Disepanjang setapak bulan timur
Pendar tipis jejakmu membias direruntuhan gugus barat
Menguap ditengah tumpukan kata yang berkarat
Beriringan kedipan matamu yang melebur kedalam kicauan merpati sebagai induk kalimat
Disaksikan megahnya ngarai tandus
Senyumanmu jatuh disana
Menjadi awal transisi musim yang kudus
Dikawal sekumpulan kepak kupu-kupu,
Rintihan gerimis nan syahdu
Dan alunan bola mata yang tatapnya merayu
Puing puing lembah disekitarnya pun menjadi saksi bisu
Tersinari cahaya redup
Membuka paksa segala pintu yang pernah kututup
Enggan terhunus,
didalamnya,
sekuntum mawar perlahan layu
Disepanjang jalan menuju pulang
Aroma tanah basah masih berlalu lalang
Menjemput sebagian yang hilang
Dengan ragu yang menyusupi kalimat imperatif secara berulang
Masih dilangit yang sama
Merpati tetap setia mengeja satu nama
Berusaha menjumpai malam yang serupa
Beserta lembaran naskahku yang berhamburan diangkasa
Masih dengan isi yang sama
Pengakuan atas indahnya tiap lapisan mata
Bagai dewi aphrodite yang dikultuskan para manusia
Kau menjelma bintang paling terang diatas sana
Yang dikagumi setiap pasang mata
Dan aku, adalah salah satunya.
-Serdadu Pejuang Rasa, Bandung 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Serdadu Pejuang Rasa
RomansaRentetan aksara ditengah perjuangan dalam menghidupkan rasa