1. Gara-gara Cowok

59 10 0
                                    

Bersekolah adalah suatu hal yang wajib semua anak-anak atau semua orang lakukan. Tau sendiri kan bagaimana rasanya tidak bersekolah di usia yang sangat amat muda. Pasti akan merasa bosan karena setiap hari di rumah dan tidak kemana-mana, tidak mendapatkan uang jajan—kecuali kalau bekerja—, dan punya teman sedikit.

Tahun ini, awal di mana Arla akan memasuki sekolah menengah atas (SMA). Ada banyak SMA di kotanya. Saking banyaknya, dia bingung harus memilih yang mana. Semua sekolah itu menurutnya sangat berbeda-beda, mulai dari bangunannya, muridnya, gurunya, hingga jadwal pulangnya.

Tetapi, ada satu sekolah yang membuatnya sangat bingung. Entah apa yang ada di dalam sekolah itu, sampai-sampai separuh dari kelasnya bahkan sekolahnya ingin mendaftar ke sekolah itu.

Sahabatnya, Elfa juga sangat ingin sekali bersekolah di situ. Bukan SMA, melainkan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang isinya banyak macam jurusan dan Arla tidak mengetahuinya. Bahkan tidak ingin tau.

Arla dan Elfa dulu satu sekolah waktu SMP. Sekelas waktu kelas 8. Kelas 9 mereka berpisah alias tidak sekelas.

"Gue kan pengen banget masuk di SMK itu." Elfa menekankan di setiap kalimatnya.

"Tinggal masuk aja kali lewat pintu."

"Arla, gue gak bercanda, gue serius. Gak tau kenapa gue kepengen banget masuk di situ. Terus, lo mau sekolah di mana?"

Arla diam sambil menatap kuaci yang sedari tadi sebagai cemilan penghilang rasa galaunya. Karena sejak kemarin—bahkan 2 minggu yang lalu—dia bingung harus mendaftar sekolah di mana.

"Udah di SMK itu aja. Kita ambil jurusan yang sama. SMK enak La, abis lulus kita bisa langsung cari kerja." Elfa semakin membujuk Arla agar dia ikut dengan rujukannya. "Kalau SMA kan har-"

"Fa, cowok Fa, cowok ganteng!"

Ucapan Elfa terpotong karena karena Arla yang sangat histeris melihat cowok ganteng. Karena tingkahnya itu, Elfa celingan-celinguk mencari cowok yang di bilang ganteng oleh Arla.

Elfa akhirnya dapat melihat cowok itu. Ah, pantas! Yang benar saja Arla bilang cowok itu ganteng, orang lihatnya dari belakang.

Sebenarnya Elfa tau dengan cowok itu, sering bertemu malah kalau beli cemilan di warung Engkong Dadi. Rambutnya emang bagus, mirip dengan rambutnya Ari Irham. Atasnya tebal-tebal gimana gitu. Badannya juga sispex, tapi belum tau dalamnya kotak-kotak atau tidak. Soalnya dia belum pernah pamer-pamer perut.

Kalau yang begituan sih, Elfa biasa-biasa saja. "Gak terlalu ganteng sih menurut gue."

Arla memukul lengan Elfa yang hendak mengambil kuacinya. "Aduh!"

"Dia ganteng, mirip aktor korea." Arla cekikikan.

"Bilang gak suka korea."

"Yah karena dia ganteng jadinya gak papa."

"Apaan sih, gak nyambung."

Arla kembali memperhatikan cowok itu. Dari tadi dia menunggu cowok itu berbalik ke arahnya—posisi cowok itu duduk di motor sambil memainkan handphonenya dan duduk di motor.

Siapa tau kalau dari depan wajahnya lebih ganteng.

Ada sesuatu yang mengganjal di benak Elfa untuk memberitahu Arla bahwa dia sering bertemu dengan cowok itu. Elfa berpikir kalau dia menceritakannya, Arla akan terus-menerus menanyakan cowok itu tanpa henti. Apalagi Elfa tidak suka kalau ditanya terus-terusan.

Arla masih bengong menatap punggung cowok itu. Bukannya iseng atau apa, Elfa memasukkan kuaci yang belum dibuka kulitnya ke dalam mulut Arla.

"Astagfirullah!"

Sakarim KakelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang