16. Shelter From The Storm - B

2.9K 383 36
                                    

Seekor tupai bergerak lincah mencari makan di atas pohon, sebuah pemandangan yang tidak berubah sejak Krist meninggalkan rumahnya.

Di samping kamarnya tumbuh sebatang pohon berdaun rindang, rumah bagi seekor tupai liar yang suatu hari pindah ke sana setelah banjir bandang menerjang desa Krist, dan kemudian menetap di pohon itu.

Matahari pagi mengintip dari celah dedaunan, udara pedesaan yang masih segar, dan.. seorang pemuda mengenakan celana pendek juga baju kaos kebesaran tidur menelungkup di ranjang kayunya.

Ranjang kayu dan kasur yang terbuat dari kapuk memang sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan tempat tidur di rumah Singto. Namun, inilah yang Krist rindukan. Tidur nyaman di kamarnya sendiri.

Setelah semalam hampir dua jam menangisi kisah cintanya, Krist akhirnya tertidur dengan mata bengkak, hidung tersumbat dan hati yang kecewa.

Di tengah sakit hatinya, ia masih bisa berdoa semoga Singto bahagia.

**

Terlahir sebagai miliarder membuat semuanya terasa mudah? Ya, tentu saja. Namun, menjadi kaya bukan berarti hidupnya tanpa masalah.

Fiat tidak berhenti memikirkan tingkah kakaknya yang sedang labil, jika kemarin Singto  terlihat ceria dengan wajah yang selalu cerah berseri-seri juga jangan lupakan senyuman yang tak berhenti menghiasi bibirnya, hingga membuat Fiat dan kedua sahabat karibnya merinding geli dan juga jijik.

Maka  hari ini sangat berbeda. Wajah tampan Singto berubah menjadi kusut, tubuh tegapnya terlihat kaku hingga ke ujung rambut. Tatapan matanya yang tajam bahkan bisa membunuh ratusan sel otak karyawan yang berpapasan dengannya. Okay.. itu berlebihan.

Namun, tidak ada yang berani mendekati Singto yang sedang dalam mode patah hati dan membuat semua tampak salah di matanya.

Singto yang selalu mempesona kini menderita karena Krist pergi dengan meninggalkan cincin pemberiannya di atas secarik kertas bertuliskan “Semoga kau bahagia dengan pilihanmu.”

Singto bingung, siapa yang memilih siapa?

Krist tidak kembali ke kontarakan lamanya, dan satu-satunya tempat Krist untuk kembali adalah ke rumah kedua orangtuanya. Itu sama artinya Singto harus bertemu dengan keluarga Krist. Calon mertuanya.

**

“Yakkk!!! Kau saja yang makan roti buatanmu.. aku tidak mau lagi!!” Gun mendorong sekotak roti yang Off berikan padanya. Bukan tanpa alasan, tadi ia makan satu dan ternyata isiannya adalah sebuah mobil-mobilan. Bisa kalian bayangkan betapa kesalnya Gun? Bagaimana bisa mobil-mobilan terselip dalam roti isi buatan Off?

Bukan hanya Gun yang jadi korban malpraktik Off, karena Singto juga mendapat roti yang berisi cabe rawit. Ia tidak bisa menolak ketika anak kecil itu datang padanya membawa sekotak roti dan senyum penuh harapan di wajah polosnya. Yang Singto tidak tahu, begitulah cara Off memberi pelajaran padanya yang sudah berselingkuh.

Hanya Fiat yang selamat dari roti horor Off. Meski ibu Off adalah baker terkenal di Thailand, bukan berarti ia bisa mewarisi keterampilan ibunya. Dan kini Off berjanji akan serius belajar membuat roti setiap hari, dan itu artinya mungkin kedua temannya juga Singto harus mencoba roti buatan Off. Setiap hari.

Dalam lubuk hatinya, Gun berharap semoga keinginan Off hanya sesaat.

Mobil sport berwarna hitam itu melaju di atas jalanan lengang memasuki sebuah desa yang kanan-kirinya dikelilingi sawah, pohon kelapa yang berjejer di pinggir jalan, dan pegunungan yang melintang di kejauhan.

Matahari hampir terbenam ketika mobil Singto sampai di sebuah pekarangan rumah kayu berdinding cokelat yang halamannya ditumbuhi aneka bunga dengan aneka warna berbeda serta tanaman herbal, menjadikan rumah itu tampak sejuk.

Singto menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberaniannya.

“P’Singto, apa kau mau makan roti buatanku lagi sebelum bertemu P’Krist?” Tanya Off seraya meletakkan kotak rotinya di pangkuan Singto dan melepaskan seatbeltnya.

 “Act like a man P’Sing.. that’s a my Grandpa message.” Sambungnya sebelum turun dari mobil kemudian berlari kecil menyusul Fiat dan Gun yang sedang menaiki tangga rumah Krist.

Ketika Singto turun dari mobil, seorang gadis dengan kecantikan yang alami baru saja masuk ke halaman rumah itu dengan membawa rantang di tangannya.

“Rumput di desa P’Krist ternyata subur sekali dan lapangan sepakbolanya juga sangat luas.”

“Fiat, aku tahu di antara kita bertiga akulah yang terbodoh. Tapi, setidaknya aku tahu mana rumput mana tumbuhan padi. Yang kau kira rumput subur itu namanya tanaman padi dan yang kau sebut lapangan itu adalah sawah.” Off menunjuk ke luar pagar putih rumah Krist yang di depannya terhampar luas sawah yang sedang menghijau dan perhatian ketiga anak kecil termasuk dua orang dewasa yang masih saling bertatapan di halaman itu teralihkan saat pintu rumah terbuka.

“Phi Krist! Kami merindukanmu!!” Ketiganya memeluk Krist yang sudah berdiri di ambang pintu, terlihat terkejut dengan kehadiran Fiat, Gun juga Off. Serta.. Singto yang berdiri di bawah sana menatapnya bersama Praew.

Anak dari teman kerja ayahnya yang dijodohkan dengannya oleh sang nenek. Nenek Krist memang suka menjodohkan cucu kesayangannya dengan gadis-gadis di desa mereka. Ia tidak akan berhenti sebelum Krist membawa dan mengenalkan pacarnya di hadapannya.

**

To Be Continued.

800 words only? Hahaha! Please don’t be angry, you know I love you fellas. So please, love me back and don’t stare at me like you wanna kill someone. Kayaknya –end masih jauh, sementara “Stupid Liar” belum diterusin.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang