6. Bertemu

12 4 0
                                    

MPLS telah selesai dalam waktu 3 hari. Dalam 3 hari itu, siswa-siswi baru diajak untuk mencoba mengenal lingkungan sekolah lebih dekat. Selain itu, para siswa-siswi juga mendapatkan beberapa pelajaran awal yang harusnya tidak mereka lakukan pada masa pembelajaran ke depannya.

Ketika MPLS berakhir, seharusnya kita harus menampakkan ekspresi bahagia. Karena telah terhindar dari hukuman-hukuman kakak pendamping yang bikin malu untuk dilakukan.

"Kalau seandainya gue yang gombalin tuh cowok kemaren."

Elfa merasakan ada sesuatu yang membuat telinganya sangat tidak nyaman ketika Arla terus membicarakan hal itu.

"Kuping gue kaya'nya iritasi deh denger lo ngomong kaya' begitu terus." Kesal Elfa. "Lagian lo terlalu mau banget sih."

"Sangat sangat terlalu mau mau banget malahan."

Sepertinya Arla kebanyakan makan pentol bakso yang baru dia beli tadi. Pentol bakso itu membuat Arla menjadi setengah haw-haw seperti ini.

"Gue mau cari tuh cowok, habis itu mau gue culik."

Elfa memutar bola matanya, kini sahabatnya itu menjadi tidak jelas. "What? Pindah sekolah? Ha ha ha." Teriak Elfa setelah melihat layar handphonenya.

Arla memicingkan matanya, menelaah Elfa lebih dekat hingga dia berhenti tertawa.

"Cowok lo pindah sekolah tau."

"Maksudnya?"

Elfa malah tertawa lagi.

"Cowok yang mau lo cari udah pindah sekolah."

"Lah? Kok gitu? Baru MPLS 3 hari udah pindah sekolah aja. Ganteng padahal."

"Udah ah, gak usah mikirin dia terus. Bilangnya dia itu bencong."

"APA? BENCONG?!"

Elfa mengangguk. Arla sudah salah menebak orang, cowok yang ingin dia cari itu ternyata bencong. Ganteng-ganteng ternyata bencong.

"Katanya dia pindah sekolah karena dihukum sama kakak pendamping." Ucap Elfa kemudian.

"Buset, gara-gara gitu aja langsung pindah sekolah."

Arla hanya geleng-geleng kepala dan melupakan cowok ganteng bencong itu dengan sangat mudah. Tidak diduga kalau di dunia yang sangat luas ini ada kejadian konyol seperti itu.

***

Masa-masa MPLS sangat begitu pahit bagi Dila dan Putri. Pada hari pertama mereka terlambat lalu dihukum untuk membersihkan seluruh halaman sekolah. Hari keduanya mereka datang sangat pagi sekali, lalu malah disuruh membersihkan kelas yang mereka tempati hingga bel masukan berbunyi. Dan di hari ketiga, campuran antara hari pertama dan hari kedua.

Tidak ada hari yang indah bagi mereka berdua pada masa MPLS, selain mengerjai kakak osis cowok yang sedang turun dari tangga.

"Lucu betul mukanya, ha ha ha." Dila tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian itu.

"Mukanya itu bingung gitu, sambil garuk-garuk leher." Lanjut Dila lagi.

Jadi, Dila menaruh pot-pot bunga di depan tangga. Kebetulan ada kakak osis yang akan turun melewati tangga itu. Ide tersebut muncul karena Dila memang pikiranya sudah mencapai kata tidak waras-itung-itung juga sebagai pembalasan waktu namanya dipanggil pada saat upacara MPLS, pikirnya. Pot bunga itu dia susun rapi di atas tangga, Putri tidak ikut membantu karena dia takut kualat.

"Tapi lo kena batunya kan."

Yang Putri takutkan waktu itu ternyata terjadi pada Dila. Siapa yang tau, kalau setelah mengerjai kakak osis itu Dila kehilangan uang 100 ribu, waktu malam sepatunya digigit tikus, besoknya terkena gosokan panas pada bagian tangan, dan terkena pisau saat ingin memotong buah apel.

"Ingetin itu aja terus sampe' tahun depan."

"Itu pelajaran buat lo, jangan ngerjain orang yang gak bersalah. Bener apa yang gue takutin waktu itu, nanti kualat. Makanya gue gak mau ikut-ikutan."

Dila menghela napas panjang dan membaringkan tubuhnya di atas kasur yang terpisah dengan Dila.

"Besok kta makan bakso depan sekolah yuk."

Putri mengabaikan ucapan Dila.

"Gue yang traktir."

Baru kehilangan uang main traktir-traktir aja. Meskipun lo traktir gue gak mau, ketinggalan jaman banget sih lo kalau tempat bakso itu ada penunggunya. Kan gue gak mau makan di dampingi sama setan.

Seelah itu, mata Putri terpejam dan langsung berlabuh ke alam mimpi.

***

Akhirnya hari pertama pembelajaran resmi didapatkan oleh siswa-siswi baru. Hari yang ditunggu-tunggu, tetapi kalau sudah terus-terusan akan mengakibatkan rasa bosan.

Pelajaran dimulai, PR menanti, ulangan menunggu, remedial mengecewakan, dan guru yang kadang marah kadang baik. Semuanya komplit menjadi satu ada di dalam kelas, ditambah satu yaiu murid yang menjadi lawan itu semua.

Pagi ini, pukul 08.00 AM terdapat 2 manusia yang duduk di bangku depan pojok dekat dinding-tidak dekat dengan pintu-, di belakangnya juga ada 2 manusia lagi. Mereka saling mengunci mulut dan malah memilih untuk memainkan handphone masing-masing. Tidak berlangsung lama, salah satu dari dua manusia yang duduk di depan mengeluarkan suara.

"Eh, nama lo siapa?" Tanyanya yang bernama Arla.

"Dila."

"Putri."

Arla mengagguk dan menjabat tangan keduanya. Teman sebangku Arla-Elfa-juga mengikuti tingkah Arla.

"Gue Elfa."

"Kalian dari sekolah mana?" Tanya Arla.

"Kita beda sekolah, gue SMP Islam An-nur, dia di SMP 17." Jawab Putri dan diberi anggukan oleh Arla, Elfa juga.

Setelah mengalami fase pendiaman diri, akhirnya mereka berbicara dan saling berkenalan. Keempatnya juga saling bertanya nama dan asal sekolah.

***

Siapa sangka kalau dua manusia-dua manusia yang baru berkenalan tadi sudah seakrab ini. Canda tawa menyelimuti mereka saat pergi ke kantin. Arla dan Elfa yang sejak tadi mengucapkan nama yang aneh-aneh membuat Dila dan Putri bingung.

"Kepala bombon kok sekolah di sini ya?"

Arla mengikuti tangan Elfa yang sedang menunjuk kepala bombon itu. "Mana?"

"Itu, yang di depan bulek salome."

Dila dan Putri mengernyitkan dahi. Siapa kepala bombon itu dan kenapa namanya kepala bombon. Apa susahnya jika memanggil namanya saja.

Sejarah kepala bombon : Dulu ada teman Arla dan Elfa waktu SMP namanya Nita, yang menyukai cowok berparas tinggi dan suka bermain basket. Cowok itu pernah sekelas dengan Elfa waktu kelas 7. Nama cowok itu Juno, entah kenapa setelah tau Nita suka dengan Juno, Elfa malah geli sendiri. Beberapa hari kemudian, Elfa memberi julukan untuk Juno yaitu kepala bombon. Karena kepalanya mirip permen 'hot hot ball warna merah rasa mangga'.

"Jurusan apa dia?"

"Pemasaran kali."

"Rambutnya kok acak-acak gitu sih kaya' gak mandi."

"Dari dulu emang kaya' gitu kali."

Dila dan Putri hanya menyimak pembicaraan Arla dan Elfa yang lebih tepatnya sedang membicarakan orang. Pembicaraannya begitu mengasyikkan, hingga keduanya menabrak guru.

"Aduh!" Ucap Arla dan Elfa bersamaan.

"Lain kali kalau jalan hati-hati." Ucap guru itu ketus.

"Maaf Pak."

Guru itu berperilaku dingin. Arla sudah mengeluarkan beberapa perkataan yang dia ucapkan di dalam hati. Elfa hanya beristighfar dan memohon ampunan.

"Dasar guru suka suruh-suruh." Celetuk Putri.

Arla mengernyitkan dahi, Elfa juga.

"Sejak kapan lo tau kalo guru itu suka nyuruh-nyuruh Put?" Arla dan Elfa bingung bersama.

Sakarim KakelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang