See Saw

34 5 3
                                    

Dhika

'Ting!'

Denting ponsel yang nyaring memecah keheningan, membuyarkan lamunanku akan kejadian-kejadian lalu yang tampak mustahil jika terjadi di masa sekarang. Muncul pop up balasan pesan dari Kisa yang kurang lebihnya ia mengiyakan ajakanku untuk bertemu dengannya siang ini, di sebuah cafe seberang kampus.

Ku kunci layar ponselku kemudian tersenyum simpul. Baiklah, masih ada waktu satu sampai dua jam lagi akan kedatangan Kisa. Aku tidak boleh memaksanya untuk berpihak padaku, tapi sebisa mungkin aku harus bisa membuatnya bepikir bahwa sudah waktunya untuk berubah. Tunggu, jangan salah paham dulu. Aku tidak berniat mengencani Kisa, tentu saja. Kami hanya akan membahas seseorang yang mungkin adalah kunci dari semua misteri selama ini.

Bicara tentang Lian, aku benar-benar kagum dengan sosoknya. Bagaimana bisa dia melakukan semua kejadian-kejadian mematikan seperti itu dengan bersih? Maksudku, Sepandai-pandai tupai melompat, ia akan jatuh juga kan?

Aku masih ingat pertama kali melihat Lian di event Halloween beberapa minggu lalu. Kesan pertamanya sungguh ramah dan ceria. Ia mudah berbaur dengan lingkungan baru dan sedikit... Aneh?

Oke, jangan sudutkan aku dulu. Aku punya alasan tersendiri mengapa menyebut gadis sebaik Lian dengan sebutan aneh. Pertama, kejadian di lift saat malam Halloween petang itu. Sejujurnya, di awal aku menganggapnya itu hal biasa saja. Yah, sebut saja kesalahan teknis, karena mungkin ia terlalu gugup berada lama di lantai atas sana dan ingin sesegera mungkin turun, jadilah ia terburu-buru memencet tombol yang salah. Tapi, setelah di pikir-pikir sikapnya lebih dari sekadar tenang waktu di dalam lift. Ia bersikap seolah malam yang dingin itu bukan apa-apa baginya, dan dengan nyali di atas ubun-ubun miliknya itu, dipencetnya lah angka empat pada tombol yang tertera di lift.

Oke, kalian mungkin mulai bertanya, bagaimana aku bisa tahu Lian memencet angka empat? Sedang ia sendiri sudah berdalih tidak melakukannya, dan hasil rekam cctv yang ku tunjukkan juga tidak menampakkan dengan jelas angka mana yang Lian pencet? Posisi tubuhnya yang seolah-olah memblokade sorot pandang kamera cctv membuktikan semua. Jika pada kebanyakan orang akan menekan tombol dari tempat dimana ia terakhir berpijak maka lain lagi dengan lian. Seolah memblokade celah rekam cctv, ia mengepung tombol lift tersebut dan memencetnya acak. Jika kamu akan memakan waktu sekitar 1 detik untuk memencet tombol, maka Lian membutuhkan waktu sedikit lebih lama. Aneh bukan?

Pahit langsung menggerayangi Indra pengecap saat ku sesap penuh rasa kopi pekat dengan uap mengepul. Mendecak penuh minat menatap hilir-mudik mobil yang senang tiasa mengeluarkan bunyi ekstra saat macet menghadang. Kalau dipikir-pikir ternyata menunggu itu tidak enak ya.

'Kalopsia'

Hari sudah makin siang, beberapa orang sudah mulai memasuki cafe untuk makan siang atau hanya sekadar membeli minuman segar bernama soda. Ku lirik arloji yang terkait manis di pergelangan tanganku. Sudah jam satu lewat ternyata, dimana sebenarnya Kisa berada?

'Tring!'

Denting pintu yang terbuka tiba-tiba menarik atensiku. Disana, berdiri seorang gadis dengan rambut sebahu tengah sibuk menyapu bersih pandangannya pada seisi cafe.

"Kisa!"

Pekikan ku membawa hasil, gadis yang ku panggil namanya itu langsung merespon dan berjalan mendekat. Dengan tangan penuh dengan barang ia duduk di depanku. Sedikit memberinya senyuman ringan sebelum kami mengobrol.

"Kak Dhika? Udah nunggu lama ya? maaf tadi Pak Darsono panggil aku sebentar soalnya" ujar Kisa canggung.

"Haha, gapapa, santai aja. Oh iya, kamu sudah makan?" balasku dengan teramat sangat santai sambil menyeruput lagi sisa kopi yang sedikit lagi kandas.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang