Tips 8: Perlihatkan Sisi Kehebatanmu

636 92 1
                                    

Buku bersampul merah jambu itu sudah lecek lantaran terlalu sering dibolak-balik gadis berambut sebahu tersebut. Ia menarik napas dalam, lalu membuangnya kasar.
Disodorkannya buku tersebut diam-diam kepada sesosok gadis berkacamata di samping mejanya.

"Gue harus gimana?" bisiknya, bimbang. Jemarinya menunjuk Tips 8 di buku tersebut.

"Menurut lo?" balas gadis yang satunya, tak kalah lirih. Matanya terfokus mengamati video proses terbentuknya bebatuan di layar proyektor.

Shafiya mengangkat sebelah alisnya, tampak sedikit ragu. "Err ... memperjuangkan, sih. Tapi, yang diperjuangin malah merjuangkan cewek lain."

Retta tersentak, dengan cepat gadis itu menoleh ke arah teman sebangkunya. "Hah? Siapa?"

Bahu Shafiya tiba-tiba melorot. Gadis berambut sebahu itu menopang dagu seraya menciptakan lengkungan bulan sabit terbalik di bibir merah mudanya. "Kak Gistav. Kak Gistav sama Kak Raldi udah kenal dari dulu banget. Bahkan, kembarannya Kak Gistav aja sahabat kecil Kak Raldi. See? Gue remahan upil."

"Tunggu," sela Retta, cepat. Ia menghentikan aktivitasnya sesaat, lalu mengarahkan tatapan mengintrogasi pada sahabat yang merangkap menjadi teman sebangku. "Lo tau darimana?"

Tidak sanggup menahan cerita tentang dirinya dan Raldi yang menghabiskan separuh malam  berdua di balkon kamarnya seorang diri, cerita tentang peristiwa kemarin pun meluncur begitu saja di mulut Shafiya.

Persis sesuai dugaan Shafiya, mata Retta terbelalak lebar bersamaan tangan kanan yang terulur membungkam mulutnya sendiri. "Serius, lo?" pekiknya tertahan.

Mencebik kesal, Shafiya menukas gemas, "Lo pikir gue bercanda? Astaga, tingkat ke-baper-an gue udah maksimal, loh, sejak insiden di balkon kamar." Ia sudah tidak peduli lagi dengan pelajaran Geografi di depan. Fokusnya tak beralih dari si ketua pelaksana  Festival Kesenian Siswa.

"Tapi, Shaf, bisa aja gitu rasa perhatiannya Kak Raldi ke Kak Gistav cuma sebatas adik dan kakak."

Satu buah bohlam menyembul di atas kepala Shafiya saat mendengar sudut pandang Retta. Benar juga! Kenapa terpikirkan selama ini?

Khawatir bukan berarti cinta.
Perhatian bukan berarti sayang.
Dekat bukan berarti terikat.
Kenal sudah lama bukan berarti memiliki.

Lengkungan bulan sabit terukir manis di bibir gadis berambut sebahu tersebut. Rencana melancarkan modal dusta sudah tersusun baik-baik di otaknya.

Ah, masih ada harapan untuk memperjuangkan, begitu pikirnya.

Akan tetapi, senyum manis itu tidak bertahan lama. Dalam sekejap, berubah cengiran masam kala sebuah penghapus papan tulis melayang tepat mengenai pelipisnya. Disusul ledakan tawa dari teman satu kelas.

Shafiya meringis, menahan sakit dari penghapus sialan yang telah menciptakan goresan hitam keabuan di pelipis kananya. Di sisi lain, ia menanggung malu akibat ledekan dari teman sekalas.

"SHAFIYA MAYRELZA, KELUAR KAMU DARI PELAJARAN SAYA."

***

Ketukan sol sepatu dengan lantai koridor kelas XII beradu menimbulkan kebisingan. Suaranya yang bertempo cepat disusul derit langkah panjang seseorang yang berusaha mengikis jarak.

"Ral," panggil seseorang berjarak beberapa radius di belakangnya.

Seseorang yang sedang berjalan cepat seakan diburu waktu itu menoleh. Seketika menghentikan langkah. Kedua alis ulat bulunya bertaut. "Kenapa?"

Panduan Mendekati GebetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang