04

15 3 0
                                    

Dean : Tas lo gue gosend-in.

Pesan yang dikirimnya langsung dibaca oleh sang penerima pesan. Dean menunggu Aeri mengirimkan balasan ketika melihat tanda bahwa cewek itu sedang mengetikkan balasan.

Aeri : Sippo! Thankyouuu!

Membalas singkat ucapan terimakasih Aeri, Dean memasukkan ponselnya ke dalam saku celana seragamnya. "Kuy cabut!" teriaknya kepada beberapa anak basket yang tersisa di lapangan parkir, sebagian lainnya sudah menumpang mobil Fikri menuju rumah cowok itu.

Hari ini, bukan hanya Aeri yang pulang lebih cepat karena dijemput ayahnya. Dean diam-diam tergoda ingin pulang cepat, menyebabkan ia menghasut anak-anak basket yang lain untuk ikut dirinya membolos. Ia enggan mengajak Gio atau Gery, kedua sahabatnya itu bukan rekan yang pas untuk acara bolos membolos, Gio sang siswa teladan dan Gery yang merupakan anak dari Ibu kepala sekolah membuat Dean harus berpikir matang-matang jika ingin membolos dengan keduanya.

Jadilah di sini Dean sekarang, di dalam mobilnya yang sedang diberhentikan oleh satpam sekolah. Dengan terampil Rizal, Farhan, Dika, dan Elang bersumbunyi di kursi penumpang paling belakang, menutup diri mereka dengan kotak dus buku yang sebenarnya kosong. Sedangkan Dimas dengan wajah babak belur hasil permak seadanya anak-anak basket–yang meminjam peralatan berdandan anak-anak perempuan di berbagai kelas–berakting pingsan, tubuhnya dengan lunglai menyender ke kaca jendela mobil.

"Pak! Tolong buka gerbangnya! Teman Saya harus segera dibawa ke rumah sakit!" seru Dean dengan nada dan wajah sepanik mungkin.

Pak Usep selaku satpam terdiam ragu, ia menilik-nilik wajah Dean dan Dimas bergantian. "Kenapa tidak dibawa ke UKS atau klinik kesehatan di dalam sekolah?"

Dean meneguk ludah. Dengan cepat otaknya memutar alasan yang lebih masuk akal. "Bu Linda suruh Saya bawa dia ke RS pak! Takutnya gagar otak, kepalanya dipukul kayu! Parah adu jotosnya!" Dean menjawab dengan cepat dan sarat akan  kepanikan. Berharap dengan begitu tak ada lagi keraguan dari Pak Useo. "Cepat buka gerbangnya pak! Jangan sampai teman Saya kenapa-kenapa gara-gara telat penanganan dokter!" Dean berteriak penuh emosi, berusaha dengan maksimal menunjukkan kepanikan dan kekhawatirannya untuk memojokkan Pak Usep agar mau tidak mau membukakan gerbang.

Berhasil, Pak Usep yang ikut panik langsung menyuruh Pak Didi untuk membukakan gerbang dan membiarkan mobil Dean keluar dari kawasan SMA Andromeda.

Kotak dus langsung terjatuh saat orang-orang di dalamnya keluar dari persembunyian mereka. Gelak tawa mereka terdengar sangat bahagia ketika Dean melajukan mobilnya dengan sedikit mengebut membelah jalanan ibu kota di jam kerja dan belajarnya anak-anak sekolahan.

"Gila akting lo! Sumpah! Jadi aktor aja sono!" Dika mendorong bahu Dean dari kursi penumpang di belakang. Ucapannya disambut tawa renyah dari Dean.

"Gue penasaran, tadi anak-anak di mobil si Fikri alasannya apaan," sahut Elang yang kini sibuk melipat kotak-kotak dus buku yang mereka gunakan sebagai penyamaran tadi.

"Klise pastinya, gak ada kreatif-kreatifnya mereka," balas Dimas yang kini sedang mengambil selfie untuk prank ke pacarnya. Wajah babak belur hasil permak teman-temannya benar-benar pantas mendapatkan acungan jempol, bisa mengalahkan kehebohan yang dibuat oleh salah-satu youtuber tanah air jika ia mempublish wajahnya ini ke media sosial.

Dean melambatkan laju mobilnya ketika memasuki kawasan perumahan di mana Fikri tinggal. Mobilnya berhenti tepat di depan rumah berpagar putih yang terbuka dan cat rumah berwarna ungu muda.

Dean mengikuti kelima temannya memasuki rumah Fikri. Tanpa izin mereka nyelonong masuk dan hanya mengucapkan salam.

"Rumah lo warna janda Pik!" seru Dika yang memancing tawa anak-anak basket yang kini sudah lengkap berkumpul di ruang keluarga.

SPILL THE TEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang