23. Keporak-porandaan Chijoung-Mo

15 1 0
                                    

"Cukup sampai di situ, Junseong!" potong Guangmyo. "Beraninya kau membantu orang asing?"

"Secara silsilah Pangeran Bungsu ini bukan seorang asing bagi kita, Yang Mulia. Ia adalah kerabat jauh kita," dalih Junseong.

"Yang berbeda sama sekali, Pembelot! Aku tahu benar sejarah bangsaku. Tetapi sekarang kita dan mereka itu bagaikan es dan lahar! Ingat itu!" bentak Guangmyo. "Dengan berlaku begitu kau telah membantu musuh kita. Hak apa lagi yang hendak kaubela?!"

Sembunyi-sembunyi Junseong memasukkan tangan kanannya di dalam jubah tangan kirinya. "Ia seorang yang tak berdaya, Yang Mulia! Lagipula ia juga tak dapat menggunakan sihir api, api leluhur menolaknya!" Ia meninggikan suaranya pula.

"Tetap saja, anak ini adalah keturunan Utara! Mereka musuh kita, artinya dia musuh kita!" Guangmyo akhirnya larut dalam murka.

"Pendirian mereka itu yang kita musuhi, Yang Mulia! Bukan orangnya!" bela Junseong. Ia menarik keluar tangannya dari jubah, menarik juga sebuah gulungan. Ia memegang gulungan itu dengan kedua tangannya, sedang ibu jari kanannya dipakai untuk menahan pengait gulungan itu. Zhouyi lekas memalingkan pandangnya ke arah gulungan itu diam-diam. Tangannya bersiaga.

"Ternyata kau telah buta, Junseong! Menyesal aku telah memercayaimu. Dan raja suku Westflames tidak pernah dibuat menyesal sebelumnya!" Guangmyo beranjak dari singgasana kayunya.

Junseong melepas pengait gulungannya. Lembar gulungan pun merosot ke bawah hingga ke lantai, memperlihatkan sekumpulan aksara.

"Ringkus dan penjarakan mereka!" titah Guangmyo.

"Maaf kalau demikian adanya, Yang Mulia!" pekik Junseong seakan mengejek.

Bersama dengan pekikan itu Zhouyi mengepalkan tangannya, mengayunkannya sekuat mungkin ke arah gulungan itu. Begitu disentuh oleh kepal tangannya lembar bertulis itu, sekonyong-konyong kabut tebal meledak dari gulungan sampai menutupi mereka berempat. Serta merta tiga orang berkamisa hitam yang menjaga mereka melompat mundur untuk merentang jarak, sekaligus mengambil ancang-ancang untuk menyerang balik.

Sesaat lamanya tak ada serangan dari dalam kabut pekat itu, membuat dua pria di dekat pintu itu menggerakkan tangan mereka bersama dan menciptakan kobar api yang lalu disemburkan mereka ke arah kabut itu. Sembur api itu menyeruak menembus kabut tebal dengan mulusnya. Artinya, tidak ada apa-apa lagi di dalam kabut itu. Si wanita mengarahkan telapak kirinya ke kabut itu, berfokus pada entah apa. Perlahan, seberkas aura keunguan melayang dari telapaknya itu. Kabut pekat itu mulai menyusut. Kalau kalian perhatikan dengan jeli, sebenarnya kabut itu bukan menyusut, melainkan terhisap ke pusat kabut. Tidak perlu menunggu lama bagi wanita berkamisa itu untuk menghisap seluruh kabut hingga habis sepenuhnya. Tetapi tidak kelihatan empat orang yang mereka tangkap tadi.

"Temukan dan tangkap lagi keempat orang itu, Touku!" titah raja murka. "Jangan sayangkan nyawa mereka. Biarlah mayat mereka kita tahan di sini, kalau perlu jadikan makanan anjing-anjing pemburu!"

Ketiga orang itu membungkuk hormat sebentar tanda siap. Wanita itu berjalan ke arah pintu masuk, diikuti dua pria lain. Ia mengangkat tangan kirinya hingga sejajar bahu tatkala mendekati pintu. Pendar ungu pucat kembali terlihat. Masih menggerakkan kaki, mereka seakan tidak mempedulikan pintu yang seharusnya hanya bisa dibuka dari dalam jika orang mengetuknya. Saat tubuh ketiganya (seharusnya!) menabrak pintu, mereka malah lesap bagai udara. Tak tahu ke mana.

Selagi orang-orang di istana kalang kabut dengan hilangnya kawanan Oredeus, di dekat gerbang kota meledak segumpal kabut lain. Kabut yang ini langsung memudar begitu meledak. Menunjukkan empat orang yang persis sama dengan orang yang tadinya dikawal oleh kelompok khusus kerajaan. Mereka bersegera menuju gerbang, tidak mengacuhkan segala tampang heran dan ocehan rakyat sekitar.

Tale of the Sky: Star ShardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang