SIRKULASI ASIMETRIS

165 1 0
                                    

Pekat aroma kopi, menawarkan kemegahan sunyi didalam kedai ini.

Deretan bangku kosong tak berisi,

Nyanyian angin yang mengitari,

Dering ponsel yang terbungkam sepi,

Hingga lantunan tangis terkeras hati.

Bertamu tak henti-henti.


Bahkan

Tubuh enggan beranjak,

Terjebak pada letupan kenang yang bergejolak,

Dalam penerimaan atas tertolaknya rasa, yang harus diterima dengan sepenuh penuhnya rasa.


Disitulah aku,

Terselimuti analgesia,

Hatiku terus menyerukan luka yang kau benamkan dengan sengaja,

menagih sayatan yang tak pernah kau kenalkan dengan etika,

Merangkum,

Memangkas,

Mengemas duka, untuk kemudian kuledakan pada tiap tiap persimpangan aorta,


Seperih inikah asmara ?

Seindah inikah lukanya ?

Seramah inikah kerusakan yang ditimbulkannya ?


Bagai hujan melahap api,

Kabarmu, merusak seluruh rasa secara sistematis,

mengoyak harap yang kusembunyikan dibalik epidermis, yang kemudian kau robek dan kikis secara asimetris

Dengan sisa nafasku yang berujung miris.

Dan kau,

Tetap menjadi hal utama dipenghujung tangis.


Seperih inikah asmara ?

Seindah inikah lukanya ?

Seramah inikah kerusakan yang ditimbulkannya ?


Lalu

Kulayangkan harap pada kepulan asap yang mengangkasa, berupaya menyusuri senyumanmu yang tersisa pada deretan pesan lama, yang kubaca berulang- ulang, sebelum semuanya menghilang.

Tersapu kesedihan yang berlalu lalang,

Terbilas kecewa, yang jatuh sempurna dipelataran kenang.


Namamu, masih kurajut dalam benang doa,

 dengan harap,

suatu saat kau akan kembali dan mengenakannya.

Dihatimu, rasa yang tulus telah kutitipkan,

Lalu kau kembalikan dengan berantakan,

Berserakan

Dalam secarik kertas undangan, dengan namaku yang telah kau tuliskan.


Esok, semesta telah menyuguhkan sebuah pelaminan, seperti yang telah kalian rencanakan.

Penuh kemewahan,

Gaunmu sangat indah saat kau kenakan.


Untuk hadir dalam upacara suci yang kau impikan,

Maaf,

Aku tak bisa,

Aku masih sibuk berkencan dengan khayalan yang telah kau sisipkan pada ingatan.


Berbahagialah untukmu yang selalu menjadi yang utama diperasaan.

Biarkan aku, sejenak berdamai dengan kehilangan,

Salam dariku,

Pria yang gagal duduk bersamamu dipelaminan.


-Serdadu Pejuang Rasa, Bandung 2019

Serdadu Pejuang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang