8

9.6K 389 24
                                    

Tak dipungkiri, pesona guru muda itu mulai memantik satu rasa yang membuat malam-malamnya ditimpa gelisah. Kala terpejam, bayangan itu kerap datang, mengetuk apa yang selama ini tertutup rapi.

Rasa ini mulai terdefinisi saat kebersamaan kemarin sore. Ingin hati mengulangi keindahan yang menorehkan asa di palung hati.

Setelah berhasil meredakan gejolak yang sempat meriak, Reynan mengalihkan pembicaraan pada janji Aslena.

"Nah, besok kita nginep di rumah Oma, okey."

Aslena tak jadi menggelengkan kepala melihat anggukan papa gantengnya.

"Mmm, Okey!"

Sesuai kesepakatan sebelumnya, Aslena harus mau menginap di rumah Oma. Meski sedikit enggan, gadis cilik itu menerpati janji juga.

Reynan paham kenapa putrinya tak mau ke rumah oma. Hal itu disebabkan selalu saja neneknya membahas masalah mama baru. Bahkan kerap mengundang beberapa wanita kenalannya saat mereka ada di sana. Dari deretan perempuan yang sengaja dipertemukan tak ada satu pun masuk di hati Aslena dan dirinya.

Esok paginya, Ayah dan anak itu bersiap menuju rumah oma. Pria itu tersenyum penuh kemenangan saat Aslena tak membantah lagi perihal menginap. Oma yang tak pantang menyerah meminta mereka menginap, membuatnya harus berstrategi agar putrinya mau ke sana.

Keduanya segera meluncur menuju perumahan 'Faradise Land' yamg terletak di kawasan elit Jakarta. Tak sampai satu jam mereka tiba di sebuah bangunan megah bergaya modern. Kaca-kaca terlihat dominan di area dinding depan.

Keduanya berdiri di depan pintu besar yang di permukaannya penuhi ukiran. Tak sampai semenit, seorang wanita anggun menyambut putra dan cucunya dengan wajah semringah.

"Omaaa!"

Gadis kecil itu langsung menghambur ke pelukan ibunda dari papanya. Tak henti wanita tua itu menciumi cucu satu-satunya.

"Duh, kok gak bilang dulu. Oma kan jadi gak siapin apa-apa."

"Kita beli aja, Mah."

Reynan mendahului ibunya masuk ke dalam rumah. Ia langsung menuju kamar untuk merapikan pakaian bekal Aslena.

Seharian, mereka menikmati kebersamaan. Obrolan hangat dan canda tawa meramaikan suasana rumah yang biasanya sepi.

"Aku udah mau punya mama, Oma."

Celotehan polos Aslena di gajebo belakang rumah membuat jantung Reynan terhentak. Mengapa terlupa membuat perjanjian dengan gadis cilik itu.

"Oh, ya. Siapa tuh?"

Oma menghentikan aktivitas mengaduk teh manis yang tersaji di atas meja kayu di depannya. Wanita berambut ikal itu memang sangat menginginkan putra sulungnya menikah.

"Ibu Fahira, guru aku," tambahnya dengan mata berbinar.

Oma yang duduk di bangku kayu jati ukir mendekatkan wajah ke kepala cucunya. Ditopangkan tangan pada dagu, bola mata digerak-gerakan bersiap mendengar penjelasan jujur dari bibir mungil itu.

Selanjutnya Aslena menceritakan semua hal yang dia ketahui tentang gurunya. Sesekali oma melirik putranya yang belum juga menimpali.

"Ibu Fa pintar masak. Ayam gorengnya enak. Nanti Papa mau dibuatkan ayam goreng sama Bu Fa!" seru Aslena dengan kepala ditolehkan pada pria yang sedang berpura-pura melihat ke arah lain.

"Wah, Oma mau juga, dong!" timpal wanita yang tubuhnya lebih berisi dari dua orang di sampingnya.

Saking penasaran, wanita itu menginterogasi Reynan saat Aslena asyik bermain ayunan di samping kanan gajebo.

"Belum fix, Mah. Insya Allah lagi usaha."

Reynan menoleh pada wanita yang kini duduk di sampingnya. Diraih tangan yang sedang mengusap lengannya.

"Jangan kelamaan, apalagi Aslena sudah cocok. Dicepetin pendekatannya."

"Iya, Mah."

Jauh di lubuk hati, Pemilik bahu kekar itu bahagia. Pendar asa itu makin menguar di jiwanya. Ia merasa kesepian akan sirna, berganti kehangatan dalam dekapan seorang wanita.

*

Seminggu berlalu, kondisi hati Reynan makin dilanda rindu. Di mana pun bayangan Fahira selalu melintasi ruang angan. Resah, hidupnya resah.

Di kantor, pria itu tak luput dari lamunan. Konsentrasinya bubar akhir-akhir ini. Beberapa tugas ada yang tak sempurna penyelesaiaannya. Hal itu disebabkan ketidakfokusan pada apa yang harus dikerjakan.

“Maaf, Pak. Ada lagi?”

Sekertaris cantik itu harus mengulang pertanyaan hingga tiga kali pada bos yang akhir-akhir ini sering melamun. Dihela napas kala pria perlente di depannya tak kunjung memberi respon.

“Tidak, thanks!”

Wanita dengan blazer abu dipadu celana senada itu mengangguk sopan sebelum undur diri. Detak heelsnya mengiringi kembali lamunan sang general manajer.

Lepas Zuhur, pria berjas abu tua itu meninggalkan kantor untuk memenuhi undangan makan siang dengan kliennya. Disusuri koridor dengan langkah tegap. Tak boleh seorang pun tahu perihal batin yang rapuh tersebab menanggung beban rindu yang menyiksa.

Sepanjang jalan, senyum yang membuat staf berjenis perempuan salah tingkah ditebarkan. Sesekali terdengar tarikan napas dari wanita-wanita yang mencium aroma maskulin dari tubuh atletis itu. Namun, sikap berwibawa yang ditampakkan membuat para ladies itu tak berani lebih jauh melancarkan godaan.

Lepas dua puluh menit, GM muda itu sampai di sebuah restoran mewah di lantai tiga pusat perbelanjaan ’SquadMall’. Sepasang pelayan berseragam dongker berlist biru langit di dada dengan sopan mengarahkan pada tempat yang dipesan.

Reynan duduk melingkar dengan tiga rekan bisnisnya di depan meja bulat kayu jati. Tepat di atasnya tergantung lampu hias mewah. Pembicaraan bisnis berlangsung serius selama dua jam. Sesekali terdengar derai tawa di sana.

Pada pertemuan penting ini, Reynan harus melipatgandakan konsentrasi agar tak teralihkan pada bayangan yang kerap mengganggu. Mati-matian difokuskan pikiran pada promosi produk terbaru perusahaannya.

Kesepakatan tercapai di antara dua belah pihak. Klien bersedia memakai produk dari perusahaan tempat Reynan bekerja.

Para pria itu saling berpamitan untuk kembali pada aktivitas masing-masing. Reynan mendahului kliennya karena harus segera kembali ke kantor.

Di lobi mal, langkah Reynan melambat kala tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok yang intens menghantui seminggu ini. Degup jantung seketika kehilangan irama, kencang tak beraturan. Di tata napas agar mampu normal saat akan menyapa.

*

DUDA MENTERENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang