24. Perang Saudara

170 33 12
                                    

"Tapi emangnya wajar, Kak kalo Kak Nathan berantem sama Kak Daniel yang notabenenya sahabatnya sendiri sampe bikin Kak Daniel hampir di drop out dari sekolah?"

"Hah?! Hampir di D.O gimana?!"

"Iya, gara-gara berantem-"

Drrrt drrrt

Mengetahui ada yang menelpon Elina, Nasya memutus kalimatnya. Demi apapun, Elina ingin menyumpahi siapapun yang menelponnya detik ini juga. Ia sudah penasaran setengah mati tentang hal ini. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Elvano. Cowok itu yang menelponnya.

Sebenarnya Elina kesal, malas sekali rasanya untuk mengangkat panggilan tersebut. Tapi jika ia mengabaikan panggilan tersebut, ia takut jika ini penting. Pasalnya jarang sekali kakak laki-lakinya itu menelponnya, kecuali saat situasinya benar-benar penting.

"Bentar ya, Sya." Lawan bicaranya hanya menganggukkan kepalanya cepat. Elina menekan dan menggeser icon berwarna hijau kemudian mendekatkan benda pipih itu ke telinganya. "Kenapa, Kak?" tanya cewek itu langsung pada intinya.

"Lo dimana?" kata cowok di seberang sana malah balik bertanya.

"Di rumah temen."

"Balik sekarang, cepetan."

"Kenapa emangnya?"

"Gak usah nanya-nanya mulu, cepetan balik. Nyesel lo kalo gak pulang sekarang," kata Elvano mengancam.

"Gue lagi ada urusan, Kak."

"Kalo gak balik sekarang gue jual lagi nih sepatunya," ancam Elvano untuk kedua kalinya.

"Lo beliin gue sepatu?"

"Hm,"

"Ya elah, Kak. Urusan gue jauh lebih penting dari pada sepatu baru. Kalo mau dijual lagi ya udah, jual aja," jawab Elina tak peduli.

"Serius nih ya gue jual lagi?"

"Bodo amat!"

Elina menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Ia menekan icon gambar telepon berwarna merah. Ia memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Ia tidak percaya jika cowok itu menelponnya hanya untuk hal yang benar-benar tidak penting seperti itu. Menyebalkan.

Elina menaruh ponselnya diatas sofa, tepat disebelah tempat ia duduk. Ia berusaha untuk kembali fokus pada lawan bicaranya. Rasa penasarannya tentang kelanjutan cerita tersebut masih belum hilang.

"Udah Kak?" tanya cewek yang duduk di sebelah Elina ragu. Lawan bicaranya hanya mengangguk cepat.

"Lanjut, Sya. Hampir di drop out gara-gara apa?" tanya Elina penasaran.

"Kak Nathan ngehajar Kak Daniel sampe-"

Line!

Suara notifikasi pesan singkat yang berasal dari ponsel Elina lagi-lagi memutus kalimat yang Nasya ucapkan. Entah mengapa begitu sulit untuk sekadar mengetahui masa lalu Daniel.

"Sialan emang Vano!" kesal Elina.

Untung saja ia berbicara dengan suara yang pelan, sehingga Nasya tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang baru saja ia katakan. Tapi tetap saja, samar-samar Nasya masih bisa mendengarnya.

Elina mendengus sebal. Tanpa pikir panjang cewek itu langsung memasukkan ponselnya ke dalam sling bag miliknya yang tergeletak di atas meja tepat di depannya. Nasya yang melihat hal itu hanya bisa menyeritkan dahi.

"Kok gak dibales, Kak?" tanya Nasya.

"Biarin aja, lanjut aja ceritanya."

"Tapi takutnya penting," kata Nasya khawatir.

[✔] AbstrakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang