4

9K 389 10
                                    

“Aku udah siap!”

Gadis kecil berpita ungu di kanan-kiri rambutnya berlari ke arah papa yang sedang duduk membaca koran. Pria bermata sendu itu meletakkan lembar bacaan di atas pahanya, lalu bertanya, “Ada yang ketinggalan, gak?”

Gelengan kepala yang menggemaskan dihadiah kecupan lembut di pipi kemerahan berisi itu. Reynan meletakkan koran di atas meja kaca sebelum berkata.

“Kita beli dulu makanan buat Ibu Guru, ya.” Dijawil hidung bangir itu, lalu bangkit dari sofa keemasan yang atasnya berbingkai lengkungan ukiran kayu jati.

“Siap, Papaku yang baek!”

Keduanya tertawa, saling menggenggam menuju tempat yang sama-sama ingin segera di kunjungi. Putri kecil itu duduk manis di samping papanya. Setelah tetpasang selfbelt mobil pun melaju.

Sepanjang jalan raut wajah Aslena berbinar-binar. Keinginan untuk main ke rumah guru kesayangan tercapai juga. Kehilangan sosok mama sejak usia lima tahun membuatnya haus kasih sayang seorang ibu.

Kebahagiaan juga kentara di sisi Reynan. Meski baru pertama bertemu, hatinya tertuntun untuk mengenal lebih jauh gadis cantik itu. Apalagi Aslena terlihat sangat menyukai Fahira, makin kuat saja dorongannya.

Selama ini, bukan dia menutup diri untuk menyanding wanita lain di sisinya. Melainkan belum ada yang cocok di hatinya dan Aslena. Beberapa wanita yang disodorkan mama tak satu pun masuk kriteria.

Sesuai kesepakatan mereka akan membeli oleh-oleh untuk bu Fahira. Reynan mengajak putrinya belanja di mini market yang berada di kilometer tiga dari rumah mereka.

“Ini, ini, ini!”

Di mini market, Aslena semangat memasukkan aneka makanan ke dalam troli belanja. Reynan tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkah putri tercinta. Sesekali dia membantu mengambilkan benda yang tak terjangkau tangan mungil itu.

“Udah?”

“Mmm!”

Gadis kecil itu mengangguk-anggukkan kepala. Reynan mencubit gemas pipi cubbynya sebelum melakukan transaksi di meja kasir.

“Siap, Nona?”

“Yes, Dad!”

Keduanya kembali tertawa sebelum mobil membawanya ke tempat tujuan.

Selang tiga puluh menit kendaraan yang ditumpangi memasuki halaman rumah sederhana nan asri. Di samping kanan berderet rapi aneka bunga warna-warni. Di sisi kiri ada kolam kecil dengan pancuran mini di pinggirnya.

Tak sabar, Aslena buru-buru keluar dari mobil. Ia berlari menuju pintu berwarna coklat tua yang masih mengkilap catnya.

“Assalamualaikuuuum!”

Setelah dua kali salam, pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya berdiri di sana.

“Ibu guru Fa-nya ada, Bu?”

Ibu Salma, mama Fahira mengerutkan dahi melihat seorang anak kecil menanyakan putrinya. Ia mencoba mengingat siapa gadis mungil ini.

“Assalamualaikum, Ibu. Saya Reynan dan ini putri saya Aslena, siswi Ibu Fahira. Apakah Ibu Fa ada?”

Sesaat, wanita paruh baya itu terkesima mendapati pria yang mirip pemain drama korea favoritnya. Cepat-cepat dikuasai keterkejutan di wajah itu. Wanita berhijab hitam itu tersenyum dan mengarahkan tangan ke dalam.

“Oh, iya, ada. Mari masuk.”

Aslena menarik tangan papa. Keduanya duduk di sofa hijau yang agak pudar warnanya. Gadis mungil itu mengarahkan pandangan pada kaligrafi besar di dinding ruangan, lalu berseru, “Wah, bagusnya!”

Ibu Salma bergegas menginformasikan kedatangan tamu kepada putrinya. Setelah itu masuk dapur untuk menyiapkan jamuan.

Reynan menyapukan pandangan pada sekeliling ruangan. Meski sederhana, tempat yang dindingnya berwarna hijau muda ini terlihat bersih dan rapi. Tidak banyak barang di sini, hanya sofa, hiasan kaligrafi, lemari kaca pajangan dan jam dinding saja.

Lima menit kemudian seseorang berhijab merah muda masuk ruang tamu. Reynan terpana dengan wanita yang mengukir senyum di bibirnya. Desiran halus mulai memanjakan kitaran dada.

“Maaf, Ibu. Kami jadi mengganggu liburannya.”

Lembut, Reynan memulai pembicaraan. Fahira mencoba memandang pria yang sedang tersenyum di depannya. Lima detik kemudian dia memalingkan pandangan. Entah mengapa ada hawa aneh di rongga dada.

“Gakpapa, Pak. Saya malah senang ada yang mau menemani di rumah. Iya, kan, Sayang.”

Mencoba menutupi grogi, Fahira membelai lembut rambut siswi yang kini duduk mepet di sampingnya. Reynan makin tersihir oleh aura keibuan yang terpancar tanpa rekayasa.

“Makasih, Ibu. Aku seneng banget!”

Fahira memeluk gadis kecil yang tengah menguarkan pendar bahagia. Di hatinya tumbuh sayang berlebih pada anak yang kehilangan seorang ibu cukup lama. Di sekolah pun Aslena sangat mencari perhatiannya.

“Aduh, maaf, hanya bisa menjamu ala kadarnya. Ayo silakan di minum, Sayang.”

Ibu Salma masuk kembali ke ruangan dengan nampan besar di tangannya. Duduk di samping Aslena, membelai lembut wajah dan rambut putri kecil itu. Selanjutnya mengecup kening yang tertutup anak rambutnya.

“Terima kasih, Ibu. Maaf merepotkan. Ini ada sedikit oleh-oleh dari Aslena.”

Reynan menyerahkan dua kantung belanjaan pada Bu Salma. Wanita bergamis dongker itu tak bisa menyembunyikan binar bahagia di matanya.

“Aduh, apa ini? Banyak sekali, Makasih, ya, Sayang.”

Wanita bertahi lalat di dagu itu kembali mencium Aslena yang tengah tersenyum senang. senangBu Salma segera masuk untuk menaruh buah tangan tersebut.

Seandainya tak dikejar tugas kantor, ingin rasanya Reynan berlama-lama di rumah Fahira. Apalah daya, bos besar sudah berteriak-teriak akibat keterlambatannya.

“Jangan nakal sama Bu Guru, ya. Nanti sore Papa jemput, Okey.” Reynan membungkukkan badan agar wajahnya sejajar dengan kepala mungil itu.

“Siap, Bos!”

Aslena bergaya seperti orang yang sedang memberi hormat. Keduanya tertawa. Sekali lagi Reynan memeluk dan mencium putrinya. Fahira menyaksikan itu dengan perasaan tak karuan. Dirinya serasa istri yang sedang mengantar suami bekerja.

Setelah pamit, Reynan berlalu meninggalkan Fahira yang terpaku memandang kepergiannya. Seperti ada tautan hati, pria itu menoleh hingga kedua pasang netra saling melemparkan sorotan penuh arti. Satu senyum yang dilayangkan duda ganteng itu sempat menerbitkan getaran di sekeping merah bernama hati.

“Ehem!”

Kalau saja mama tak berdeham tentu Fahira akan terus berada dalam keadaan membingungkan. Untung saja kesadaran akan posisinya saat ini segera datang. Adalah suatu kegilaan bermain hati dengan pria lain, sedangkan telah diletakkan cinta itu pada yang seharusnya.

***

DUDA MENTERENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang