11. TUKANG GHIBAH SUDAH MENJAMUR

7.2K 297 29
                                    

Aku masih belum percaya kalau Mas Hendra dipanggil Papa sama bocah tadi. Kalau dia sudah duda tidak apa-apa, kalau masih beristri? Oh, no! Big no!

Mungkin perkiraanku salah juga. Kalau Mas Hendra masih beristri, tidak mungkin dia bikin status di sosial media seolah-olah sedang mendekati seseorang. Ya, kan Pembaca?

Sebodo amatlah! Lagi pula aku belum punya niatan untuk menjalin hubungan dengan siapa pun. Masa iddah saja belum selesai, masa mau punya pacar?

"Kos sebelah itu mau deketin dokter ganteng. Sok kecantikan banget, ya?"

Aku mendengar suara pergunjingan unfaedah yang menyesatkan rupanya. Di mana pun berada, orang-orang seperti itu kenapa selalu ada? Apakah mereka sudah menjamur di muka bumi ini?

"Dokter itu mana mau sama dia. Cantik kagak, jelek banget iya," celetuk salah seorang yang punya suara serak-serak basah.

Pasti mereka sedang mengghibah diriku ini, kurang kerjaan sekali.

"Hahaha. Jujur banget sih."

"Emang gitu kenyataannya. Kata Bu Kos, dia jendes bo!"

Oh, hanya karena aku janda, terus mereka bisa seenak jidat menggunjing, memfitnah dan menjelek-jelakkan aku? Lihat saja nanti, aku akan buat mereka menyesal! Nenek sihir aja makan cacing, apakah hewan yang pantas masuk mulut mereka?

Biarkan sajalah, itu urusan mereka sendiri. Dosa pun yang menanggung mereka. Aku harusnya lebih bersyukur, sebab dari pergunjingan itu, sedikit demi sedikit dosaku mungkin akan hilang.

***

"Selamat! Anda diterima kerja per tanggal satu. Jam kerja Senin-Jumat mulai pukul delapan pagi sampai empat sore, Sabtu jam delapan sampai satu siang. Untuk gaji sesuai UMR dan dibayarkan per tanggal satu."

Satu minggu menunggu panggilan kerja, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Alhamdulillah, aku diterima bekerja. Lumayan, masa pengangguran sudah terlewat. Waktunya memperbaiki masa depan.

Masih ada tiga hari sebelum masuk kerja. Artinya aku punya kesempatan untuk jalan-jalan menikmati kota yang terkenal dengan udang dan terasi ini. Wait! Tempat mana yang akan aku kunjungi? Ada rekomendasi, Pembaca?

***

Setelah mematut diri di depan cermin, aku bersiap pergi ke kantor HRD. Seharusnya hari ini aku jalan-jalan, menikmati masa-masa jadi pengangguran, sebelum hari Senin masuk kerja.

Pukul delapan pagi tadi, Pak Fatih menelepon. Mengabarkan kalau hari ini aku harus ke kantor HRD membawa ijazah asli sebagai jaminan selama training tiga bulan, dan tanda tangan surat perjanjian kontrak kerja.

Sebelum berangkat, aku mengucapkan mantra-mantra seperti Mbah Dukun di kampung. Semacam tolak bala supaya tidak ada mantra jaran goyang yang masuk dalam tubuh. Aku harus berjaga-jaga dari hal seperti ini, sebab diri ini merasa kalau dekat dengan Pak Fatih, rasanya tidak tenang.

Sebelum berangkat, aku memanasi mesin motor terlebih dahulu dengan cara menyiram bensin dan menyalakan korek api. Bercanda, Ding! Maksudku menstarter motor gitu.

Dari sebelah indekos, keluar seorang wanita berpakaian kaus seragam pabrik seperti Kinan. Wajah penuh pupur putih seperti tembok, serta gincu merah merona yang menurutku tidak cocok dengan jenis kulitnya.

Tatapan sinis langsung mengarah padaku. Mungkinkah dia wanita yang mengghibahku kemarin, setelah Mas Hendra pulang? Kalau iya, selamat! Anda gagal membuatku marah.

"Mbak, jadi perempuan jangan ganjen!" ucapnya sambil berlalu keluar pagar.

Bug!

Badan tambunnya tengkurap di tanah setelah satu tali sepatu terinjak kakinya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUMPAH SERAPAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang