Pernah Hancur

48 3 0
                                    

Setelah melihat dua manusia aneh itu pergi, aku ikut menjauh dari keramaian bandara. Berjalan perlahan dengan tatapan kosong.

'Shuttt' kurasakan ada yang menarikku masuk ke dalam pelukan hangat. Aku tidak bisa melihat jelas wajahnya karna dia membungkam kepalaku dalam pelukannya.

" ih Arga, jangan gini lagi. Malu di lihatin orang. " rengekku.

Sudah ku pastikan itu Arga, setelah perkataanku barusan dia melonggarkan pelukannya hingga aku bisa menatap wajahnya.

" Arga? Siapa sih?  " tanya seseorang itu.

" Kok lu bisa ada disini? " tanyaku dengan begitu datar, saking terkejutnya aku hanya diam mematung di pelukannya.

" Jakarta lu tinggalin tanpa sepengetahuan gue, sebegitu lupanya sama gue yah? " tanyanya begitu serius menatapku.  Kami sama-sama diam, dia masih begitu nyaman memelukku.

Selang beberapa detik aku sadar kemudian melepaskan pelukannya. Kenapa bisa dia tahu aku di sini?

" gak mau kasih tahu nih Arga siapa? Gue pikir cowok yang deket sama loh itu cuman gue, tapi semenjak pindah universitas kuliah lu makin beda yah, " ujarnya kemudian tertawa renyah.

Ku tatap wajahnya mengarah ke tempat lain, senyumannya terlihat pahit juga tawanya.

" maaf. " lirihku menatap ujung sepatu.

" auhh. " keluhku ketika dia seketika menarik hidungku. Tanpa ku sadar dia telah tersenyum lagi.

" loh kok makin berubah sih? Sedikit lebih kayak cewek. "

" gak cocok yah? Harusnya dandan yang simple ajah. "

" gue suka loh apa adanya Ria, " ucapnya kemudian tanpa ku sadar dia mengecup pucuk kepalaku.

Mau tidak mau aku pulang bersamanya habis dari bandara, masih tidak mengerti kenapa Daffa bisa sampai ke tempat kelahiranku ini. Ya dia Daffa.

" club bar dekat sini ada gak yah? " tanyanya seolah mengajakku berbicara.  Aku hanya berdiam sementara dia membawa mobil entah milih siapa.

" Daf, gue gak mau lagi ke dunia gemerlap itu. Gue mau seutuhnya jadi wanita yang punya masa depan, " jujurku kepadanya. Aku menatap dia lirih, memang benar selera kita sama pada saat itu.  Bertemu dengannya saat masa pertama kuliah dengan sifat sok akrabnya berteman denganku. Kita tidak benar-benar dekat.

" Ria?  Are you okey? Haha sejak kapan gak suka minuman?  Sejak kenal Arga itu? " ucapnya seperti tak yakin atas pernyataanku.

" Lu yang kenalin gue dunia itu Daf, bahkan jadi juara balap juga loh yang ngajarin. Gue paham semua itu menyenangkan, tapi setelah rasain jatuh cinta gue rasa gak ada yang Indah dari dunia itu lagi. "

Daffa menepikan mobilnya, sepertinya ingin berbicara serius terhadap perkataanku. " C'mon Ria. Kasih gue yang spesial dari kota ini, gue ngunjungin loh masa loh gak ada terima kasihnya. "

Aku menatap ke arah lain, kenapa manusia ini bisa datang. Dia mengacaukan perubahan ku, aku tidak bisa lagi seperti ini. Andai saja aku ikut Arga, aku tidak akan lagi menginjak dunia yang pernah jadi pelampiasanku itu.

" nyesel gue ke Makassar, buang-buang uang tau gak. Gue juga rasa gak punya temen lagi, orang tua gue ajah cerai dan gak inget gue sama sekali. Hah ...  Lagian siapa yang mau temenan sama cowok brengsek kayak gue. " maki dirinya sendiri.

Lagi-lagi dia membahas soal hidupnya yang gemerlap, dulu kita adalah sama. Sama-sama manusia yang hancur karna cinta dan ikatan.

" kenapa gue gak mati ajah yah Ria? Gak guna hidup tanpa punya temen. Loh ajah udah ngejauhin gue, udah punya feeling sih kepindahan loh bakalan buat loh ngejauhin gue, " terangnya lebih lanjut.

Daffa tahu betul bahwa diriku tidak suka jika dia berbicara soal bunuh dirinya. Dia pernah nekat melakukannya sekali tepat di club malam.

Menjelang sore begini ke dunia itu kurasa tidak masalah. Hanya menemani Daffa saja, tidak bakalan larut malam.

- - -

Daffa dengan antusias memegang tanganku untuk masuk ke dalam, dia langsung menuju meja tempat minuman beralkohol itu berpajang banyak.

" dua gelas. " jarinya terangkat dua, dia mengedarkan pandangan dan tubuhnya bergerak mengikuti alur DJ yang berbunyi. Ingin sekali ku ubah manusia ini, dia juga bisa merasakan cinta. Tapi katanya ... " gue udah mati rasa, mana mungkin rasain cinta. Jangankan cinta, rasa sedih, kasihan ajah gue udah gak bisa rasain. "

" Ria! Hei. " serunya ketika aku sedang asik melamun. Dia memegang pundakku kemudian menyodorkan segelas minuman itu.

Saat ingin ku ambil dia kembali manjuhkan gelas itu, sempat ku tatap heran tapi kemudian " buka mulutnya, gue yang kasih minum. "

WHAT?
GILA!

Aku hanya menurutinya dengan membuka mulutku, sementara dia memegang pundakku dan menumpahkan minuman itu masuk ke dalam mulutku. Aku sedikit tersedak karna dia memajukan wajahku ke dekat leherku, ku tahu dia sedang kacau saat ini. Mungkin karna itulah dia mencariku.

" aku ke toilet bentar. "

Dengan cepat aku berusaha lari untuk memuntahkan minuman itu, lama tidak meminumnya yakin tidak yakin mungkin akan membuatku mabuk.

Setelah merasa cukup akhirnya aku kembali ke kursi tersebut. Dentuman musik mulai terasa, ku lihat jam di pergelangan tangan ternyata sudah setengah tujuh. Memang berkunjung ke dunia ini selalu membuatku lupa waktu.

Ku lihat Daffa barusaja meletakkan hpku, mungkin mengecek saja. Aku tidak peduli, hanya ingin segera keluar dari tempat ini.

" Loh ada masalah kan?  Ada apa? " tanyaku dengan begitu lembut, ku tahu dia akan berbicara. Namun tiba-tiba dia memelukku erat, sesegukan menangis dalam pelukanku. Aku hanya bisa mengusap rambutnya untuk menenangkannya.

Daffa sering menangis saat dia sedang hancur, tapi hanya kepadaku dia tunjukan. Perasaan untuk Daffa dan Arga sangat berbeda, dekat dengan Daffa tidak senyaman dekat dengan Arga. Padahal realita Arga yang selalu membuatku sakit hati.

" Gue nyoba sekali ajah Ria, gue takut bakalan kecanduan. Kenapa dunia gue sehancur ini? Cuman sama loh doang gue rasa semuanya baik-baik"

" nyoba apa? " tanyaku ambigu.

" obat-obatan terlarang, main sama bitch haha. " lagi-lagi dia tertawa renyah.

Segera ku peluk dia kembali, dia sahabat gue satu-satunya. Kita sama-sama hancur pada waktu yang sama saat kemarin hari datang. Mana mungkin rela melihatnya lebih buruk.

" loh harus janji sama gue buat gak injak tempat ini lagi, ini terakhir kalinya loh nginjek. Kalau lu gak mau denger mending gak usah temenan sama gue lagi. " tegasku, dia hanya mengangguk kecil dan mengeratkan pelukannya.




~ ~ ~

╮(╯▽╰)╭

Comeback gaessss...
Jangan lupa vote dan commentnya.
Hwhwhw.

KEMBALI HIDUP ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang