"Seperti itu rupanya," tanggap Suriakhanar sehabis mendengarkan cerita panjang Oredeus. "Sebelumnya, turut berduka bagi Ratu Shevah dan Kepala Pedagang Fazharil. Kiranya keduanya diberi tempat oleh dewa mereka."
Oredeus turut mengangguk mendengarnya. Mencoba agar tidak terseret kalbunya lagi.
"Jadi, Pangeran perlu mencoba apakah Pangeran dapat menguasai sihir kami?"
"Benar, Tuan. Ini yang terakhir," jawab Oredeus.
Suriakhanar manggut-manggut. "Jika demikian, marilah ikut bersama saya. Semoga yang terakhir ini dapat menjadi penyelesaian Pangeran."
Ia mengajak Oredeus menuju altar di tengah ruangan. Kepada Zhouyi ia berkata, ia tak dapat mengajaknya serta sebab pelindung sihir yang dipasang para penyihir sebelum dirinya demi melindungi sumber sihir mereka dari penyerang. Tatkala mereka sampai di altar, penyihir-penyihir lain melangkah menjauhi altar. Diletakkan Suriakhanar telapak tangannya di atas altar, dan sekonyong-konyong sepetak lantai ruangan itu turun ke bawah, beserta altar dan dua orang itu.
Barulah Oredeus mengetahui bahwasanya ada lagi ruangan di bawah ruang mahaluas itu. Dapat Oredeus perkirakan, dari sisi ke sisi panjangnya mencapai setengah lemparan batu. Tepat di belakang mereka, di sisi selatan, terdapat tujuh buah permata seukuran kepalan tangan Oredeus ditatah di dinding. Warna biru cerah dan pendar biru menghias permata-permata itu. Enam permata membentuk segi enam dan sebuah lagi ditatah di tengahnya, tiap-tiap permata berjarak dua jengkal anak-anak satu sama lain. Di depan dinding itu, sebuah altar pendek menopang tempayan tanah liat yang penuh oleh air. Suriakhanar mengajak Oredeus mendekati altar itu.
"Di hadapan Pangeran saat ini adalah satu dari tiga relikui magis Eastwaves. Yang pertama Tombak Meserendak, pemberian Dewa Meserendak kepada rakyat Utaruipha. Kedua Prasasti Lumimuth, pemberian Dewi Lumimuth kepada rakyat Timruipha. Dan ketiga ialah ini,"--ia menunjuk tujuh permata berpendar di dinding itu--"Air Mata Kadhtia, pemberian Dewi Kadhtia kepada rakyat Slatauipha.
"Yang perlu Pangeran lakukan tidak rumit," tambah Suriakhanar, "cukup pusatkan pikiran Pangeran dan gerakkan sekurangnya setetes dari air dalam tempayan ini ke hadapan batu di tengah itu. Dengan demikian saya dapat mengetahui, apakah salah satu dari Tiga Pengendali Samudera menuangkan sihirnya bagi Pangeran."
Oredeus--setelah lewat beberapa hari--akhirnya kembali menelan ludahnya mendengar penerangan Suriakhanar. Dalam kalbunya sekarang, ia membayangkan pertama kali ia pergi ke Tel-Hareshet. Bagaimana ia mencoba memekarkan Kuntum Khuldu, yang berakhir dengan kematian Ratu Shevah. Bagaimana ia lalu pergi ke Shanzaku, dan terus ke Chijoung-Mo. Bagaimana ia mencoba menggenggam berkas Kantenchikahmi, yang berujung pada kematian Fazharil dan Guru Junseong.
Ia memejam. Mengharap semoga tidak ada kekacauan lain yang dibawanya dengan mencoba sihir Eastwaves.
Ia mengerjap. Membuka mata sepenuhnya, kemudian mengatupkan tangan di depan muka. Ia tutup kembali matanya, berniat membersihkan pikirannya dari segala hal lain, untuk saat ini. Ia ingin mencoba mengendalikan sihir terakhir yang hadir di Tanah Utama ini. Memusatkan pikiran seutuhnya pada air dan batu di depannya.
Tak lama waktu berlalu, ia membuka mata. Hendak melihat apa yang terjadi. Suriakhanar yang berdiri di sampingnya pun merasakan kejanggalan merendam dirinya.
Keduanya terkejut.
Tidak ada apapun yang terjadi. Setitik kecilpun tidak ada yang berubah.
Suriakhanar menepuk pelan bahu Oredeus, berusaha menguatkan dirinya. Oredeus sendiri masih terdiam dalam delikannya.
"Saya ... minta maaf jika mengecewakan Pangeran, tetapi ...."
*
Untuk kedua kalinya Zhouyi melihat wajah muram Oredeus. Begitu keluar dari ruang rahasia di kuil Wa Runa, Oredeus tidak banyak bicara. Ia yang biasanya akan sekadar memberi komentar atas apa yang ia lakukan itu, kini menghemat ucapannya. Terlalu menghemat. Tanpa perlu diminta, ia paham apa yang Oredeus alami di bawah tadi. Lumiwenas yang menanyakan perihal percobaan itu, dijawab pelan oleh Suriakhanar. Takut membuat perasaan anak itu makin terpuruk.
