Ubud, 1992
Hei kau, debu dan lalat kota,
tidakkah gedung tinggi dan bau aspal
yang dirubungi sneaker dan boots,
mobil dan anjing
dan pohon yang sesak dicekik udara
membunuhmu dalam diam?Tidakkah kau rindu pada lenggang
tanah bernyanyi ombak dan angin,
senandung angkasa raya sunyi?Di matamu, cintaku debu, ada pantai.
Dan pantai itu bersimbah darah senja.
Dan tawaku, dan tawamu
menantang puisi para karang dan camar
yang menghardik pada laut karena lapar.Kepalaku diledakkan buku-buku
dan perahu yang harus kukayuh
'tuk berlabuh ke dermaga dunia debu,
musik dan candu abu,
kini dihempaskan oleh liarnya laut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak-Sajak Hari Esok : Berlin dan Lainnya
PoetryLagu-lagu yang ditulis dalam bentuk puisi. Saya menerjemahkan lirik lagu ini ke dalam bahasa Indonesia (dan ada yang benar-benar berbahasa Indonesia). Berkisah tentang nostalgia dan kenangan hidup penulis di Berlin, New York, Bali dan lainnya. Penu...