"The time that we spend apart will teach us, the true meaning of love..."
_________
Krist bukannya tidak menyadari hal-hal kecil yang berubah dari Singto, laki-laki itu memang tenang, tapi sekarang ia terlihat jauh lebih pendiam. Berhati-hati ketika mereka sedang bersama, seperti menjaga jarak.
Namun, ada 1 hal yang tidak berubah dari Singto. Krist bahkan harus buru-buru melepas pelukannya dengan Carlos pegawai kafenya, saat ia memberi pelukan perpisahan tadi.
Tentu ia tidak ingin ada pertumpahan darah di kafe, mengingat betapa horornya tatapan Singto pada Carlos.
"Demi Tuhan, apa laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan perasaan cemburunya? Wajahnya jadi menakutkan berkali-kali lipat." Gumam Carlos yang membuat pipi Krist merona.
Krist segera menutup matanya juga tidak lupa mendengkur halus ketika menyadari Singto membereskan berkas yang ia kerjakan hampir se am yang lalu.
Perlakuan Singto selanjutnya membuat jantungnya berdebar lebih keras, degupan-degupan yang sudah lama tidak ia rasakan, Singto meraih tangannya dan menautkan jemari mereka, tanpa perlu membuka mata, Krist yakin saat ini Singto sedang menatapnya.
Dan gelenyar yang dulu hanya ia rasakan ketika bersama Singto kembali menginvasi seluruh syaraf di tubuhnya.
Sebut saja Krist gila karena ia tidak membuka mata dari tidur pura-puranya ketika sebuah kecupan mendarat di bibirnya. Hanya sebentar. Tidak lebih dari dua detik. Ya, dia sudah gila karena membiarkan Singto melakukan itu tanpa izin, tapi andaikata Singto meminta, mampukah ia menatap mata laki-laki itu? Memberi jawaban yang tidak selalu bertentangan dengan isi pikirannya?
Di atas jet pribadi Singto yang membawa mereka pulang, Krist menata hatinya, menjernihkan pikirannya, merutuki kebodohannya selama ini yang dibutakan oleh cemburu hingga mereka harus terpisah.
1 tahun, tanpa kabar.
1 tahun ia mengingkari perasaannya terhadap Singto.
1 tahun bukan waktu yang singkat, dan akhirnya ia menyerah. Ia tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya, mengecewakan hati yang sama-sama masih menyimpan rasa.
Maka dengan mengumpulkan semua keberanian yang tadi menguap entah ke mana, Krist membuka mata.
Mempertemukan matanya dengan mata elang Singto yang selalu menatapnya teduh, seperti biasa. Krist menarik napas, meyakinkan diri bahwa keputusan yang akan ia ambil tidak akan ia sesali untuk seumur hidupnya.
Ia menelusupkan tangannya ke belakang kepala Singto, menahan tengkuk laki-laki yang baru saja mencuri ciumannya.
Jemarinya mengusap rambut lembut Singto, menekannya untuk mendekat, menghapus jarak di antara mereka, napas hangat menerpa wajah yang sudah merona, mata yang dibiarkan saling menatap, hingga akhirnya bibir mereka kembali bersentuhan, hangat, lembut, dan manis.
Ciuman itu tidak sesingkat yang pertama, terlebih Krist semakin menekan tengkuk Singto mengundang gairah yang Singto tahan selama setahun ini, jari-jari panjangnya beralih menyentuh wajah Krist, mengusapnya dengan lembut.
"Aku mencintaimu, Krist."
Entah itu adalah kalimat cinta yang yang ke berapa yang Singto katakan padanya, sementara ia sendiri sadar selama ini tidak pernah mengatakan bagaimana perasaannya pada Singto.
Krist yang melepas ciuman pertama kali ketika dirasanya rongga paru-paru butuh pasokan oksigen. Singto menangkup kedua sisi wajahnya, menempelkan kening mereka, membiarkan napas yang memburu saling menerpa wajah masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
FanfictionKrist Perawat dan Singto Prachaya adalah dua pemuda dalam garis tangan yang berbeda. Namun siapa yang tahu jika benang merah sedang merajut garis pertemuan di antara mereka.