NEURASTENIA ABNORMAL

84 4 2
                                    

Denyut nadi tiba tiba terhenti, saat degup kabar mu terdengar memekakan hati. Merusak gendang telinga, merobek labirin hati yang tengah mencari cinta.
Kenangan berkumpul mengitari kepala, menyemai duka, menggores segala rasa, menghidupkan kembali luka lama, dalam bebunyian sangkakala, bahkan jantung berdetak tanpa irama, silih berganti menyerukan namamu diatas panggung kenang tanpa diorama.
Yang, tentangmu, aku belum mampu melupakan sepenuhnya, (space)
Seperti ampas kopi, yang lupa bahwa air telah menenggelam kan nya.
Pekat dalam pahit, pembuluh arteri ku kau buat seluruh nya terbelit.
Rumit,
Terlalu sulit, meredam rindu yang menjerit.
Binar matamu kala itu masih terpatri dalam imaji, tatkala senyum mu datang menghampiri, seolah menawarkan sebuah kursi pada relung hati. Tanpa pernah diajarkan cara berbagi. Diam diam, membunuhku mati,  tertikam janji, nadi ku kembali terhenti.
Sekelam mendung, segelap malam,
Mengingat nama mu, menghunuskan pedang paling tajam,
merobek luka semakin dalam, memenjarakan rasa !! dalam alunan jeruji kehilangan  yang amat kelam. Bagai pualam,
Penuh keterpaksaan, hati dipaksa menerima semua sakit yang memaksa
Menelan segala rasa, memudarkan segala asa bersimbah noda.
Hujan pun tak mampu membasuh isak dan tawa yang berjalan bergandengan, sejalan dengan waktu yang sedang mempermainkan ku dibatas pelataran.
Kau sengaja memintaku datang, kau suguhkan pisau tertajam dibalik secarik  undangan, kau sayat epidermis, menabur luka secara sporadis,   merecah diafragma diantara rongga dada dan lajur vena yang terpecah
Kekejaman Asmara tak bertuan, menelantarkan hati yang hilang tanpa peraduan. Terlelap dalam sakit proses melupakan, Seolah cinta tak pernah diturunkan ke dunia.
Kini, aku sedang menikmati luka dipelupuk mata, tempat kau membubuhkan namaku dengan coretan tinta, tanpa pernah ada berbalasnya rasa,
tercabik dalam laju detik, kuputuskan menyumbat  seluruh saraf somatik, agar luka tak menyeruak, penuh riak, pada selaput rasa yang saat ini sedang kau koyak.
Kenangan terhapus pinangan.
Kisah kita di persimpangan, lenyap tergusur kenyataan,
Bagaimana aku mampu melupakan ? Jika aku tetap menjadikanmu secercah bayangan,
Bagaimana aku mampu melupakan ?
Jika janji yang kau hilangkan, masih melekat pada dinding perasaan.
Bagaimana kau mampu, melupakanku yang selalu lupa tentang cara melupakan rasa yang sejatinya harus kulupakan.
Tak sadarkah ?
Hati ku masih saja mengeja nama mu dalam kebisingan, membanting waktu sepanjang jalan, tak pernah merela atas sebuah kepergian.
Kau, tak pernah menjadi sosok yang kusalahkan,
karena, Mencintaimu, adalah sebuah kesalahan yang selama ini kuanggap salah dalam menitipkan rasa tak bersalah.
Aku tau,
Aku tau, bukan aku yang selama ini kau inginkan,
bukan aku yang menjadi bayangmu di masa depan,
Bukan aku yang kau harapkan,
Bukan aku yang selalu kau impikan,
Bukan dia !! yang kau jadikan pelarian,
Tapi aku !! , AKU !!
Yang kau jadikan pelampiasan, dari seluruh bait kesepian, yang kini telah kau tinggalkan.
Pada sang harap yang masih ingin memelukmu erat, kau tancapkan luka dengan kuat, mengakar hebat, pada deretan kenang yang telah kau buat.
Pergilah dengan nya, aku rela kau berbahagia dengan nya,
yang aku tak rela, adalah tentangku, yang tak pernah kau titipkan satu tetes cinta.
Hancur perasaan,
Dikecewakan oleh keadaan,
untukmu yang kini menyisakan penderitaan.
Kata maaf selalu ku bariskan pada setiap detik yang berjalan, tak perlu banyak penjelasan,
Tak perlu  banyak pertanyaan, tak perlu ada jawaban,
bahwa, untukmu
aku tidak pernah mengenal makna "melupakan"
-FN ( Serdadu Pejuang Rasa ) , Bandung

Serdadu Pejuang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang