24. Berlari Pergi

18 1 0
                                    

Di tengah kekacauan dan dentingan pedang yang berantuk, Zhouyi malah mengendap-endap menuju gerbang. Sekali dua kali ia harus menahan langkah akibat sejumlah serangan sihir yang hampir saja mengenai dirinya. Ia menyelinap di antara kerumunan yang menonton adu pedang magis ini dari kejauhan, yang penasaran namun takut memendekkan jarak. Kerumunan yang berisik itu membantunya menyelinap tanpa diketahui oleh penjaga gerbang.

Seusai memastikan bahwa si penjaga garang itu juga ikut-ikutan menonton pertarungan itu, ia keluar dari gerbang. Zhouyi menyuruk-nyuruk pergi ke bangsal kereta, dan mendapati si kusir yang penasaran akan keributan dibalik tembok namun tak berani melangkah masuk. Memberikan penjelasan sebisa mungkin, lalu menitipkan sebuah gulungan kecil padanya, sambil mengatakan bahwa Fazharil menyuruh kusir itu pergi dari sini. Setengah tak percaya, setengah waspada, si kusir tetap saja menuruti perkataan Zhouyi. Menjauh dari arena tarung. Setelahnya, kembali ia mengendap-endap masuk ke dalam.

"Sudah kaulakukan?" tanya Fazharil pada Zhouyi begitu ia tiba di persembunyian sementara mereka: runtuhan rumah yang membentuk semacam lubang cukup besar di pinggir jalan, agak jauh dari lokasi pertarungan.

"Setiap katanya kuturuti, Fazharil," jawab Zhouyi. "Ia sudah berangkat menjauh. Ke Shanzaku atau ke Ar-Ridh, itu tinggal perintahmu nanti."

"Bagus." Fazharil mengulas senyum kecil. "Omong-omong, cara penyebutannya Ar-Riydh, bukan Ar-Ridh. Huruf I-nya lebih panjang."

"Rasanya sekarang bukan waktu yang tepat untuk membahas itu, Fazharil." Kali ini Oredeus yang menyahut. Yang disahutkan terkekeh pelan. Kemudian terbatuk.

Janganlah kalian terkejut. Fazharil memang belum mati. Kalau saja Zhouyi tidak mencuri salah satu gulungan penyembuh milik Junseong, barangkali ia telah mati. Walau tidak membantu sampai sembuh benar, setidaknya luka parahnya tidak sakit lagi. Oredeus? Ia bersikeras bahwa ia tidak butuh gulungan itu. Dan Zhouyi paham benar maksudnya.

"Jadi rencanamu apa sekarang?" tanya Oredeus.

"Membantu Guru Junseong," cetus Fazharil. "Aku sangat yakin raja Guangmyo akan melakukan sesuatu yang membahayakan. Sebelum masuk tadi kulihat dia ada di teras tertinggi istana."

"Dengan keadaan seperti itu?" Zhouyi menunjuk tubuhnya. "Kau yakin? Aku hanya sempat mengambil satu gulungan dari rak Guru."

Fazharil menatap balik Zhouyi. Penuh kesiapan. "Ya. Sehebat apapun ia, semua gulungan itu tak akan mampu menolongnya tiap saat."

"Lalu kami berdua?" Oredeus kembali bertanya.

"Kalian nanti--" Fazharil menjeda jawabnya karena getaran dari atas, sepertinya ada serangan menimpa runtuhan itu, "--akan menggunakan gulungan pemindah yang Kak Zhouyi pegang."

"Apa?!" sahut Zhouyi kaget. "Maksudmu kami berdua meninggalkanmu di sini bersama Guru? Tidak akan!"

"Jangan bercanda, Fazharil! Aku tidak mau peristiwa ratu Shevah terulang lagi!" bentak Oredeus.

Fazharil memandang Oredeus, meminta rasa percaya. "Aku memang menyesal ratu telah wafat, tapi bukan berarti aku ingin menyusulnya semuda ini, Sahabat."

Perasaan ganjil tetiba menyeruak menusuk hati Oredeus. Nada ucapannya itu, ia yakin sekali itu bermakna sesuatu. Sesuatu, yang tidak bagus.

"Tidak! Apapun yang terjadi aku tak akan pernah merelakanmu pergi keluar tanpa kami!" paksanya. Ia bersikeras.

Fazharil menggerakkan kedua tangannya. Ia memegang erat bahu Oredeus. Mata coklatnya menatap lekat-lekat netra biru cerah Oredeus, seakan tidak akan dipalingkan. Ia memberi kesempatan bagi kebisingan luar untuk membisukan keduanya. Tak ada yang keluar dari mulut mereka.

Tale of the Sky: Star ShardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang