8 ▪ Undangan Mati

176 30 5
                                    

AKSEN

"Aksen tunggu, kau mau ke mana?" Alston menarik tanganku membuatku berbalik padanya.

"Aku akan mencari si Ten brengsek itu. Aku harus membuat perhitungan padanya atas apa yang dia lakukan pada Kalea," kataku menggebu.

"Tidak Sen. Dengar, kau bisa menghancurkan semuanya. Kau harus bisa mengontrol emosimu."

Aku tersenyum miring dengan kedua tangan di samping pinggang, "Bagaimana bisa, pria tua? Bagaimana bisa? Kalea dalam bahaya. Aku yakin Ten tengah melakukan sesuatu untuk membunuh Kalea, dan aku tak bisa tinggal diam."

"Aksen percayalah, Kalea baik-baik saja. Aku dapat pesan dari Zeline bahwa mereka sedang diluar sekarang. Lihat, Kalea--"

"Diam. Aku membela pihakku, dan kau membela pihakmu. Okay, aku rasa kita tak disatu pihak lagi sekarang."

Alston memutar kedua bola matanya, "Aku tak mungkin mengkhianatimu. Kita satu tim."

"Kalau begitu, biarkan aku melakukan apa yang ingin kulakukan pada Ten, anakmu!"

"Cih," Alston tersenyum miring, "berhenti mengatakan dia anakku di depanku. Aku bahkan tak sudi."

"Yang jelas sekarang, Kalea in danger. You do not understand what it means to 'danger'?" aku melotot padanya.

Alston menghela napas, seolah kewalahan menghadapiku, "Baiklah, kalau begitu begini saja Sen. Aku akan membiarkanmu untuk melakukan apa pun yang ingin kau lakukan. Tapi ingat, semua resiko ada di tanganmu. Rencana dua tahun kita mungkin bisa hancur begitu saja. Is up to you. I ll follow plus." Alston mengangkat kedua tangannya dan menurunkannya kembali.

Setidaknya amarahku sedikit turun, "Aku akan pergi sekarang."

Sebelum aku kembali berlari dan mencari taksi, seorang wanita tua menghampiri kami. Aku tahu dia berasal dari orang terpandang terlihat dari pakaian glamour yang ia kenakan beserta topi coklat dengan pinggiran yang mengelilingi dan sepatu hak tinggi hitamnya. Dia tersenyum ramah pada kami, tapi tentu aku tahu itu bukan senyum sesungguhnya. Ada sosok iblis yang tersembunyi di dalam dirinya.

"Good afternoon."

Alston mengernyit, merasa aneh, "Good afternoon too. Ada yang bisa kami bantu? Apa Anda perlu mencari alamat?"

"Oh, tidak-tidak," jawabnya dengan masih tersenyum, "perkenalkan, aku Blythe Kayonna." Ia mengulurkan tangan padaku, padahal Alston yang mengajaknya berbicara.

Aku diam, tak berminat menggapai uluran palsu itu. Dasar wanita licik.

Kemudian wajahnya berubah menjadi canggung ketika ulurannya dibiarkan begitu saja diterpa udara dingin, "Apa kau keberatan? Hmm, sorry."

Aku mengangguk pelan dengan kaku. Wanita ini benar-benar membuang waktuku saja. Tapi aku yakin, dia membawa sesuatu yang ingin aku dengar. Instingku berkata begitu, sehingga aku rela menunggunya hingga pergi. Tapi tunggu sebentar, Kayonna? Aku tidak asing dengan nama itu. Ah, iya aku ingat. Shea Kayonna. Dan pasti bisa ditebak ini adalah Nenek kandung Shea.

Kecil kemungkinan Nenek jauh, karena dia sampai menemuiku dan Alston kemari. Pasti dia punya maksud dan tujuan. Mungkinkah meminta ganti rugi secara baik-baik padahal dihatinya dia membenci kami. Dia pasti sudah melihatku di persidangan saat aku berada di pihak Kalea. Bisa jadi kali ini dia tak sengaja bertemu aku di jalan, atau memang dia sengaja mencari.

"Kalau tidak ada keperluan penting, kami ingin pergi," seru Alston.

Blythe kembali merekahkan senyumnya, "Ah, begini. Ada acara di rumah kami. Berkenankah kalian berdua ikut hadir?"

Dangerous Woman [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang