🕋٨. Panggilan Allah

261 19 2
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Pokok dari segala kebaikan adalah engkau mengetahui bahwasanya segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, sementara yang tidak Dia kehendaki pasti tak akan pernah terjadi.

Imam Ibnu Qayyim Ra.

Langit tidak seperti biasanya yang selalu menampakkan keindahan bintang-bintang, langit begitu terasa hampa tanpa sinar rembulan dan kelap-kelip bintang, sama halnya dengan hati seorang gadis yang saat ini duduk termenung memandang kearah depan de...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit tidak seperti biasanya yang selalu menampakkan keindahan bintang-bintang, langit begitu terasa hampa tanpa sinar rembulan dan kelap-kelip bintang, sama halnya dengan hati seorang gadis yang saat ini duduk termenung memandang kearah depan dengan tatapan kosong, hatinya terasa hampa, badannya seperti tidak ada daya. Sebulir air mata jatuh mengenai tangannya, angin terus menerus membisikkan sesuatu yang selalu membuatnya teringat akan kenangan-kenangan indah bersama seseorang yang dicintainya dan sekarang seseorang itu sudah mendapat panggilan dari Allah.

"Bibi, mengapa kita harus tinggal di Madinah? Mengapa kita tidak tinggal di Palestina?" Tanya seorang gadis kecil yang saat itu sedang berjalan digandeng oleh bibinya.

"Karena kalau kita tinggal di Palestina, Zayba tidak bisa tidur karena terus-menerus mendengar suara yang menakutkan."

"Tapi kan kita bisa menjauh dari suara menakutkan itu, bibi?"

Bibi Tharya tersenyum kepada Zayba yang saat itu usianya masih menginjak lima tahun. Dia mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Zayba.

"Tidak bisa sayang, kita harus tinggal disini. Disini aman dan nyaman, dan disini kamu punya banyak teman..." Jelas bibi Tharya dengan lembut.

Kenangan itu membuat Zayba tidak henti-hentinya meneteskan air mata yang mengalir deras di pipinya. Bibinya sudah pergi dan kini dia sendiri. Kabar yang diberikan oleh uztadzah telah membuat dirinya lemas tidak berdaya, kabar yang seharusnya tak akan pernah bisa ia terima sampai kapanpun. Tapi apalah Zayba, dia hanya manusia biasa yang harus selalu siap menerima setiap takdir yang sudah diberikan dan ditentukan oleh Allah.

"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, Zayba, maka dari itu kita harus selalu bersiap-siap mengahadapi takdir Allah."

Ucapan bibinya saat itu membuatnya menangis dipelukan bibinya, bibinya tak pernah lelah merawatnya, Zayba sudah menganggap bibinya seperti ibu kandungnya sendiri. Tapi sekarang sosok yang sudah dianggap menjadi ibu kandungnya sudah pergi dan tak akan pernah kembali lagi, harus kepada siapa dia akan mendapatkan dekapan yang hangat? Harus kepada siapa dia akan .....?

"Zayba, bibi Tharya sudah dimakamkan." Kata seseorang dari belakang dengan menyentuh pundaknya lembut.

Zayba masih bergeming dalam tempat, tak mengatakan sepatah kata apapun dari bibirnya, tatapannya masih kosong mengarah kedepan.

Gadis dibelakangnya membawa tubuh Zayba kedalam pelukannya. Zayba sudah tidak bisa menahan tangisannya yang sedari tadi ia bendung, ia menangis dalam dekapan sahabatnya.

Cinta di Tanah MadinahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang