"Aw!" pekikku setelah tertabrak seseorang saat sedang mengunggah foto di Instagram.
"Maaf-maaf. Mbak tidak apa-apa?" tanya laki-laki yang menabrakku.
Sepertinya aku mengenali suara pria itu, tapi di mana, ya? Dasar pelupa!
"Iya, gak pa-pa," jawabku sambil tersenyum.
Astaga dragon! Dokter Hendra? Pantas saja aku seperti tak asing dengan suaranya. Dia laki-laki yang melerai Bapak dan mantan bapak mertua waktu berkelahi di klinik beberapa waktu lalu. Kok bisa ketemu di sini, ya? Jangan-jangan rumahnya sekitar sini juga.
"Kamu yang keguguran waktu itu, kan?"
"I-iya, Dok."
Kok aku jadi gugup, ya. Ternyata Dokter Hendra lebih tampan kalau pakai pakaian kasual seperti ini. Celana pendek, kaus abu-abu polos, dan sepatu sneakers. Aw!
"Apa kabar? Sudah isi lagi belum?"
"Alhamdulillah baik. Saya sudah cerai, Dok." Tiba-tiba rasanya sakit, seperti ada palu Thor yang menyenggol hatiku.
"Maaf, saya tidak tahu."
Memang benar, perceraian menyisakan trauma berat untukku. Baru ada yang tanya perihal kehamilan saja, rasanya sudah sakit.
"Jangan panggil saya dokter, ya? Panggil saja Hendra."
Sebisa mungkin aku harus mengendalikan kesedihan. Jangan sampai kelihatan kalau ada beban berat yang belum lepas sepenuhnya. Rina kuat! Lagipula kalau Kinan tahu, bisa-bisa dia balas dendam sendirian sama nenek sihir.
"Kalau begitu Pak Hendra jangan formal juga. Tidak perlu pakai saya-saya segala." Aku nyengir, seperti anak bayi menampakkan gigi depannya yang baru tumbuh.
Dokter Hendra tampak menyunggingkan senyum. Ah, laki-laki itu begitu tampan dan baik, pasti beruntung sekali istrinya.
"Rin, ayo!" teriak Kinan dari depan stand aksesoris anak-anak.
"Saya pergi dulu, Pak," pamitku kemudian.
Tanpa sempat mendengar suara Dokter Hendra lagi, aku buru-buru berlari ke arah Kinan. Lanjut berkeliling pasar minggu yang sedikit lengang ini.
Jam tangan sudah menunjukkan pukul sebelas siang, pantas saja orang-orang mulai meninggalkan tempat ini. Banyak orang yang sudah menata barang-barang di dalam stand untuk dibawa pulang.
Aku dan Kinan berhenti di sebuah stand yang menjual aneka minuman. Haus juga setelah berkeliling lapangan seluas ini.
Aku memesan pop ice leci sedang Kinan lebih memilih jus jeruk. Tak lupa camilan jagung susu keju sebagai pelengkap.
"Kamu tadi bicara sama siapa sih, Rin?"
"Sama Dokter Hendra. Dia dokter yang kuretase aku waktu keguguran dulu. Ganteng, ya?"
"Entah."
Aku kira Kinan akan tertarik membicarakan Dokter Hendra, ternyata cuek bebek. Pop ice kusedot sampai setengah.
"Dokter Hendra itu siapa?" tanya Kinan mengagetkanku. Astaga! Gadis ini benar-benar lola. Baru saja kujelaskan, malah sekarang bertanya.
"Dia yang menangani kuretaseku pas keguguran kemarin. Gak sengaja tadi dia nabrak aku kayak di sinetron-sinetron picisan gitu."
"Jangan-jangan jodoh yakan," ucap Kinan cengengesan.
Jodoh? Rasanya tidak mungkin. Laki-laki itu begitu tampan, mapan dan pasti berasal dari keluarga kaya dengan bisnis di mana-mana. Sementara aku hanya anak juragan sapi, dari kampung, dan janda pula.