" Ria! "
' Brukk '
" bangun weh! Ampas nih anak. Rindu yah rindu ajah gak usah teriakin namanya. " celoteh Bibi.
Ternyata tadi itu hanya mimpi saja, terlihat seperti nyata. Tak ingin berlama-lama gue segera menarik Bibi keluar kamar.
" gue gak pengen Ria kayak gituh. " seruku dengan terus menarik lengan Bibi untuk turun ke bawah.
Perjalananku ke rumah Ria di sertai rasa was-was. Aku terlalu banyak membuang waktu, seharusnya aku tidak menyakiti perasaan Ria. ' gue gak pernah ngerti sama perasaan perempuan. ' seru batinku.
Rumahnya terlihat sunyi seperti biasa. Senja mulai terasa nampak, " Bi, parkir mobil. Gue ke dalam dulu, " ucapku.
Bibi mengangguk kemudian ku langkahkan kakiku menemui Ria, tapi tidak ada tanda-tanda dirinya.
" Ria. " ku coba teriak beberapa kali namun tidak ada jawaban. Segera ku langkahkan kaki menuju taman belakang, nampak silauan matahari yang akan terbenam membuat penglihatan silau.
" Ria. " panggilku sekali lagi sembari melangkah, ku mulai melihat gadis dengan rambut kepang satu saat pertama kali aku juga pernah mengepang rambutnya. Tampaknya dia terlihat sehat hanya saja sedikit pucat.
" Ria ngapain disini? " tanyaku berusaha basa-basi. Dia hanya tersenyum menggenggam tanganku duduk bersamanya.
" Arga. "
" hm? "
Aku menengok untuk menatap lekat matanya, dia menatap senja yang berada di hadapannya. Kami duduk di bawah pohon rindang ini.
" makasih sudah mencintaiku, berkatmu aku tahu seindah apa mencintai manusia, " ucapnya dengan perlahan meneteskan air mata.
Kejadian ini seperti pernah terjadi, tapi kapan? Aku seolah sudah tahu apa yang selanjutnya akan terjadi.
" mencintaimu bukan tugas Ria, mencintaimu adalah ketulusan hatiku. Jika itu tugas maka itu adalah beban yang harus aku kerjakan dan selesaikan, tapi tidak! Aku mencintaimu tanpa henti. "
Ria tertawa hambar mendengar perkataanku, mataharinya mulai terbenam dan suasananya dingin.
" Arga, kita sepasang kekasih yang egois yah. Marah dan diam tanpa ingin tahu apa yang terjadi, " ucapnya dengan tertawa seperti mengakui kami ini konyol.
Aku hanya terdiam merasakan tangannya mengusap lembut jemariku, beberapa menit tangan kananku meraba saku celana mengeluarkan cincin yang sempat ku beli untuknya.
" di pakai yah, " ujarku kemudian memasukkannya ke jemarinya.
Dia terlihat mengusap cincin itu, sepertinya sangat menyukainya. " cincin ini pantas buat orang yang akan hidup bersamamu Arga. Dulu itu mimpi kita, tapi sekarang tidak lagi. Berikan kepada Tari, dia yang lebih pantas. "
Apa?
Jadi semuanya telah usai?Dia mengeluarkan cincin itu lagi, " ku harap dengan adanya Tari kamu tidak lagi menyia-nyiakan perasaan perempuan. Percaya aku ada di hatimu.," ucapnya dengan menggenggam tanganku.
Aku terdiam, dia seperti mengucapkan kalimat perpisahan. Entah untuk hubungan ini atau hidupnya. " keadaan kamu gimana? " tanyaku memecah keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI HIDUP ✔️
FantasyKu akui hatiku memang telah jatuh kepada hati lain tapi bukan berarti aku harus menuruti setiap yang hatiku inginkan untuk tetap bersama. "dari mana kalian? Di panggil lama sekali". "Habis ribut sama mantan pak". Hal yang paling membebani hidupku...