CHAPTER 10

212 8 0
                                    

Siang itu, kantin sekolah tidak sepenuh seperti biasanya dikarenakan  sebagian anak kelas 10 yang sedang pergi melakukan observasi ke tempat bersejarah di Kota Bandung.

Biasanya kantin ini dipenuhi oleh siswa-siswi kelas 10,11,dan 12 kini hanya ada 2 angkatan saja. 
Tasya yang biasanya sibuk membantu Bi Inem hari ini dia bisa sedikit lebih santai  karena jumlah pembeli yang tidak terlalu banyak.

“Ini kak pesenannya” Ucap perempuan itu sembari menata 3 buah gelas yang berisikan teh manis.

“Makasih ade manis” Kata laki-laki itu, siapa lagi kalau bukan Adit.
Tasya membulatkankan matanya saat melihat lesung pipi Adit yang sedikit membiru.

“Kak Adit kenapa?” Tanya Tasya,ia melirik Radit dan Bara yang sama halnya dengan Adit.

“Ck! Kalian tuh abis ngapain sih? Muka sampe babak belur gitu. Berantem lagi?”  Tanya Tasya geram. Mereka tidak menjawab pertanyaan Tasya,Adit hanya membalasnya dengan  cengengesan sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Tasya hanya menggeleng heran dengan perlakuan ketiga  kakak kelasnya itu. Tasya melirik Bara yang kini tengah menundukan kepalannya,sekilas ia dapat melihat  Luka yang ada pada laki-laki itu lebih parah ketibang Radit dan Adit.

Ia pergi meninggalkan kakak kelasnya itu lalu tak lama kemudian kembali lagi dengan membawa kotak P3K yang ia bawa dari UKS.

“Kakak obatin dulu.sayang ganteng-ganteng banyak korengnya nanti” Ucap Tasya. Radit mengambil obat merah yang ada didalam kotak itu begitupun Adit yang sekarang tengah mengganti Hansaplasnya dengan yang baru.

“Kak Bara,lukanya biar aku kompres dulu. biar ga terlalu bengkak.”Kata Tasya sembari memegang kain yang berisi es.

Bara melihat Tasya sebentar lalu mengangguk mengiyakan ucapan Tasya barusan.

“Kakak kemarin abis ngapain sih emang?ribut sama siapa?” Tanya Tasya sembari mengompres pelan pipi Bara dengan kain berisikan es.

“Balapan. Lawan ga terima si Bara menang,ribut deh.” Jelas Adit.

Tasya menatap Bara memastikan apakah yang dikatakan Adit itu benar atau tidak, Bara menghembuskan nafasnya berat lalu mengangguk yang berarti iya.

Tasya menghembuskan nafasnya kecewa. Entah kenapa ia merasa kecewa Bara melakukan hal itu. 
     
“Ini kak, kakak lanjutin sendiri. Aku masih banyak kerjaan.” Kata Tasya sembari menaruh kain yang bersi es itu lalu pergi meninggalkan Bara yang kini sedang menatap kepergiannya.

                                 ***
“ Sya lo marah?” Tanya Bara saat ia berpapasan dengan Tasya di depan ruang Guru.

Tasya tidak menggubris pertanyaan Bara ia tetap melanjutkan jalannya dengan membawa setupuk buku yang ia bawa dari ruang guru tadi.

“Sya gue ga ngerti kenapa lo harus marah.” Kata Bara lagi ia memegang tangan Tasya mencegahnya untuk pergi lagi.

Tasya mendelik tajam Bara lalu menepis tangan Bara dan  berjalan meninggalkan Bara namun sesegera mungkin Bara menarik tangan Tasya kembali.

“Gue ga ngerti kalau lo ga ngomong.”katanya lagi.
Tasya menatap tajam Bara lalu menghembuskan nafasnya kasar.

“Emang hidup kakak gapernah ngelakuin hal yang berguna sedikit ya kak? Seenggaknya kalau gabisa buat sesuatu yang berguna jangan ngelibatin diri kakak sendiri buat jadi resikonya.” Kata Tasya dengan sungguh,ia memberanikan  dirinya untuk selalu menatap mata Bara saat ia berhadapan dengannya.

Bara menangkap  dua pasang mata yang kini sedang menatapnya dalam.  Ucapan Tasya bagaikan belati yang menusuk hati Bara perlahan. Bara melihat kekecewaan terpancar dari dua pasang mata Tasya. Entah kenapa hatinya berteriak ingin meminta maaf dan memeluk Tasya erat sekarang.  Ia menggelengkan kepalanya membuang niatnya itu. Ia melepaskan cengkramannya lalu menghembuskan nafas pelan.

BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang