Pertemuan Dua Hati (2)

2.7K 192 0
                                    

POV Dika

"Jadi gimana Nania? Apa kau mau menjadi istriku?"

Kembali kutegaskan kalimat itu. Kalimat yang menjadi langkah awalku untuk berjalan selaras bersamanya. Terlihat dia memilin ujung jilbabnya dan perasaan gugup yang kentara. Perasaanku tak jauh beda dengannya. Akupun gugup setengah mati menunggu jawabannya.

Kuberanikan menatapnya sambil hati berdo'a agar kata "iya" terlontar dari bibirnya. Beberapa saat kemudian, dia mengangukkan kepala dua kali dalam kondisi masih tertunduk.

'It's mean, yes?' tanya batinku menegaskan.

Alhamdulillaaahhh.... Rasanya plong sesak di dada selama beberapa minggu ini. Serasa beban yang kupikul di pundak sejak kupinta dia kepada orangtuanya, hilang, terhempas entah kemana. Tak dapat kusembunyikan senyum lebar untuk mengekspresikan kegembiraanku. Dia mau menikah denganku! Ya Allah, terimakasih... Aku sangat bahagia...

"Alhamdulillah... Akhirnya anak ibu akan menikah juga!" tiba-tiba suara ibu memecahkan keheningan. Ibu yang sejak tadi mendengarkan percakapan kami, berdiri bersandar di dinding belakang Nania, berjalan mendekati kami dan duduk di sampingku.

"Ibu mendengar semuanya?" tanya Nania tersipu.

"Ibu hanya ingin tahu bagaimana anak ibu ini melamar calon istrinya. Dika ini tidak pernah punya pacar, Nduk. Karena itu kami sempat mau menjodohkannya dengan Zahra. Tapi ternyata, mereka tidak berjodoh. Insya allah kamulah jodohnya yang diharapkan Dika selama ini."

Penjelasan ibu, membuatnya tersentak. Mungkin dia tak menyangka kalau aku tak pernah memiliki pacar selama ini. Yah! Aku memang memiliki prinsip sama sepertinya, 'jomblo sampai halal'.

Bagiku pacaran hanya membuang-buang waktu, tenaga, pikiran dan biaya tentunya. Sebagai lelaki normal, tentu aku pernah merasakan debaran-debaran aneh pada lawan jenis. Tak kupungkiri itu pernah terjadi padaku. Tapi aku berusaha mengenyahkannya, dengan fokus ke pendidikan atau bekerja, serta mendekatkan diri pada sang pencipta. Aku yakin suatu saat akan ada sinyal cinta dari-Nya jika jodohku sudah dekat. Dan ketika bertemu Nania, entah kenapa aku merasakan sinyal cinta itu datang. Karena itulah kuberanikan diri untuk menjemput hatinya.

"Terimakasih Nania. Aku akan segera membawa keluargaku untuk mengkhitbahmu secara resmi!" Aku tersenyum lebar menatapnya. Rasanya sudah tak sabar menunggu hari itu.

***

Dua hari berikutnya, bersama ayah, kudatangi rumah orangtua Nania. Tujuan kami adalah membicarakan kelanjutan lamaranku yang sudah diterima oleh Nania. Ternyata Nania juga sudah memberitahu orangtuanya bahwa dia menerima lamaranku.

Kuutarakan niatku untuk langsung melakukan akad nikah pada hari pertemuan dua keluarga. Kusampaikan alasanku, slah satunya agar kami terhindar dari fitnah dan zina hati. Karena khitbah atau lamaran bukan berarti menghalalkan yang haram. Tidak ada pembenaran setelah lamaran, sepasang tunangan bisa melakukan apa saja seperti pasangan yang sudah halal melalui akad nikah.

Alhamdulillah orangtua Nania merestui niatku. Kuminta bantuan bapak Nania untuk mengurus administrasi di KUA. Karena aku masih belum boleh menyetir sendiri untuk bolak balik Gresik-Kediri.
Hari itu juga langsung kami ke RT-RW setempat, lalu ke kelurahan meminta surat pengantar. Selanjutnya melaju ke KUA setempat untuk mendaftarkan pengajuan nikah. Bersyukur ada sepupu Nania yang bekerja sebagai staff di KUA tersebut, jadi permohonanku bisa diprioritaskan, tanpa menunggu lama. Alhamdulillah dokumen kami lengkap. Tinggal pertanyaan mahar, aku janjikan akan kusampaikan pada sepupu Nania segera setelah kutanya pada Nania, nanti.

Untuk proses selanjutnya, tidak harus mewajibkan kehadiranku, jadi cukup perwakilan calon mertuaku saja. Aku juga meminta semua ini dirahasiakan dari Nania. Aku ingin memberinya kejutan di hari kami bertemu nanti.

Jomblo Sampai Halal (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang