Teman Hidup

61 7 0
                                    

Siang di kota Makassar membawa hujan yang lebat, membuatku harus berdiam bersama Bibi di rumah Kakek. Kita bahkan serumah sekarang, tapi sama sekali dia tidak buka suara denganku. Sampai kapan aku harus menunggunya ?

" maunya loh duluan yang bicara, kalau kalian sama-sama mempertahankan ego masing-masing masalah ini gak akan selesai, " sahut Bibi yang sedang mengutak-atik hpnya.

" Lu dengerin gue kan? Cewek tuh emang kayak gituh. Makin menjadi kalau kita biarin doang, " sahutnya lagi sambil tetap memandang hp.

" Weh Monyet! Lu ngomong sama game atau bicara ama gue sih ? " timpalku sembari melemparkannya bantalan.

Bibi tak menjawab pertanyaanku, malah keluar kamar dan melanjutkan gamenya. Benar juga katanya, aku harus menyelesaikan semuanya. Jika saling menghindar seperti ini itu tidak akan bisa berpengaruh dengannya.

" kita harus bicara, " ucapku sembari menarik pergelangan tangannya.

" gak! Gue gak mau lagi percaya! "

" Tapi kita gak bisa diam seperti ini, sampai kapan Ria? " tanyaku masih dengan menggenggam pergelangan tangannya.

Mata kami saling menatap, ku lihat tatapan dingin itu sekali lagi saat pertama kali ku temukan dirinya di ruang yang membawa kita membuat banyak drama sampai sekarang.

" Kamu yang seharusnya bertanya sama diri kamu! Sampai kapan mencari pelampiasan ? " tanyanya tak kalah meninggikan suara.

Aku hanya bisa mengunci bibirnya menggunakan tangan di kala dia ingin menumpahkan semua keluh kesahnya. Segera ku ambilkan jaket dan memakaikannya. Mengulurkan penutup jaket di kepalanya sembari mengusapnya lembut.

Tatapannya masih saja datar dan dingin, ku tahu perlakuan manis tidak akan membuatnya jadi temanku lagi maksudku Teman Hidup.

" kita harus bicara, " ucapku berbisik kepadanya. Dia melangkahkan kakinya membuka pintu dan menelusuri hujan lebat hanya menggunakan jaket yang telah ku pakaikan. Sedangkan aku mengikutinya di belakang dan memakaikannya payung.

' bawa aku kemanapun kamu mau, asalkan denganmu semua itu akan baik-baik saja'.

Ria terus saja berjalan hingga menemukan sebuah taman yang cukup memiliki banyak pohon rindang. Dia menatapku yang mematung di belakangnya.

" bicarakan semuanya di sini, dan janji gak akan ada kebohongan. " perintahnya.

Aku melepaskan payung dan membiarkanku basah bersama kaos polos hitam yang ku kenakan. Dia terlihat sedikit mendongak untuk melihat mataku erat, jarak kami cukup dekat dan hanya hujan yang berbicara.

" Sampai kapan kamu mau seperti ini? Semua sudah kulakukan untuk menarik perhatianmu tapi tidak juga itu membuatmu luluh. Bahkan pernyataan cintaku hanya kau tinggalkan bersama guyuran hujan setengah tahun lalu, " ujarku.

Aku meraih pergelangan tangannya dan mengarahkan kedua tangannya mengusap pipihku yang sudah kedinginan. Dia masih terdiam entah ikut menangis dengan hujan atau biasa saja.

" katakan aku harus bagaimana ? "

" Untuk apa mengejarku? Untuk apa menarik semua perhatianku? Semua yang kau lakukan bukan manarikku untuk menyukaimu, tapi membencimu...! " teriaknya dengan lirih.

Dia mencoba melepaskan tangannya dari genggamanku.

" Arga kamu sadar kita ini hanya apa, kita bukan siapa-siapa untuk harus merasakan cemburu. "

" tapi apakah semuanya tidak cukup dengan tindakan dan perkataanku? " tanyaku menyangkal.

" Karnamu ... aku tidak lagi percaya ucapan semua pria di dunia ini! "

Ria POV

Dia datang dan kembali meyakinkanku dengan perasaan yang sama, bahkan dia seolah baik-baik saja dengan semua perlakuan yang selama ini di lakukannya kepadaku.

'Aku diam bukan berarti aku masa bodoh, tapi aku sakit hati dan sudah kecewa. Bahkan ucapanku pun tidak akan bisa membuatmu setia hanya kepadaku.'

Ku hempaskan tanganku yang masih memegang wajahnya yang dingin, haruskah menerimanya sekali lagi?

" Ria, kamu juga gak tahu kan perjuangan ku kesini seperti apa? Memutuskan semua perasaanku dan hanya mencarimu. "

Aku tahu semuanya, tapi jika hatimu saja selalu kau permainkan bagaimana dengan diriku?

" Kamu pegang satu janji Ria, kita akan tetap bersama. Aku janji bakalan nikah sama kamu disaat kita selesai kuliah, " ujarnya yang masih berusaha meyakinkanku.

Sudah ku bilang untuk tidak mengatakan janji, pada dasarnya janjimu hadir untuk kau ingkari lagi bukan?

" Ria, kita jalanin semuanya bersama. Aku janji akan selalu berada di belakangmu dan menjagamu "

Apakah semua wanita yang sudah berpacaran denganmu kau berikan beribu janji ini?

" Hanya kamu yang buat aku harus berjuang dan merasakan sakit hati. Dan kamu nggak perlu lagi bertanya siapa yang ku cinta sekarang ini "

Dia seolah bisa membaca pikiranku, menebak ribuan macam pertanyaan yang tidak akan ada ujungnya.

Arga kembali meraih tanganku dan meletakannya di dada sebelah kanannya, dia memejamkan mata dan membuat senyuman yang selalu bisa membuatku terpatung.

" Ragaku akan terus bersama ragamu, dan jiwaku akan ikut bersatu bersama hembusan nafas mu," ucapnya kemudian mencium lama kedua tanganku yang di genggamnya.

" kamu maukan mencintaiku sekali lagi? "

pertanyaannya membuatku bimbang, setelah lima bulan aku menghindar dan aku kembali mendapatkan kesempatan ini.

" Arga ... Aku memegang semua janji yang telah kau buat, " ucapku mengeratkan tanganku yang di genggamnya.

Kurang lebih tiga detik kami hanya saling menatap membiarkan baju Arga basah sedangkan diriku aman di dalam jaket tebal miliknya.

Aku mengangguk yakin dan menerimanya.

Apa ini?

Aku menerimanya? Sungguh.

" Makasih karna kembali percaya padaku, " ucapnya yang lolos merobohkan dinding ragaku. Dia memelukku begitu lekat seperti tidak ingin aku menghilang lagi dari dunianya.

Dan pada akhirnya aku tetap menerimanya karna dialah yang mampu bertahan hingga detik ini.

-  -  -

Terima kasih buat readers yang sudah membaca, jangan lupa berikan vote seperti biasa.

Btw cerita ini masih dalam pertengahan konflik, antara Arga dan Ria. Bahkan makna dari judul ini juga belum terlihat. 🤣🤣🤣

Bersabar buat kalian yang masih kegantung yah.

KEMBALI HIDUP ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang