Kun sudah sembuh dan sanggup untuk kembali pulang setelah beberapa hari menginap di kediaman megah keluarga Seo.
"Kami sangat berterimakasih karena sudah merawat Kun dengan sangat baik, Johnny Seo." Ucap Mrs. Bennet sebelum naik ke atas kereta.
"Sudah menjadi kewajiban kami merawat Kun Bennet karena memang kami yang membuatnya sakit." Jawab Johnny sopan, dengan senyuman ramahnya.
"Ah, jangan begitu. Kami sangat senang Kun bisa menginap disini dan menjadi lebih dekat dengan Anda, Johnny Seo." Ucap Mrs. Bennet setengah berbisik.
Johnny dengan murah hati tersenyum lebar, menunjukkan jika ia setuju dengan pernyataan Mrs. Bennet.
Di sisi lain, Doyoung sedang bersiap memakai jubahnya dan berjalan menuju kereta. Ia menundukkan kepalanya saat melewati Johnny Seo dan Taeil Moon. Pria itu berdiri mematung di dekat pintu kereta.
"Nice to see you again, Doyoung Bennet." Ucap Taeil sembari membantu Doyoung menaiki keretanya.
Doyoung membelalak, menatap pria bermarga Moon yang masih memegangi tangannya. Merasa ditatap, Taeil segera melepaskan tangannya dan bergegas masuk ke dalam rumah sebelum kereta keluarga Bennet pergi.
"Kurasa temanmu sangat kekurangan sopan santun, Mr. Seo." Ucap Mrs. Bennet sinis.
"Panggil saja Johnny."
"Oh, iya. Maafkan aku."
"Mr. Moon memang seorang yang tertutup, Mrs. Bennet. Sopan santunnya setara juga dengan bangsawan lain. Hanya saja ia sedikit berwatak dingin." Jelas Johnny panjang lebar.
"Meski begitu ia terlihat angkuh."
Johnny tersenyum,
"Hanya kelihatannya. Ia orang baik."
Mrs. Bennet sedikit tidak suka saat Johny membela Taeil yang dianggapnya tidak sopan dan arogan.
"Kami pergi dulu, Johnny. Sampai bertemu lagi."
Johnny mengangguk lalu mundur beberapa langkah.
"Hati-hati di jalan."
...
Keluarga Bennet mendapat tamu spesial pada malam harinya.
Taeyong Lee, pria yang mewarisi segala harta keluarga Bennet, sekaligus paman dari kelima putra tampan keluarga itu. Taeyong sedikit banyak lebih pendek dari Johnny Seo, namun ia termasuk tampan.
Pria itu adalah seorang pendeta di salah satu gereja besar milik Lady Catherine. Ia dididik dan diasuh oleh The Great Lady sejak kecil hingga bisa memimpin jemaat seperti sekarang.
Taeyong juga digadang-gadang sebagai pewaris kekayaan Lady Catherine karena ia sudah dianggap sebagai anak emas. Pria Lee itu juga sudah diberi rumah sendiri oleh The Great Lady.
Suasana makan malam kali ini terasa berbeda. Jauh lebih tenang dan tegang. Kelima putra Bennet juga tidak banyak bicara seperti biasanya.
Wajah Mrs. Bennet mendadak kaku saat Taeyong mulai menyendok kentang ke dalam piringnya. Pria itu tersenyum tipis, menghilangkan grogi yang merambat.
"Jadi, kedatanganku kemari karena utusan dari Lady Catherine." Ucap Taeyong sambil mencomot daging ayam ke dalam mulutnya.
"Beliau menginginkan seorang yang dapat merawat rumah baruku."
Mr. dan Mrs. Bennet saling bertukar pandang, begitu juga dengan kelima puteranya.
"Aku tipe pria yang sangat mudah memuji, seperti yang dikatakan Lady Catherine kepadaku. Haha haha." Taeyong tertawa sendiri.
"Apakah bakat memuji Anda muncul dengan sendirinya atau dengan banyak latihan?" Doyoung menyahut.
"Tentu saja bakat ini natural."
"Cobalah denganku." Doyoung memposisikan dirinya untuk menatap Taeyong.
"Ah- um.."
"Ayo, kami ingin lihat seberapa hebat kemampuan Anda dalam memuji." Doyoung semakin menantang Taeyong yang sedang gugup setengah mati di tempatnya.
"M-matamu indah, seperti ada jutaan konstelasi bintang di dalamnya."
Doyoung tersenyum, mencoba menghargai pujian Taeyong. Tapi faktanya adalah, Doyoung mencoba untuk bersikap sopan.
"Apakah terlihat seperti itu?"
Taeyong mengangguk.
"Jadi.. di mataku ada jutaan konstelasi bintang?"
Taeyong kembali menganggukkan kepalanya, kali ini dengan seutas senyuman.
"Tapi aku tidak merasa kelilipan, Mr. Lee. Kupikir bualan Anda terlalu tinggi."
Ucapan Doyoung berhasil meledakkan gelak tawa seisi ruang makan.
Namun Taeyong belum menyerah.
"Apa maksudmu dengan kelilipan?"
"Anda mengatakan bahwa ada jutaan bintang di mataku, bukan? Sekarang lihatlah bintang di langit, Mr.Lee. Mereka bertebaran seperti debu. Lalu apakah di mataku juga terlihat seperti itu? Kemasukan debu?"
Jawaban Doyoung kembali mengundang gelak tawa.
"EKHEM! Sepertinya keluarga ini membutuhkan misa tentang etika, Mr. Bennet." Taeyong berusaha mengembalikan harga dirinya.
Bukannya merasa tersinggung, Doyoung justru tersenyum mendengar perkataan Taeyong.
"Apakah kau pernah menghadiri misa, Kun Bennet?" Taeyong menatap Kun yang sedang gelagapan dengan pertanyaan tiba-tiba.
"Tentu." Jawabnya ramah.
...
"Mrs. Bennet, aku sudah memutuskan untuk menikahi putramu yang pertama. Lady Catherine pasti akan sangat suka padanya."
Kalimat Taeyong membuat kedua mata Mrs. Bennet terbuka lebar.
"T-tapi ia sebentar lagi akan bertunangan."
"Bertunangan?!"
Mrs. Bennet mengangguk tanda mengiyakan.
"Dengan siapa? Apakah ia lebih kaya?"
"Seo Johnny. Pemilik setengah lahan Derbyshire."
Taeyong mengerjap, menelaah ucapan Mrs. Bennet.
"Kau boleh mempersunting adiknya, Doyoung. Ia juga manis dan pintar."
Taeyong terlihat berpikir sejenak.
"Bagus. Ide yang sangat bagus."
Mrs. Bennet merasa lega. Dua diantara kelima puteranya akan segera lepas dari kemiskinan. Apalagi Taeyong akan mempersunting Doyoung, yang artinya warisan keluarga Bennet akan tetap berada di tangan mereka.
Haloo long time no see ^^
Ceritanya ngawur gak sih? Huhu feel menulisku menguap begitu saja :')Gimme your vomment ^^
And... gaes Macaroon lagi adain giveaway kecil2an dalam rangka syukuran h3h3. Hadiahnya pulsa 10k buat 1 orang aja krn aq misqin :(
Syaratnya cuma doain Macaroon biar lancar sidang dan cepat lulus^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Indifference [Taeil x Doyoung] ✔
RomanceFrom the first moment I met you, your arrogance and conceit, your selfish disdain for the feelings of others made me realize that you were the last man in the world I could ever be prevailed upon to marry. (Pride and Prejudice, Jane Austin)