The Swash-blucker

71 15 0
                                    

Lamunanku buyar sedetik setelah tepukan pelan Kisa pada bahu kananku. Sedikit tersentak lantaran kaget, aku menatap mereka bingung. Ares memberi isyarat untuk pergi dengan berdiri dan memasukan beberapa makanan ringan pada sisi jaket kulit kumalnya. Di sambung dengan Milly yang ikut berdiri dan Kisa yang masih menatap ku seolah menunggu reaksi.

"Loh? Udahan? " Celetukan ku membuat mereka mengerutkan kening bingung, yang makin merunyamkan pikiranku tentu saja.

Sebentar, bukannya kita barusan duduk di kantin dan menikmati makanan masing-masing? Perasaanku, kami baru menghabisakan waktu beberapa menit saja dari dua jam waktu istirahat kami hari ini.

"Jangan bercanda Lian. Kita sudah di sini selama satu setengah jam dan kamu menanyakan hal seperti itu? "

Aku melihat Milly menghela napas kasar dengan Ares yang tersenyum kecil.

Loh? Berarti aku menghabiskan waktu hampir sejam hanya untuk mengkhayal sesuatu yang tidak mungkin? Astaga Lian.

"Ayo! Kamu mau tunggu apa lagi Lian?! " Milly menyentak dengan tatapan lelah yang dibuat berlebihan. Okay, harusnya aku paham kalau Milly sedang merebut atensi Ares terhadapku, ya kalau aku sih masa bodoh.

Dia —Milly berjalan mendahului Ares dan Kisa yang masih setia menungguiku menghabiskan setengah gelas susu cokelat dengan langkah dipercepat dan terkesan menghentak. Entahlah, terkadang mood gadis itu sulit ditebak.

Kami berjalan kembali menuju lantai empat, tempat di mana kelas akan segera dimulai. Masih dihantui rasa penasaran dan sedikit rasa trauma tersendiri, aku diapit oleh kedua orang teman yang sangat baik ini memasuki lift. Entah mengapa perasaanku sedikit tidak enak untuk sementara.

'kalopsia'

Kelas terdengar sangat ricuh saat langkah kaki kami menginjak lantai marmer lorong kelas fakultas sastra. Entah pendengaran ku yang sangat tajam atau memang mereka —teman sekelasku— memang sedang berteriak heboh?

Aku dapat melihat dari jendela depan kelas —yang bagian bawahnya setara dengan pundakku—siluet seseorang wanita sedang berdiri di antara puluhan orang di depannya. Terlihat sedang berorasi, atau semacamnya?

Pertanyaan itu keluar dari bibir Kisa di samping Ares yang sedang berusaha membuka kenop pintu agar kami bisa masuk dan mengerti apa yang sedang mereka obrolkan sebenarnya. sekadar informasi, seluruh ruang kelas kami memang sedikit kedap suara. Ingat, sedikit.

kenop pintu berhasil dibuka lalu pintu didorong kedalam oleh Ares, membuat pintu terbuka dengan lebar dan semua atensi makhluk didalam sana menoleh pada kami. Tatapan mata mereka seolah-olah kamilah penjahat sebenarnya dan harus disidang saat itu juga. Membuatku bingung dan kaget disaat yang bersamaan. Oh ayolah, apakah telat masuk kelas hanya karena menghabiskan susu cokelat merupakan tindak kejahatan?

"Milly? "

"Bukankah itu Milly? "

"Nah! Akhirnya kamu datang juga Ares" itu teriakan girang Milly yang sedang berdiri tegak di depan kelas.

Sedetik kemudian ku lirik Ares dengan wajah bingung. Tak berbeda denganku, wajah Ares sama bingungnya. Bahkan dia sampai menganga sangking bingungnya.

"Apakah yang dikatan Milly itu benar, Res? "

"Aku yakin Ares hanya mengada-ada. Tidak mungkin hal itu terjadi! "

"Ares, katakan sesuatu!"

"Apa kau ada dendam tersendiri karena tahun ini tidak terpilih menjadi ketua panita Hallowen?" Dan masih banyak pertanyaan serta pernyataan yang saling bersaut-sautan didalam sana. Membuat kami tertahan oleh sesuatu yang tak nyata. Dahiku makin mengeryit heran, sedikit tidak menangkap apa yang sedang mereka omongkan. Aku menoleh pada Kisa, dan gadis itu terlihat sama bingungnya dengan tatapan tajam yang ditujukan pada Milly. Ku dengar hembusan napas kasar Ares dengan gengaman tangan pada kenop pintu yang sedikit mengendor.

"Apakah sudah ku peringatkan untuk tidak memikirkan hal yang tidak mungkin, Milly?

Satu pernyataan Ares yang mampu membuat semua orang mengalihkan pandangan mereka kepada Milly tidak suka.

"Berhentilah untuk mengatakan sebelum membuktikannya sendiri"

Lanjutnya, bersamaan dengan tertutupnya pintu di depan kami dan seringai kecil yang tidak sengaja ku tangkap dari wajah tenang Ares.



Bersambung ke chapter berikutnya

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang