Part 10

61 7 1
                                    

Waktu terus berganti. Perubahan pun menemani. Tapi satu hal yang ku percayai,  waktu tidak bisa mengubah sesuatu yang telah terjadi.

***

Di sebuah taman kota, dengan goresan jingga di cakrawala.  Seorang anak laki laki memakai seragam SMP duduk di bangku taman, wajahnya  bahagia sambil memegang sebuket bunga, dia sedang menunggu gadis yang dicintainya datang. Tapi setelah lama menunggu,  gadisnya tak kunjung datang. Goresan jingga sudah berubah jadi gelap gulita. Anak laki laki itu sudah merasa Lelah menunggu.  wajahnya berubah menjadi muram. Ia beranjak dari duduknya dan meninggalkan taman. Di persimpangan jalan Komplek Rumahnya ia melihat gadisnya sedang jalan sambil bersendau gurau dengan  sahabatnya.   Anak Laki laki itu sontak meremas buket bunga yang digenggamnya dan membantingnya asal di jalan.  Terlihat gadis yang dicintainya digenggam tangannya oleh laki laki lain membuat dirinya merasa tambah kecewa. Ia berlari sekuat tenaga agar sampai rumahnya tapi naas kecelakaan itu menimpanya.

Aras Bangun dari tidur, dengan wajah yang sudah dibanjiri dengan keringat. Ia melihat jam yang ada di atas nakas, pukul 17. 17. Keningnya berkerut merasa aneh aja angkanya. Ia mengusap wajahnya gusar. “Sial mimpi itu lagi. Kenapa gue harus di ingetin dengan kejadian itu lagi sih.” Aras membuka ponselnya, ia iseng iseng searching google tentang angka jam yang unik itu.  17. 17 artinya dia mau ngomong. “ dia?” Aras bermonolog sendiri,  seketika  otaknya berputar ke kejadian siang tadi. “Ahhhh.” Aras berterisk frustasi dan menjambak rambutnya sendiri. 

Dok Dok Dok….
Suara ketukan pintu kamar Aras

“Den Aras.  Den Aras kenapa? Kok teriak teriak jangan buat bibi khawatir den.”

Aras bangkit dan membuka pintu kamarnya, terlihat Bibi Inem  pembantunya yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun itu terengah engah sambil membawa kemoceng ditangannnya.

“Aras gak papa kog bi, tadi Aras kaget soalnya ada kecowa tiba tiba ada di Kasur Aras.” Alibi Aras yang langsung dipercayai si Bi Inem.

“Oalah to Den… Den… Kirain Bibi tadi kenapa. Perasaan tadi pagi Bibi udah bersihin gak ada apa apa kog Den. Yasudah nanti Bibi bersihin lagi, tapi sekarang Bibi pergi dulu mau bersihin Ruang makan”

“ Ah gak usah tadi udah Aras buang kog Bi.” Lagi lagi Alibi Aras di percayai oleh si Bibi.
Setelah kepergian Bi Inem Aras kembali ke dalam kamar. Ia merebahkan tubuhnya di atas Kasur sambil menatap langit langit kamar. Tiba tiba ia inget tentang Papahnya yang katanya menyuruh Aras pulang cepet cepet, eh malah sampai sekarang Papahnya belum sampai rumah.  Aras mengambil HP  dan menghubungi Papahnya, ia khawatir  jika terjadi apa apa dengan orang tua satu satunya itu. Ya mamahnya sudah meninggal 5 tahun yang lalu karena sakit Leukimia, maka dari itu ia tidak mau kehilangan orang tuanya lagi. 
“Hallo”

“hallo pah, papah gak papa kan, katanya tadi Aras disuruh pulang cepet ada yang mau diomongin, tapi kog papah sendiri belum sampai sih “

“Papah gak papa kog. Maaf ya ngomonginnya gak jadi malam ini. sekarang Papah lagi  mau dinner, nanti habis ini kamu mau dibeliin makanan apa biar papah beliin. Pasti kamu belum makan kan ?

“Hayooo Papah lagi dinner sama siapa? Kog gak dikenalin sama aku sih.” Canda Aras kepada Papahnya. Bukannnya Aras tidak mencintai ibu yang sudah melahirkannya sehingga ia dengan mudah membiarkan Papahnya deket dengan wanita lain tapi ia ingat pesan terakihi Mamahnya jika suatu saat nanti ada wanita yang mau menerima Papahnya  yang jadi Duda anak 2,  ia harus mengijinkannya. Lagi pula jika Papahnya bahagia ia juga akan ikut bahagia, toh tidak ada salahnya punya ibu tiri, lagipula ini bukan dunia dongeng yang ibu tiri selalu jahat.
Terdengar bunyi kekehan di sebrang sana.

“hahaha.. syuut diam, nanti bakal Papah kenalin sama kalian kog. Tapi tunggu waktunya ya. Jadi mau pesen apa?”

“Pizza super duper special deh pah.”

“ya udah nanti papah beliin, oh ya kakakmu  Jesy mana”

“jangan tanyain mak lampir itu deh pah, dia itu pasti lagi ke mall sama pacarnya, dan nanti kalau dia sudah pulang pasti dia pamer sama aku di beliin ini itu sama pacarnya. Heran juga pacarnya kak Jesy kog gak bangkrut bangkrut ya?”

“biarin aja yang penting kamu harus pastiin jam 9 malam dia harus sudah sampai rumah ya. Makanya kamu cari pacar agar bisa ada kegiatan lain.”

“Siap Bos ku”

Kata terakhir Aras tadi mengakhiri telepon dengan Papahnya. Ia mendengus sebal, pasalnya kata terakhir Papahnya tadi merupakan sindiran buatnya yang biasanya di lontarkan juga oleh kakanya. Menyebalkan.
***
Di tempat lain Damian sedang merenung di balkon kamarnya, sendiri, adalah kebiasaannya karena ia adalah anak tunggal. Orang tuanya jarang pulang kerumah, ia hanya tinggal sama pembantu yang selalu mengurus semua keperluannya.
Kashi lagi apa ya ? apa dia masih mikirin kejadian tadi ya? Aha daripada gue kepo mending gue telpon aja kali ya.     Batin Damian. Ia masuk kedalam kamar dan menggambil HP mencoba menghubungi Kashi. Belum juga kesambung tiba tiba pintu kamar Damian dibuka paksa oleh seseorang, sehingga membuat Damian terlonjak kaget dan HP yang digenggamnya pun jatuh ke lantai.

“DAMIA…N” teriak Bulan sambil membuka pintu kamar Damian.

“Elo apa apaan sih. Jangan sembarang masuk kamar cowok deh , ketuk pintu dulu” ucap Damian dengan kesal sambil memungut HP nya yang jatuh.

“ya elah gitu aja marah, lagian lo kayak siapa gue aja, orang dulu juga waktu kecil kita sering tidur bareng juga, gak masalah dong.” Balas Bulan tak kalah sewotnya.

“itukan dulu, sekarang kita tuh udah gede, jadi jangan sembarang masuk kamar orang, untung gue gak lagi ganti baju.” Ucap Damian sambil duduk di Kasur di samping Bulan.

“Berisik deh Damianku sayang. Lagian lo tadi mau nelpon sapa sih penting bener keknya?” tanya Bulan dengan penuh selidik.

“Kepo banget lo anak ayam”
Bulan berusaha melihat siapa orang yang akan dihubungi Damian.

“WHAT” toa Bulan tepat dikuping Damian.

“Apaan sih toa masjid, berisik tau gak.”

“Lo mau nelpon Kashi? Ngapain? Nih ya gue ingetin sebenarnya sih gue gak mau ngomong ini, tapi demi kebaikan lo berdua gue ngomong deh sekarang”

Damian menutup sambungan
telponnya karena nomer yang dituju dari tadi tidak mengangkatnya.
“Apaan emangnya coba mana cerita” pinta Damain

“Lo kalau gak ada rasa sama Kashi mending lo jauhin dan bersikap biasa aja gak usah sok care sama dia, dengan begitu lo gak ngasih harapan palsu ke dia, dan otomatis lo gak sakitin Dia. Lo tahu sebenarnya Kashi udah suka lo sejak malam itu. Dan kalau lo gak niat balas perasaan dia mending lo lakuin apa saran gue.”

Damian mulai mengingat ingat
tentang malam itu, malam dimana ia pertama kali ketemu Kashi.
Apa gue suka sama Kashi ya? Tapi rasanya gue pengin selalu ada di dekatnya, pengin ngelindungi dia. Tapi apa itu semua udah bisa dinamakan jatuh cinta? Ah gak gue belum jatuh cinta sama Kashi.

“eh Dam kog lo bengong sih, udah gak usah pikirin sekrang, pikirinnya nanti aja, lo pasti pengin tahu keadaannya Kashi kan? Sekarang lo anterin gue ke toko kuenya Kashi pasti dia ada di sana.”

Ya selain sekolah, Kashi juga mengelola toko kue punyanya sendiri

“ya udah sana lo keluar gue mau ganti baju.” Usir Damain.

Hai hai readers ku, sayang kalian deh :v
Sorry ya aku lama update.  Hehe.  Tapi aku bawa kabar baik kog,  gimana kalau aku update setiap 1 minggu sekali?  Gimana kalian setuju gak?  Kalau kalian setuju jangan lupa komen setuju, oke.
Oh ya satu lagi jangan lupa vote dan komen ya!!
Thank u readersku
Salam sayang dari aku :*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Te détesteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang