25 ▪ Sifat Jahat

107 23 8
                                    

KALEA

"Kakak bukan sengaja ingin membunuh Alston, tetapi Blythe memberikan pilihan yang sulit."

Aku yang duduk di meja makan mengangguk, "Iya, aku mengerti. Tetapi dia sudah membantuku mencari Kakak dengan susah payah."

Kak Aksen tersenyum dan merangkulku, "Alston sudah setuju dengan perjanjiannya. Kakak yakin dia pasti pergi dengan tenang karena bukan karena keterpaksaan."

Aku menghela napas, "Entah kenapa aku menyesal dulu karena ingin membunuhnya dengan racun tikus."

"Jadi, racun tikus yang kau beli waktu itu?"

"Iya Kak, itu untuk Paman LaoTou. Lihat, sekarang apartemen sepi tanpa dia. Tiga hari sebelum Kakak pulang, pembersih kamar itu datang ke sini dan membersihkan semuanya. Saat itu Paman LoaTou meminta padanya agar kamarnya dibersihkan hingga sudut-sudutnya, pokoknya sampai tak ada debu yang tertinggal. Aku merasa aneh sih dengan kelakuan Paman LaoTou yang begitu. Dia hanya bilang dia ingin di tempat bersih, putih, dan nyaman. Ternyata itu tanda-tanda kepergiannya," ucapku dengan murung.

"Kalea, sudahlah. Kenapa kamu lemah begini? Kamu jangan termakan kata-kata Kakak ya yang menganggap Alston seperti Ayah Kakak sendiri."

Spontan aku menoleh pada Kak Aksen dengan terkejut, "Apa? J--jadi ... Kakak pura-pura?"

Kak Aksen menarik tangannya dan mengangguk, "Iya, Kalea, itu demi kamu."

"Tapi Kakak nggak bisa begitu. Paman LaoTou merelakan nyawanya karena menganggap kita sebagai anaknya dan ia pikir itu tugas seorang ayah untuk melindungi kita."

"Tetapi Kakak tidak pernah menyayangi siapa pun selain kamu, bahkan orang tua kita sendiri." Kak Aksen menatapku nanar.

"Kak?"

"Kakak tahu Alston sudah bersama Kakak hampir lima tahun dan kita selalu bersama. Tetapi itu tidak membuat Kakak melihat dia sebagai orang yang berarti dalam hidup Kakak."

Aku menghela, "Sedangkan aku merasa bahwa dia benar-benar menggantikan sosok ayah kita."

Kak Aksen mengelus pundakku, "Sudahlah."

"Apa Kakak akan tetap melanjutkan rencana setelah Ten kita tangkap?"

"Tentu saja, karena Kakak juga ingin membunuh Ten atas dendam anak kecil yang belum terselesaikan, bukan karena rencana Alston. Kalau bukan karena diri Kakak sendiri yang ingin menghabisi Ten, Kakak pasti tidak akan menjalankan rencana Alston apa pun imbalannya."

Aku tertegun. Kejahatan yang Kak Aksen miliki sudah jauh melampaui batas di atasku. Setidaknya aku masih bisa merasakan kasihan terhadap orang-orang terdekatku, termasuk Cheng Li, Paman LaoTou, dan Zeline.

"Oh iya, Kalea, Kakak ingin beritahu sesuatu padamu."

Aku mengernyit, "What is that?"

"Tentang pembunuh Stephian Gild. Siapa yang membunuhnya?"

Pembunuh Stephian Gild? Kupikir yang membunuhnya adalah Kak Aksen.

Kemudian Kak Aksen tersenyum, "Dan kau tahu, Kakak sudah berbohong padamu. Kakak tidak tahu dimana keberadaan Ayah kita sampai saat ini. Sejak hari Mama membawamu, Ayah tak pernah kembali. Kakak tinggal di rumah kita dulu, sendirian."

"A--apa? Kenapa Kakak berbohong?"

"Aku hanya tidak ingin membuat khawatir adikku yang satu ini. Kemudian dua tahun setelahnya, ada dua orang pria berpakaian seragam, tetapi Kakak tidak tahu mereka siapa, datang ke rumah Kakak. Katanya, daerah rumah Kakak itu mau dipindahkan dan seluruh rumah dihancurkan. Kakak tidak tahu apa-apa dan menyetujui saja. Mereka membeli rumah Kakak seharga tiga ratus juta, Kakak tidak tahu apakah itu terlalu rumah untuk rumah dua tingkat. Kakak menyetujuinya dan tanda tangan. Tetapi mereka berbohong, mereka hanya memberikan Kakak dua puluh juta. Tapi sudah terlambat, rumah Kakak sudah dihancurkan."

Dangerous Woman [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang