A Bad Hair Day

49 5 0
                                    

Tanpa perlu basa-basi aku bergegas meninggalkan ruangan dan menuju kediaman Milly. Dari kejauhan tampak begitu banyak orang berkerumun ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku menerobos masuk mencari keberadaan Andi. Sebenarnya apa yang terjadi? bagaimana Milly bisa terbunuh? semua pertanyaan berkecamuk di dalam kepalaku.

Aku berhasil membelah kerumunan di depan, segera kututup rapat mulut ini, kaget. Terlihat tubuh ringkih Milly dengan kedua tangan bersedekap diatas perutnya. Wajahnya pucat, matanya terpejam begitu erat. Kulihat yang lain juga menatap Milly sendu, tak tahu harus melakukan apa.

Berjongkok, perlahan ku usap rambut Milly. Baru saja kemarin sore kami berbincang singkat memecah ke cemasannya tentang aku dan masalah halloween beberapa hari yang lalu. Entah mengapa aku merasa sedikit bersalah karena sempat membuat kami sedikit beradu mulut.

"sudah Lian, biarkan Milly istirahat dengan tenang"

Itu suara Andi, menepuk pelan bahuku dengan sedikit membungkuk menghadap jasad Milly. Sedikit tidak terima akhirnya akupun mengakhiri acara-mari mengenang teman baik kita-dengan helaaan napas panjang. Menatap sendu wajah ayu Milly yang telah terpejam cukup pucat.

'kalopsia'

Hari berganti, Lian mau tidak mau harus memasuki bangunan lima lantai dengan gontai, enggan untuk mengikuti kelas linguistik yang sangat membosankan oleh Pak Darsono, dosen sastra yang nyentrik dengan rambut setengah botaknya. Langkahnya terhenti saat berada tepat di depan pintu kelas. Terdengar riuh suara teman-temannya yang entah membahas apa. Setelah mengumpulkan niat di atas ubun ubun, Lian akhirnya menyentuh kenop pintu dan membukanya perlahan.

Hening, semua atensi tertuju padanya. Namun hal itu tidak berlangsung lama karena Lian hanya bersikap masa bodoh dan enggan bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Hei, menurutmu jika Milly meninggal seperti itu, apakah itu wajar?"

"Maksudmu?"

"Milly bukanlah anak yang sakit-sakitan, ia juga tidak punya riwayat penyakit yang serius. Apa mungkin baginya meninggal secara mendadak seperti itu?"

"Benar juga, ku dengar kemarin orang yang terakhir ditemui Milly adalah Gia"

"Gia? Bukankah mereka sudah lama tidak berteman lagi? Maksudku, sudah tidak sedekat dulu"

"Aku kemarin sempat bertanya pada pak satpam kos yang ditempati Milly, ia bilang kemarin sore Gia datang kesana"

"Astaga, tidak ku sangka Gia sebenci itu kepada Milly"

"Apa yang telah Gia lakukan pada Milly? Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi"

Terdengar obrolan teman sekelasnya yang memperdebatkan perihal kematian Milly yang di duga terlalu cepat, atau bahkan sangat tidak wajar. Lian? Ia masih cukup kaget dengan berita kematian Milly kemarin, bahkan ia berspekulasi kematian Milly hanyalah ilusinya saja, namun nihil. Milly benar-benar sudah tidak ada diantara mereka, Milly sudah pergi menjauh disana.

"Lian, bagaimana pendapatmu?"

Diam. Lian masih cukup berduka akan kepergian Milly dan tidak lagi sanggup menjawab cercaan pertanyaan yang teman-temannya lontarkan kepadanya. Lian sendiri tidak tahu penyebab kematian Milly. Bagaimana bisa Milly meninggal, Kenapa bisa Milly meninggal setelah kedatangan Gia, Otak Lian masih belum sampai untuk mencerna rentetan keajadian itu.

Seketika orang yang di bicarakan datang. Gia, memakai setelan serba hitam pertanda ia yang paling kehilangan -Milly. Tidak ada satupun suara menyambut kedatangannya. Gadis itu diam tak bergeming, menatap malas teman-temannya kemudian terduduk di bangku paling belakang. Teman-teman sekelas Gia? Mereka terdiam dan saling melempar pandang, tidak jarang ada yang menatap Gia dengan sinis. Gia yang tak tau apa-apa pun merasa bingung. Tanpa mengindahkan pandangan teman-teman, Gia memilih berdiri, keluar kelas dengan dalih mencari udara segar. Langkahnya terhenti ketika tiba-tiba ada yang menepuk bahu nya dan berkata "Aku tidak percaya kau akan melakukan ini Gi, Bahkan kamu sampai gelap mata dan tega membunuh Milly?"

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang