Blood Will Out

30 6 2
                                    

Dhika

Sial!

Semuanya terjadi begitu cepat, tanpa adanya aba-aba. Kisa, Lian, dan mobil yang masing-masing mereka kendarai sangatlah diluar dugaanku. Butuh sepersekian detik bagiku untuk menyadari bahwa aku sudah terlambat. Terlambat menyelamatkan Kisa dan terlambat untuk sekadar menghentikan Lian. Dengan begitu, aku telah mengingkari janjiku pada Kisa waktu itu di kafe dekat kampus, dan aku benar-benar menyesal.

Maaf Kisa, maaf

Maaf untuk tidak menepati janjiku

"Kak, kalau nanti aku nggak bisa diselamatkan, gapapa kok. Mungkin emang sudah waktunya buat aku pergi dari dunia ini. Tapi, jangan berhenti ya kak. Tolong buat Lian sadar kalau perbuatannya selama ini salah. Oh ya, tolong kasih ini ke Lian kalau nanti emang aku benar-benar nggak ada ya kak"

Ucapan Kisa terus berdengung makin keras di kedua indra pendengarku. Tidak ingin semakin merasa bersalah, akupun segera menyalakan motorku menuju tempat lain.

Kampus.

'kalopsia'

Lian

"Lian?"

Hana, dengan penuh tangis mengguncangkan tubuhku yang sudah lemas tidak berdaya. Kepergian Kisa yang begitu tiba-tiba membuatku tidak percaya begitu saja. Dia baru saja satu mobil denganku, kita akan mengunjungi ayah dan adiknya yang berada tidak jauh dari pusat Kota Surabaya.

Bukan hanya Hana saja, yang lain sama terkejutnya saat mendengar kabar Kisa telah meninggal. Sulit dipercaya memang, akupun yang telah lama berteman dengannya masih menyangkal kebenaran bahwa ia meninggal, terlebih saat sedang bersamaku.

"Lian, bagaimana bisa Kisa bisa meninggal?" Tara menatap sendu wajahku, ada bulir air mata yang hendak jatuh dari pelupuk matanya.

Semuanya terdiam, menanti penjelasanku. Bagaimana ini? Aku terlalu takut mengatakan fakta Kisa memang meninggal saat bersamaku.

"Aku tadi mau ngajak Kisa ke rumahnya, mau jenguk ayah sama yoga, adiknya. Awalnya kita excited banget karena emang udah lama Kisa nggak ketemu ayah dan adiknya. Tapi.." Ucapanku terputus, tak sanggup menjelaskan lebih jauh lagi.

"Ada mobil hitam dengan kecepatan penuh melaju cepat dari arah berlawanan. Mobil itu menghantam kami, dan naasnya, jok tempat duduk Kisa remuk karena tabrakan itu. Kisa tidak sempat aku selamatkan disaat harusnya aku bisa menyelamatkan dia.. " Pungkasku sambil tak kuasa menahan isak yang makin lama terdengar kencang.

"Tapi, bagaimana bisa hanya jok Kisa yang hancur?" Dara, dengan rasa penasarannya menghantamku tepat karena pertanyaannya.

"Aku tidak tahu, Dara. Semuanya terjadi begitu cepat" Balasku dengan nada pelan.

"Aku ingin tahu kebenarannya, Lian. Aku juga sudah bertahun-tahun berteman dengan Kisa! Bagaimana bisa Kisa pergi meninggalkan kita begitu saja? Bagaimana? Pasti ada sesuatu yang salah!" Raung Dara tidak bisa mengontrol emosinya. Aku paham, dia pasti masih tidak percaya akan hal ini. Selain aku, Dara adalah satu-satunya teman dekat yang Kisa punya. Jadi, aku tahu bagaimana sedihnya Dara —Karena aku juga merasakan hal yang sama.

"Baiklah, akan kujelaskan padamu Dara. Tapi nanti, tidak sekarang, tidak di keramaian. Aku butuh ruang yang hanya ada kita berdua" Balasku tenang.

Diam, Dara hanya mengangguk samar sambil menutup matanya erat dan menghirup napas dengan serakah. Ini adalah hari berat baginya —karena telah kehilangan salah satu teman terbaiknya.

Maka, disinilah kami berada. Di sebuah rumah sederhana dengan taman kecil di depannya. Rumah Dara, rumah nyaman yang tidak pernah sepi akan bau bunga mawar di setiap sudut ruangan —Mama Dara yang meletakkannya agar rumah terlihat cantik.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang