17. Shanzaku

10 0 0
                                    

Kalau kalian ingin bertanya bagaimana perasaan Oredeus ketika sampai di pinggir kota Shanzaku, ia pasti akan menjawab resah.

Kereta asing memang tidak diperbolehkan masuk ke dalam kota, jadi setiap kereta yang ditumpangi haruslah masuk ke persinggahan kota yang letaknya sedikit terpisah dari gerbang kota. Dan benar kata Fazharil, kepada orang asing mereka bebankan pajak yang setara dengan harga dua puluh potong daging terbaik. Satu dari tas besar itu habis sampai sepertiganya. Pula, penagih pajak itu berwajah seram dan bermata sipit, bentuk mata yang belum pernah dilihatnya.

"Raja Guangmyo memang membebankan pajak sedemikian pada kaum kami," ujar Fazharil begitu mereka melewati gerbang. "Sebagai gantinya, kami dapat mengambil barang apapun yang kami suka dari pasar kota."

"Lalu bagaimana jika ada kereta dari suku lain datang?" tanya Oredeus.

"Apa kau lupa? Hanya Kaum Mershan yang dapat dengan bebas berkeliaran dari satu suku ke suku lain, Pangeran. Kalaupun ada kereta seperti yang kaukatakan, pastilah kereta perang." Fazharil memberi isyarat pada kusir yang tengah membawakan tas-tas berisikan uangnya untuk membawanya kembali ke kereta.

"Ah, benar juga," timpal Oredeus.

Fazharil merentang tangan. "Daripada itu, mengapa tidak kaucoba untuk memandangi bangunan Shanzaku yang elok ini?"

Oredeus tersadar. Ia terlalu sibuk memikirkan pajak dan juga, pria berwajah seram tadi. Ia lalu menoleh, berusaha memandangi bangunan-bangunan kokoh yang terhalang oleh rakyat yang lalu-lalang.

Kembali ia terpesona oleh keindahan lain lagi yang baru kali ini dilihatnya. Ratusan bangunan berpondasi batu, tetapi berdinding kayu berdiri megah memenuhi area pandangnya. Kebanyakan memiliki teras dengan tiang-tiang kayu menyangga atap yang bentuknya serupa limas yang mencekung di bagian antara puncak atap dan pinggir atap. Ada pula beberapa yang bertingkat dua, dengan balkon kayu berhias tanaman atau lentera-lentera kertas merah. Pada tiap sudut atap rumah, Oredeus perhatikan sejeli mungkin, bergelantungan lentera serupa dengan gambar keemasan seekor binatang bertubuh panjang yang meliuk (yang kelihatannya mirip sekali dengan monster yang menyerang Tel-Hareshet dahulu). Tiap lima atau tujuh rumah mereka lewati, pasti akan ada dua pilar kayu selebar rentang tangan anak kecil dan setinggi gerbang kota yang bercat merah mencolok berdiri di sisi-sisi jalan batu. Di puncak pilar itu terdapat perapian kecil--yang menurut Oredeus selalu dipasang tiap malam.

Hal lain yang menarik, pakaian rakyat di sini banyak yang memiliki model berbeda dari model pakaian Arüel, Ar-Riydh ataupun Tel-Hareshet. Jika rakyat kota yang dikunjunginya kebanyakan mengenakan kamisa lengan pendek, sebagian besar orang di Shanzaku mengenakan semacam baju besar yang disilangkan dari depan ke sisi tubuh lalu ditahan dengan ikat pinggang. Sebagian lagi mengenakan kamisa lengan panjang yang disilang lalu dikancing dari dada kanan atau dada kiri dan terus ke bawah hingga pinggang, dihiasi corak sewarna emas.

"Benar-benar menakjubkan! Aku bahkan baru melihat model pakaian semacam ini!" sahutnya terpana.

"Kau baru melihat yang seperti ini?" Fazharil terkekeh sebentar. "Jika kau berkesempatan pergi ke Searesh, maka matamu pasti akan terbelalak!"

"Oh ya?"

"Tentu saja! Corak pakaian mereka itu--"

"Hei! Kalian!"

Teriakan seseorang memotong percakapan Oredeus dan Fazharil. Tatkala mereka berdua menoleh ke belakang, seorang pemuda kira-kira empat tahun lebih tua dari mereka melambaikan tangannya yang menggenggam sekantong uang.

"Terima kasih atas uangnya, ya!" lanjutnya.

Tetiba Oredeus memekik panik. "Hei! Itu milikku!"

Rupanya, ketika mereka tengah sibuk berbincang mengenai kota, pemuda itu menyelinap di dekat Oredeus dan merogoh tas kulitnya diam-diam. Kentaralah, pemuda itu seorang pencuri. Bahkan kamisanya kelihatan agak kumal.

Tale of the Sky: Star ShardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang