2 ▪ Tak Ada Yang Tahu

578 48 7
                                    

KALEA

Aku pulang dengan kesal. Pria itu, Ten, sudah memarahiku dengan kata-kata tak sopannya. Aku benci pria seperti dia. Ingin saja aku membunuhnya saat itu. Uh... benar-benar menyebalkan. Aku tak jadi menanyainya apapun. Jangankan menanyakan satu pertanyaan, dia saja tidak mengizinkanku berbicara.

Tapi tentu sebelum aku benar-benar meninggalkan hotel, aku sudah menyewa sebuah kamar yang akan kugunakan nantinya. Aku pulang dengan mobil sewaan. Di depan kemudi sudah ada supirku, Cheng Li. Dia dari China. Sebenarnya aku tak mengajaknya untuk ke sini, tapi dia memilih untuk tetap menjadi supirku.

Sebelum tinggal di Kanada, aku tinggal sendirian di Tiongkok. Sebenarnya tidak sendirian juga sih. Aku mempunyai satu pembantu yang sudah aku berhentikan saat aku pindah ke sini. Aku pindah ke sini karena permintaan kakakku, Aksen Cotilard Ravn. Dia tinggal bersama seorang pengusaha sukses, yang aku suka panggil dengan sebutan 'Paman LaoTou'. LaoTou itu artinya tua dari bahasa China. Kalau namanya sih Alston dan aku tidak tahu nama belakangnya. Dia juga bukan keluarga kami.

Kakakku tak sengaja bertemu dengannya saat di bandara sepulang dari dia menemuiku di Tiongkok. Mereka duduk bersebelahan di dalam satu pesawat, kemudian saling bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing dan akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama di apartemen kakakku. Aku sih, no problem. Asalkan dia tidak membuat masalah saja.

Cheng Li menghantarku ke apartemen Kak Aksen dengan GPS. Aku atau pun dia belum hapal jalan di sini. Kami berdua baru tiga hari tinggal di Toronto. Satu jam setelah berada di mobil, akhirnya aku sampai di apartemen Essence D'Avenue. Sementara Cheng Li memarkirkan mobil sewaanku, aku masuk lebih dulu ke apartemen. Resepcionist sudah mengenalku dan aku dipersilakan masuk begitu saja. Begitu juga dengan Cheng Li, karena dia supirku jadi dia bisa masuk kapan saja tanpa harus diperiksa atau check-in terlebih dahulu. Aku naik lift menuju lantai paling atas, lantai 30. Seluruh lantai 30 tidak ada orang luar yang menempati. Hanya aku, Kak Aksen, Paman LaoTou, dan Cheng Li saja tentunya.

•♤•♤•♤•♤•♤•

"Bagaimana?" sambut paman LaoTou ketika aku baru saja masuk.

Aku memutar bola mataku sambil menutup pintu, "Aku tak bisa. Dia terlalu menyebalkan."

Paman LaoTou dan kakakku sedang makan bersama di meja makan. Menu mereka daging dan sepertinya lezat sekali. Tapi mungkin itu hanya untuk Paman LaoTou karena kakakku tidak makan daging.

Aku segera saja duduk di salah satu kursi yang kosong, "Kalian tahu, pria bernama Ten itu sangat menyebalkan."

"Kau harus bersabar," balas paman LouTou sambil menyuap daging panggangnya.

"Dia memang begitu dengan orang baru. Apalagi kau pernah tidak sengaja jatuh menginjak jenazah ibunya," sahut Kak Aksen.

Aku memberengut, "Haruskah aku yang melakukannya?"

"Iya. Bagaimana pun juga kau seorang perempuan yang bisa menarik perhatiannya."

Aku kesal mendengar Paman LaoTou berbicara, "Hanya karena aku perempuan? Bayar saja orang untuk melakukan itu."

Aku berdiri dan meninggalkan mereka dengan angkuh. Aku masuk ke kamar dan mengunci pintunya.

"Kalea?" panggil Kak Aksen.

Tapi aku tak peduli.

"Kalau dia mati, kau akan dapat kekayaannya," Kak Aksen berusaha membujukku.

Dangerous Woman [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang