E m p a t

119 38 6
                                    

"Sia, ada yang nyariin tuh." Kata Nilam mengagetkanku yang sedang mengerjakan tugas dengan menggunakan laptop.

"Siapa?" Jawabku cuek. Aku memang sedang sibuk dengan tugas. Sebenarnya bisa dikerjakan nanti, hanya aku tipe orang yang jika sedang semangat mengerjakan sesuatu, maka harus dikerjakan saat itu juga. Karena kalau ditunda, ujung-ujungnya tidak akan selesai.

"Nggak tahu. Dia hanya bilang, kasih tahu ke Asia kalau takdir tungguin di kantin."

Mendengar kata takdir, aku segera menutup laptop dan memasukannya ke dalam tas. Kutinggalkan Nilam yang terheran-heran melihat sikapku.

Sampai dikantin, mataku langsung mencari Topan yang ternyata duduk di tempat yang sama saat kami bertemu kemarin.

"Hai takdir, lama yah nunggunya?". Kusapa Topan dan langsung duduk disampingnya.

"Untuk nunggu hal baik, lama juga nggak apa-apa, kok". Jawabnya sambil tersenyum.

"Kok, nggak pesen makanan? Awas diusir penjaga kantin loh, cuman duduk penuhin tempat kosong tapi nggak pesan makanan".

"Udah dipesan kok. Tuh udah datang makanannya".

Ternyata Topan memesan dua porsi, satu untuknya dan satu untukku. Aku sempat bertanya bagaimana kalau aku tidak datang, namun Topan menjawab bahwa dia percaya aku pasti datang. Jawaban yang sama sekali tidak membuat aku puas.

"Sia, sabtu besok kamu sibuk nggak?"

"Hm. Enggak deh, kayaknya. Kenapa emang?"

"Mau ngajak kamu pergi. Bisa?"

"Bisa. Kemana?"

"Ada, deh. Pokoknya besok aku Whatsapp tempatnya. Kita ketemu disana jam lima sore".

"Ok," jawabku singkat.

................................................

Aku telah selesai bersiap ketika waktu menunjukan pukul 16.27 WIB. Masih tersisa 33 menit untukku diperjalanan menuju ke tempat dimana aku akan bertemu Topan. Aku sudah mengirim pesan padanya. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Aku mulai gelisah.

"Sia, kok belum pergi? Katanya janjiannya jam lima?" Tanya ibu.

"Iya, Bu. Sebentar lagi. Topan belum balas pesan aku." Ibu hanya mengangguk lalu pergi.

"Asiaaaaaa... Puteriiiii... Radinkaaaa..." Tiba-tiba ada yang memanggilku dari depan rumah. Itu suara Bang Arsya. Aku kembali mengecek ponsel sambil berjalan keluar kamar. Namun, aku kembali kecewa, Topan belum membaca pesanku.

"Apaan sih, bang. Pake teriak-teriak segala!" Bang Arsya ada didepan pintu gerbang sambil tersenyum jahil padaku. Dia bersama Daniel dengan motor mereka masing-masing.

"Bukain pintu gerbang dong. Kakanda mau masuk nih."

"Ih, biasanya buka sendiri juga." Teriakku penuh kekesalan. Biasanya Pak Ujang, tukang kebun dirumah kami, yang membuka pintu. Namun, hari ini beliau ijin untuk menjenguk orang tuanya yang sedang sakit.

"Ya, udah. Aku aja yang bukain." sambung Daniel.

"Jangan, Niel. Tamu enggak boleh disuruh. Buruan bukain pintunya Asia." Lanjut Bang Arsya. Dengan dongkol aku berjalan menuju gerbang dan membukanya dengan sedikit kasar.

"Kamu mau kemana? Kok rapi banget?" Tanya Bang Arsya.

"Mau ke Saturnus!" Jawabku membelakangi mereka dan melangkah masuk ke dalam rumah.

"Buatin kopi dua yah. Nggak pake lama." Perintah Bang Arsya membuatku menggerutu dalam hati. Sungguh enaknya jadi seorang kakak. Tinggal main perintah.

ASIA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang