berbunyi lagi.

'Nania, kalau kita nikah, kamu mau minta mahar apa?'

Hah! Mahar? Belum kepikiran lah ....

'Besok kan, kita mau lamaran. Bukan akad nikah, Mas. Kenapa tanya mahar?'

'Ya, siap-siap dari sekarang, Nan. Kalau kamu mintanya mahar pesawat, kan, aku mikir-mikir juga mau ngelamar kamu'

Wkwkwkkkk ... aku terguling-guling di atas kasur. Perut sampai sakit membaca pesan Mas Dika. Parah ternyata bercandanya. Ikut audisi pelawak saja Mas ... Mas ....

'Kalau bener gimana, donk? Yaahh ... padahal aku sudah ngidam pingin punya pesawat buat pergi ke Mekkah' emotion melas.

'Pesawat telepon saja, ya? Langsung TUNAI!' emotion senyum melet 3x.

Wkwkwkkk ... kembali terpingkal-pingkal.
Ya Allah ... kenapa juga aku meladeni orang kurang kerjaan ini? Tapi bener, baru kali ini aku bisa tertawa lepas dengan candaanya. Biasanya mah datar-datar saja orang ini.

'Mas Dika sudah, ah, bercandanya. Perutku sampai sakit karena tertawa terus'

'Kalau gitu jawab dong?' tanyanya lagi.

'Aku gak minta mahar aneh-aneh kok, Mas. Tenang saja' emotion senyum manis.

'Apa itu?' kejarnya.

'Terserah Mas Dika' balasku enteng.

'Apa????'

Duuhhh ... maksa banget, sih. Jujur, aku belum memikirkan apa-apa tentang mahar. Toh paling nikahnya masih lama. Besok kan masih lamaran saja.

'Minta mahar apa, Nania Saputri???'

Kejarnya lagi, karena aku tidak segera membalas pesannya.

Sepengetahuanku, sebaik-baiknya mahar adalah yang paling mudah.

Jomblo Sampai Halal (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang