Tips 6 - Selalu Berikan Perhatian

798 135 6
                                    

"Lo udah minta maaf sama Shafiya?"

Baru saja Raldi hendak mendaratkan tubuhnya di kursi sebelah Gistav, Marsha tau-tau sudah berada di depan bangku cowok tersebut. Gadis berjilbab itu menopang wajah dengan tangan kanan dengan pandangan menatap iris hitam Raldi.

"Belum," respon Raldi singkat.

Marsha berdecak, "Kenapa?"

"Kenapa aku harus minta maaf?'
Terkadang, ia tidak habis pikir dengan sikap Marsha yang terlalu perasa. Tanpa diminta, dia sering ikut campur ke dalam masalahnya dengan Shafiya.

"Lo nggak merasa bersalah sama dia?"

"Dikit, tapi kan bukan salahku. Harusnya, dia paham dong kalo aku nggak mau diganggu. Kenapa dideketin mulu?"

"Raldi, open your mind. Meskipun lo nggak suka Shafiya, hargai perasaannya. Apa susahnya menghargai?"

Mencibir pelan, Raldi mengirim tatapan yang tak bisa ditebak pada Gistav. "Oke, fine, aku hargai perasaan Shafiya. Puas?"

Gistav ingin menyela, tetapi saat terdengar langkah tegap guru Sejarah mereka sudah berada di ambang pintu, ia mengurungkan niatnya. Kalimatnya tertelan kembali.

"Kita bahas lagi sejarah Turki Ismani, ya."

***

Di mata Shafiya---Ekonomi adalah mata pelajaran paling membosankan setelah Sejarah dan Matematika. Hal tersebut dapat dibuktikan dari seberapa banyak gadis itu menguap di tengah materi Pendapatan Nasional atau harapannya yang melambung saat pengumuman panggilan ketua kelas atau apa pun itu.

"Assalamualaikum, panggilan untuk Raldito Wiratama kelas XII IPS 1 harap segera ke ruang rapat sekarang juga."

Panggilan dari interkom sekolah seketika membuatnya menegakkan tubuh.

Seharusnya, ia paling senang 'kan ketika mendengar pengumuman seperti ini?

Namun, kenapa sekarang jadi campur aduk? Perutnya terasa melilit.

"Kenapa?" bisik Shafiya kepada Retta.

Sebagai pengejar Sekolah Tinggi Akuntansi Negara---Retta yang sangat mecintai mata pelajaran Ekonomi hanya menanggapi dengan alis terangkat sebelah.

"Kak Raldi kenapa dipanggil?"

"Kepo banget sih," celetuk Laras dari meja belakang.

Shafiya mencemooh. Kemudian, gadis berambut sebahu itu berjalan melalui rongga bangku, berjalan ke meja Bu Hesty yang sibuk menjelaskan berbagai teori ekonomi.

Bu Hesty mengangguk, merasa keberatan, tetapi mengizinkan. "Jangan lama-lama, ya."

Membentuk simbol oke dengan tangan kanannya, gadis itu melenggang dari kelas dengan perasaan campur baur.

Langkah kaki yang panjang-panjang tanpa sadar membawa Shafiya ke ruang rapat sekolah. Namun sayangnya, ruang rapat itu tertutup, begitu juga dengan gorden yang disingkap.

Mendesah berat, otak Shafiya mulai bekerja bagaimana cara mencuri dengar informasi dari dalam ruang ber-AC tersebut. Ia mulai mengintip dari sela-sela gorden, berharap ada sedikit celah yang mampu melihat keberadaan Raldi.

Namun, hasilnya nihil. Kembali ia menguntit dengan lubang kecil di daun pintu. Setidaknya, meski tak mampu melihat wajah manis Raldi, ia bisa mendengarkan suaranya yang dalam sekejap dapat memporak-porandakan perasaan Shafiya.

Panduan Mendekati GebetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang