Bab 5: One Day in the Rain

757 127 48
                                    

Disclaimer: seluruh tokoh milik agensi dan keluarga masing-masing. Tidak ada keuntungan finansial apa pun yang saya dapat dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk bersenang-senang

Main pair: Mino/Irene

Selamat membaca...

.

Speculum Magica—

Bab 5: One Day in the Rain

.

Hari ini, akhirnya Seulgi main ke rumah Irene.

Seulgi penasaran setengah mampus. Ah, masa iya ada cermin yang bisa melihat masa depan? Ia takut jika Irene hanya sedang berhalusinasi. Kalau pun beneran ada, Seulgi ingin mengetahui bagaimana masa depannya kelak. Apakah ia menjadi orang yang sukses? Apa dirinya bisa berjodoh dengan salah satu member Winner? Intinya, Seulgi penasaran, "Di mana cermin itu?"

Irene baru membuka pintu kamar. Seulgi mengintip—ah, di sana terdapat cermin baru. Oh, apa itu cermin yang dimaksud Irene? Kelihatannya memang seperti cermin-cermin di dalam dongeng, "Ini cerminnya?"

Sekali lagi, Irene mengangguk mengiyakan, "Ya, ini cerminnya."

Seulgi melihat. Cermin itu besar dan berdiri kokoh. Ukirannya macam dalam negeri Yunani kuno. Pahatannya luar biasa indah. Kalau dijual bisa sangat mahal. Irene sedaritadi melihat reaksi Seulgi, "Kau mau coba?"

"Oh, tentu saja! Aku kan ingin tahu siapa masa depanku." ungkap Seulgi. Ia berdehem sejenak. Rambut hitam panjang dibenahi, "Bagaimana cara menggunakannya?"

"Katakan saja apa yang ingin kamu tahu." ucap Irene.

Seulgi mengangguk. Ia menatap cermin. Sedikit gugup, "Ekhm—cermin ajaib. Kalau boleh tahu, aku Kang Seulgi ingin tahu siapa jodohku di masa depan?"

Irene dan Seulgi melihat ke arah cermin. Diam dan hening. Tidak terjadi apa-apa. Lho, kok?

"Eh, tidak terjadi apa-apa?" ungkap Seulgi. Ia masih memperhatikan cermin besar di dalam kamar Irene. Irene yang melihatnya pun terheran-heran, "Eh, kemarin pas aku coba bisa, kok! Coba kamu coba lagi."

Seulgi mengangguk. Ia mengikuti perintah Irene. Ia mencoba lagi, "Baiklah. Cermin ajaib, apakah aku berjodoh dengan salah satu member Winner?"

Dan, cermin pun tidak bereaksi.

"Irene. Sepertinya kamu berhalusinasi." ungkap Seulgi. Irene tetap menyanggah, "Tidak, Seul. Sumpah, demi Tuhan cermin itu ajaib!"

Seulgi hanya terkekeh sejenak. Ah, apa ia harus membawa Irene ke psikiater sekarang? Ia takut kawannya terkena penyakit siput gila. Tapi, siapa yang percaya jika cermin memiliki keajaiban macam di dunia dongeng? Mungkin, hanya anak-anak saja yang percaya (oh, bahkan adik sepupu Seulgi yang masih berumur empat tahun pun sudah tidak percaya dengan dongeng). Irene sedikit menggoyang-goyangkan cerminnya, "Sial. Kenapa ini tidak bekerja."

"Irene. Kalau kamu suka sama Mino, katakan saja. Tidak perlu kamu sampai berbohong tentang cermin ajaib."

"Aku tidak suka pada Mino, dasar badak!"

Sakit. Rasanya seperti ada panah yang menancap di ulu hati. Irene ini, sekalinya ngomong seperti cabai keriting yang dijual sepuluh ribuan.

Tidak terima, Irene pun tetap berusaha untuk membuktikannya pada Seulgi. Kalau tidak dibuktikan, nanti Seulgi makin mengira ia menyukai Mino, idih. Irene mana sudi suka sama pria macam Mino. Ya, walaupun kemarin-kemarin sempat berdebar-debar karena perbuatan si pria bertato itu di dalam UKS, ekhm.

Speculum Magica [Minrene; Mino/Irene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang