Tahap Berdamai Dengan Diri Sendiri

790 102 7
                                    

"Lo yakin mau melepaskan Kak Raldi setelah rentetan peristiwa yang terjadi?" komentar Retta tidak habis pikir. Pasalnya, Shafiya yang ia kenal bukanlah Shafiya yang dengan gampangnya keluar dari masalah.

"Terus, gimana lagi? Gue udah lelah dikecewakan, Ret. Gue bisa apa? Lagian, bentar lagi semester 2, kan? Kak Raldi pasti lebih fokus USBN, UTBK, UPRAK, dan sederet ujian lain." Shafiya mengembuskan napas panjang. Sorot matanya penuh keputusasaan. Gadis berambut sebahu itu bangkit, meraih botol oranye Laras yang diletakkan di tepi lapangan samping pohon flamboyan. Meneguknya tanpa seizin sang pemilik.

"Seengaknya, selesein dululah urusan lo sama Kak Raldi," timpal Retta seraya mengedarkan pandangan ke murid-murid esktrakulikuler badmiton yang sedang berlatih di tengah lapangan. Saat ini, mereka berdua tengah menunggu Laras selesai latihan, setelah itu, mereka bertiga akan sama-sama menghabiskan waktu ke Kedai Brunneis.

Shafiya menggeleng tegas. "Gue sama Kak Raldi udah selesai. Kita cuma temen," elak Shafiya menekan kata 'cuma'.

Retta berdecak. "Ada satu hal yang belum lo seleseikan, Shaf."

Kedua alis Shafiya sontak terangkat. "Apa?"

"Bab terakhir di buku Panduan Mendekati Gebetan. Waktu itu, lo cerita sama gue sudah menyeleseikan Tips 7, berarti Tips 8 sekaligus terakhir yang terlaksana."

Shafiya tertawa hambar. "Bahkan, buku itu aja udah gue lupain, terlalu sering dipinjem Auden."

"Shaf." Retta mendesah berat. "Apa lo nggak mau menjalankan Tips Sembilan terakhir yang isinya Nyatakan Perasaanmu Di Depan Gebetan? Buat apa dipendem? Seengaknya, supaya Kak Raldi tau kalo lo pernah suka sama dia. Supaya semuanya lega dan bikin lo cepet move on tanpa kepikiran kata i love you yang nggak sempat terucapkan."

Saat itu, ada satu hal yang dipikirkan Shafiya. Ungkapkan, atau akan menjadi kata fana yang tak sempat diucapkan.

***

Bel berakhirnya pembelajaran berdentang lima menit yang lalu. Beberapa siswa berhamburan keluar kelas, sisanya ada yang ke kantin atau basecamp klub ekstrakulikuler, karena Shafiya termasuk siswa apatis yang tak aktif berorganisasi, pilihannya sepulang sekolah saat ini jatuh pada Kedai Brunneis. Ia berjalan bersisian di samping Retta selagi menunggu Laras yang ada urusan sebentar di kamar mandi.

"Shaf, ada Kak Raldi," bisik Retta sambil menyenggol lengan Shafiya. "Ungkapkan, atau akan menjadi kata yang tak sempat diucapkan."

Perasaan Shafiya mendadak gamang. Ragu menyergap batinnya. Ia sangat yakin Raldi tidak akan membalas perasaan gadis itu, lantas kenapa ia tetap menyatakannya kepada Raldi?

"Kenapa?"

Gemas dengan pertanyaan Shafiya yang seperti orang linglung, Retta mendorong tubuh temannya ke arah Raldi yang berjalan. Raldi yang tak siap dengan kehadiran Shafiya pun terkesiap.

"Ada apa, Shaf?"

"Kak Raldi," ucap gadis itu lirih sambil melirik Retta. Retta menunduk antusias, berusaha meyakinkan. "Kak Raldi ... sebenernya...."

Raldi sontak mengangkat sebelah alisnya. "Iya? Apa?"

Jantung Shafiya bekerja di luar batas normal, keringat dingin sebesar biji jagung membanjiri pelipisnya, bibirnya teramat kelu menjalankan tips terakhir di buku Panduan Mendekati Gebetan, meneguk ludahnya tegang, ia pun mengucapkan dengan terbata-bata. "Aku mau jujur, Kak. Sebenernya, aku suka sama Kak Raldi sejak lama."

Bibir Raldi seolah terkunci rapat. Harusnya, ia tidak perlu syok mendengarkan fakta ini, pasalnya perilaku Shafiya menunjukan sikap lebih dari teman. Akan tetapi, ketika Shafiya yang mengutarakan langsung seperti berbeda?

Panduan Mendekati GebetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang