Suatu pagi, di Hertfordshire, seperti biasa kabut menyelimuti dengan sinar mentari yang malu-malu menampakkan sinarnya. Sebuah rumah bata berlantai dua di pinggir anak sungai Thames mendadak ramai. Kelima putra keluarga Bennet bersorak gembira seiring beredarnya kabar bahwa ada seorang Pemuda kaya, tampan dan lajang bernama Johnny Seo datang mengunjungi desa mereka, Hertfordshire. Pemuda itu tidak hanya berkunjung, tetapi menggelar sebuah pesta dansa sebagai satu cara untuk mengenal lebih dekat warga setempat.
"Dia lajang!" Pekik Renjun, putra keempat keluarga Bennet.
"Siapa?" Tanya Doyoung, putra kedua.
"Johnny Seo. Mereka bilang ia memiliki penghasilan lima ribu poundsterilng dalam satu tahun!" Jawab Haechan, putra bungsu Bennet.
Kun, putra sulung keluarga Bennet hanya tersenyum.
"Kembalilah ke aktivitas kalian. Tidak baik menguping pembicaraan Mama dan Papa."
Renjun dan Haechan menggerutu, namun menuruti ucapan kakak tertuanya. Mereka kembali berkutat menyiapkan sarapan di dapur, sedangkan Jungwoo sibuk menghafal not balok dan memainkan tuts pianonya dengan sangat hati-hati. Doyoung berdiam diri di dekat jendela sambil membaca buku kesukaannya. Sementara Kun membantu Ten, pembantu rumah mereka untuk menjemur pakaian.
"Well, sepertinya berita ini sudah menyebar ke kalian semua." Ucap Mr. Bennet kepaada kelima puteranya. Papa dari lima putera itu menyisir jenggotnya yang sudah memutih, lalu menyesap teh dari cangkir porselen miliknya.
"Izinkan kami datang ke pestanya, Papa." Haechan merajuk. Ia ingin sekali menghadiri pesta dansa sejak beberapa waktu yang lalu.
"Kau harus mengirim mereka agar tidak dinikahi oleh pamannya yang sedikit congkak itu, Mr. Bennet." Mrs Bennet mendesak suaminya supaya memperbolehkan mereka datang ke pesta dansa tersebut.
Mrs Bennet adalah tipikal Ibu yang sangat antusias mendorong kelima puteranya untuk dinikahi oleh keluarga kaya raya. Hal ini didasari oleh keadaan ekonomi mereka yang sangat rendah. Keluarga Bennet ingin kelima anak emasnya hidup sejahtera tanpa sedikitpun merasa terbebani dengan masalah keuangan.
"Baiklah, kalian boleh pergi." Ucap Mr. Bennet final.
Mrs. Bennet, Renjun dan Haechan bersorak. Ribut dengan pakaian mana yang akan dipakai nantinya. Namun berbeda dengan putra pertama dan kedua kedua, Kun dan Doyoung. Mereka berdua hanya tersenyum melihat kegembiraan adik-adiknya. Jungwoo, putra ketiga Bennet malah lebih asik memainkan pianonya ketimbang antusias dengan pesta dansa.
...
Suara violin, harpa dan cello memenuhi indera pendengaran keluarga Bennet saat memasuki halaman luas keluarga Seo di Netherfield. Musik dansa klasik khas abad itu terdengar rancak dan ceria. Para wanita memakai gaun mekar nan indah dengan rambut disanggul rapi ke atas. Ada beberapa juga yang menggunakan aksesoris bulu pada sanggulannya. Sedangkan pria, memakai jas kebanggaan dengan renda di sekeliling lehernya.
Ruangan megah bernuansa emas itu tampak meriah. Lampu gantung kristal menghiasi langit-langitnya. Vas bunga berisi berbagai macam dedaunan dan mawar potong terlihat mengambang di dalamnya. Spot minuman, snack, dan makanan berat tampak ramai dengan hiruk pikuk tamu yang asik bercengkerama dengan kolega maupun rekan kerja. Lantai dansa utama dipenuhi oleh berpuluh pasangan yang sedang menari, mengagumi pasangan satu sama lain.
"Kau akan menjadi pusat perhatian disini, Kun." Ucap Doyoung yang masih mengamati dekorasi rumah mewah itu.
"Kau juga." Jawab Kun.
"Kau lebih menarik perhatian daripada aku."
Kun tersipu malu. Senyumnya manis, hingga pria maupun wanita disana terpesona olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indifference [Taeil x Doyoung] ✔
RomanceFrom the first moment I met you, your arrogance and conceit, your selfish disdain for the feelings of others made me realize that you were the last man in the world I could ever be prevailed upon to marry. (Pride and Prejudice, Jane Austin)