Oredeus telah mencoba berulang kali, dan hasilnya tetaplah sama. Ia tak dapat menggerakkan setetes air pun. Artinya jelas. Ia adalah satu-satunya orang di Tanah Utama yang tidak dapat menggunakan sihir. Anak memalukan yang tercela dan tidak layak bagi seisi Daratan Besar. Anak yang mengguncang Samudera Benua dan jadi bahan gunjingan. Sekarang, ia bahkan tidak tahu ke mana harus pergi. Pulang dan dihukum, lari bersembunyi di antah-berantah, atau malah menenggelamkan diri di dalam laut.
Ia berkeras ingin duduk di gazebo di luar istana. Jenuh memasuki istana. Bukan, ia bukan jenuh pada Rafadhi atau Searesh. Ia hanya jenuh pada dirinya sendiri. Kalut dan kelabu terlanjur membayang.
"Apa ia akan terus di sana sampai petang?" tanya Lumiwenas kuatir. Ia dan Zhouyi menatap anak itu sembunyi-sembunyi dari jendela istana.
"Terakhir kali, ketika sahabatnya Fazharil terbunuh di Chijoung-Mo, ia juga seperti ini," kata Zhouyi. "Tidak mengacuhkan semua di sekelilingnya."
Lumiwenas mendesah pelan. "Aku benar-benar kasihan padanya ...."
Zhouyi menoleh padanya. "Mau mencoba menghiburnya?"
Lawan bincangnya mengangguk.
Mereka keluar dari pintu samping istana. Berjalan di selasar, kemudian berbelok melewati jembatan menuju gazebo tempat Oredeus menyendiri. Dari pintu gazebo saja dapat kaurasa hawa suram menguar dari dirinya. Tanpa menanti persetujuan Oredeus keduanya duduk sebelah-menyebelah.
Zhouyi yang pertama kali bersuara. "Oredeus, mengenai rencanamu setelah ini ...."
"Aku mau ke laut."
Keduanya mencureng.
"Untuk apa?" selidik Lumiwenas.
"Mati."
Mendadak mereka membelalak.
"Sampai berpikir seperti itu, kau benar-benar hilang waras, Oredeus. Sudah dua kali kau berpikiran seperti ini," ungkap Zhouyi mengingatkan. "Tidak dapat menguasai sihir bukan berarti kau harus mati."
"Tanpa keahlian itu aku sudah mati duluan." Oredeus menyanggah datar. Matanya menatap kosong hadapannya. "Mati dua kali itu tidak masalah."
"Hal itu bukan milikmu yang paling berharga, Oredeus. Hidup adalah kepunyaan paling berharga bagi tiap makhluk yang memilikinya," hibur Lumiwenas. Oredeus mendengkus.
"Seandainya saja Kak Zhouyi atau Putri Lumiwenas merasakan bagaimana tak bisa menggunakan sihir. Tapi, tidak boleh. Cukup aku sendiri yang menanggungnya."
Perkataan Oredeus itu membuat Zhouyi tersentak. Ia bisa saja menghibur Oredeus, tetapi ia tidak akan pernah bisa merasakan menjadi Oredeus: tak berdaya, dikelilingi para pengguna sihir yang bisa saja berniat buruk padanya. Dan sialnya, ia tak mampu melindungi diri sama sekali. Zhouyi menjadi murung, paham bahwa ia tak bisa menghibur Oredeus sekarang.
"Memang aku tidak bisa merasakan bagaimana kehilangan kendali sihir, tetapi jemawaku sebagai Putri lah yang akan membantuku melindungi diri."
Bahkan Oredeus heran mendengarnya. Lumiwenas berhasil merebut perhatiannya.
"Jika aku tidak bisa memakai sihir, kedudukanku sebagai Putri Raja yang akan menjadi tamengku. Itu bukan menjadi sebuah titik lemah, tetapi sumber kekuatan. Dari ketidakmampuan itulah kau akan benar-benar melatih diri dari titik terendah. Sihir hanya mempermudah latihan diri itu, Pangeran," lanjutnya. "Kepala yang bijak akan membantumu mengelola tameng hidup di sekelilingmu: para prajurit, ksatria, ahli sihir, imam, dan rakyat. Itu adalah latihan yang Pangeran perlukan."
"Maksud Putri, mengorbankan orang lain demi melindungiku yang tidak bermakna ini?" sinis Oredeus.
"Menjadikan orang lain rekan sekerja, teman, bahkan sahabat yang bisa kauandalkan. Mereka membantumu dengan sihir, dan kaubantu mereka dengan kebijaksanaan. Bukankah itu sepadan?" usul Lumiwenas.
Oredeus hendak menjawab Lumiwenas, kala seorang prajurit berseru pada Lumiwenas dengan berita yang mengguncang ketiganya.
"Rafadhi diserang, Tuan Putri! Suku Westflames berhasil menyeberangi Samudera Benua!"
~•~
Naskah Kuil Wa Runa
Nomor 5
Keputusan Raja KalambhuPerihal keamanan relikui yang disimpan di kuil Wa Runa, Raja Kalambhu memberi putusan supaya hendaknya dipasang oleh para penyihir kuil di dalam kuil Wa Runa tabis pelindung dan serangkaian sihir penjaga.
~•~
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of the Sky: Star Shard
FantasySekeping legenda dari benua dongeng sebelum kelahiran Cahaya Fajar dan Semburat Senja. Tanah Utama dihuni empat suku yang saling bermusuhan. Tiga di Dataran Besar dan satu di Samudera Benua. Northwinds di pegunungan Nolderk. Southwoods di dataran Ek...