Tips 5: Branding Diri Dengan Saingan

905 144 9
                                    

"Kak, kalo ini tau nggak?" Shafiya menyodorkan kertas ujiannya diam-diam. Tangan kanannya melingkari soal nomer 25 dengan goresan pensil. Melirik ke arah pengawas ujian sesaat, gadis itu kembali menoleh pada Raldi.

"Oh, itu." Raldi mengangguk. Lalu, disilangnya jawaban A pada soal pilihan ganda Shafiya. "Contoh di atas termasuk Hukum Gossen 1, Shaf."

"Kok bisa?"

"Simpelnya, Hukum Gossen 1 dikenal dengan the law of diminishing marginal unity."

"Kepuasaan yang semakin menurun?"

"Bener banget! Coba kita analisis jawaban A." Raldi mengarahkan pensilnya pada kertas soal. "Della meminum es sirup pada gelas pertama. Menyegarkan. Lalu, meminum lagi pada gelas kedua. Sangat menyegarkan. Ketika gelas ketiga, terasa biasa saja. Gelas keempat, Della kekenyangan dan kemungkinan akan muntah. Gelas kelima, dia tidak mau minum es sirup lagi. Menurut kamu, kepuasaan Della semakin menurun nggak? Atau  bertambah?"

Shafiya mengangguk. "Menurun."

Senyumannya merekah. Tidak hanya sekali dia menanyakan jawaban ulangan kepada Raldi. Raldi pun tak keberatan membantu gadis tersebut dengan sikap ramahnya. Atau  saling pinjam alat tulis sambil bercanda---meski jayus.

Namun, keadaan itu berubah 180 derajat ketika Shafiya mengaku memiliki perasaan yang lebih terhadap pemuda tersebut.

Sikap Raldi cenderung menjauh, acuh tak acuh dan tidak tersentuh.

"Ah." Shafiya mendesah sebal.

Bu Nurul masih menyuarakan keinginannya menerangkan kebudayaan suku Maya. Akan tetapi, Safiya tidak begitu antusias. berkali-kali ia menguap lebar, bosan. Kenangan dengan Raldi seolah membuat kilas balik. Memilukan.

"Ret," bisik Shafiya menyikut pelan lengan Retta. Berada dalam radius lumayan jauh dari papan tulis, membuatnya leluasa berbicara di tengah jam pelajaran. "Kamar mandi, yuk."

"Ngapain?" Kening Retta otomatis berkerut.

"Sekalian ke kelas Kak Raldi. Masa gue nge-chat dari jam tujuh malem sampai sekarang pukul delapan pagi belum juga dibales! Di read aja masih untung. Lah, ini enggak. Ngeselin banget nggak, sih," dengus Shafiya senewen. "Padahal, chat dia gue sematkan di paling atas."

"Itu tandanya, lo bukan prioritas Kak Raldi. Tolong sadar diri, ya. Emang lo siapanya? Saudara? Pacar? Eh, lupa. Kok pacar, sih. Lo sama dia 'kan belum jadian. Nggak akan pernah jadian juga kayaknya." Lagi, dengan mulut blak-blakan yang tidak tahu situasi, Laras menyahut dari bangku belakang Shafiya. Mulut pedasnya sedari tadi gatal ingin mengomentari hubungan sahabatnya dengan Raldi.

Mata Shafiya kontan mendelik, tajam. Bahunya naik turun menahan amarah. Sialan. Perkataan Laras seperti tamparan telak yang tak kasat mata. "Jaga mulut lo."

"Apa? Gue bicara fakta," dalih Laras enteng sambil mengedikkan bahu tak acuh.

Menyadari situasi memanas antara Shafiya dan Laras, Retta menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Hidungnya mampu menghirup aroma ledakan perang dunia persahabatan keduaa yang sebentar lagi akan dimulai jika dibiarkan.

"Katanya, mau ke kamar mandi, Shaf? Ayo, sekarang aja. Gue juga kebelet," ajaknya mengalihkan perhatian gadis berambut sebahu itu. Dengan cepat, ditariknya lengan Shafiya menjauhi Laras.

Setelah mendapat izin dari Bu Nurul, mereka berdua segera melesat menuju kamar mandi yang kebetulan persis di sebelah kelas Raldi---XII IPS 1.

"Gue heran, deh. Laras tuh tiap hari makan apa, sih? Mulutnya tajam banget! Gue curiga dia makan bon cabe level 100 lima hari sekali," rutuk Shafiya gusar demgan menghentakkan kaki ke lantai marmer.

Retta bergeming, tidak menanggapi. Diapit dua orang yang memiliki kepribadian melankonis serta sarkatis membuat kepalanya mendadak pening---seperti sekarang. Padahal, mereka bertiga bersahabat sejak kelas 4 SD.

Shafiya merentangkan tangan kanannya tanpa aba-aba, menghalangi jalan Retta yang berada di belakang. Mata gadis itu memicing, seolah sedang menginvestigasi. "Tunggu, deh."

Kening Retta spontan berkerut. "Ada apa?"

"Itu siapa yang lagi dua-duaan di koridor?"

Tanpa diperintah dua kali, tatapan Retta bergerak ke arah yang ditunjuk Shafiya. Dia menangkap dengan jelas dua sosok yang tengah berbincang seru di koridor. Terkadang, salah satunya tertawa ketika menanggapi.

"Kak Raldi sama saingan lo nggak, sih?"

"Sialan. Dia lebih unggul dari gue," maki Shafiya seraya menggembungkan pipi.

"Iya, mereka berdua keliatan lebih deket," gumam Retta tanpa melepaskan bidikannya. "Kepoin juga saingan lo, Shaf. Apa aja kelebihan dan kekurangan dia. Terus, apa poin plus-nya sampai hati sekaku Raldito Wiratama bisa luluh."

"Ssttt, mereka makin deket," bisik Shafiya yang berjalan mendahului Retta. Dalam benaknya, ia menerima saran tersebut lantaram mengingat tips kelima di Panduan Mendekati Gebetan.

Shafiya menarik napas, mengembukannya perlahan, lalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Jarak antara dirinya dengan Raldi hanya beberapa langkah, hal ini yang membuat perasaannya membuncah sulit dikendalikan. Zat dopamine dalam otaknya memompa kebahagiaan yang luar biasa.

Berbeda dengan Shafiya yang antusias, Raldi cenderung biasa saja. Bahkan, melengos tanpa menoleh sedikit pun ketika melewati Shafiya. Jika Shafiya tidak menyapanya duluan, bisa dipastikan keduanya tidak akan bertegur sapa.

"Hai, Kak Raldi."

Mendengar namanya disebut, Raldi melirik sekilas. Lalu, tersenyum simpul.

"Tadi habis ke mana, Kak?" Shafiya tidak patah arang.

"Ke ruang KEPSEK, sama panitia FKS lain, sih."

"Hai juga pacarnya Kak Raldi." Tangan kanan Shafiya terulur menjabat tangan Gistav. Tersenyum penuh kepalsuan, sengaja menyebut 'pacar Kak Raldi' dengan maksud terselubung. Meskipun ia sendiri tahu nama lengkap saingannya melalui gosip-gosip yang beredar, ia akan tetap berpura-pura tak kenal.

Mari kita tunggu reaksi Gistav, apakah benar mereka memiliki hubungan lebih dari teman?

Semoga saja tidak, batin Shafiya.

"Siapa yang pacaran!?" Gistav dan Raldi berkata bersamaan. Kemudian, keduanya saling lempar pandangan. Lalu, terdengar tawa renyah baik dari Gistav maupun Raldi.

"Nggak, kok. Aku sama Raldi nggak pacaran," dalih Gistav, cepat.

"Tapi, rencananya emang mau pacaran. Doain, ya, Shaf," celetuk Raldi asal tanpa pikir panjang.

Ah, seandainya Raldi mengetahui bagaimana efek kehancuran dari kalimatnya barusan.....

***

Shafiya's Note

Namanya Gistav. Ternyata, selidik punya selidik nama lengkapnya Gistavia Ezperanza.

Murid baru dari SMA Tetra Yogyakarta. Baru pindah satu minggu yang lalu, dan sukses merebut hati Kak Raldi.

Gue bingung, gue harus percaya apa enggak sama ucapannya.

Kak Raldi anaknya kelewat idealis, kenapa dia bisa begitu blak-blakkan  cerita oal romansa ke gue yang NOTABENE cuma ADIK KELAS?

Apa dia boong?

Apa dia sengaja supaya gue perlahan menjauh?

Tapi, kalo ternyata bener gimana?

***

Panduan Mendekati GebetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang