07

11 2 0
                                    

Pesta sweet seventeen Rifki berlangsung meriah. Cowok itu menyewa sebuah gedung untuk pestanya yang berkonsep semi outdoor. Konsep yang merupakan salah satu alasannya tidak menyewa ballroom hotel. Tidak ada kue ulang tahun, terlalu kekanakan dan seperti cewek saja katanya.

Lagu Billie Eilish diputar dengan volume yang nyaris memekakan telinga. Para muda mudi saling berbincang dan menikmati kudapan serta minuman yang disediakan. Rifki lumayan banyak mengundang teman-teman baik yang benar teman sampai yang hanya kenalannya saja.

Dean memegang kotak jam tangan pemberian Aeri erat-erat. Ia ragu. Ia lupa untuk membeli kado untuk Rifki, membuatnya berpikir untuk memberikan jam tangan dari Aeri sebagai hadiah untuk teman satu timnya itu, lagipula ia sudah memiliki banyak hadiah lainnya dari Aeri kan?

Melangkah ragu, Dean mendekati Rifki yang sedang asik mengobrol dengan anak-anak basket lainnya. Menyapa anak basket yang lain, Dean menyerahkan kotak jam tangan pemberian Aeri kepada Rifki tanpa kata keluar satu pun dari mulutnya. Ada rasa tak rela juga rasa tak enak hati begitu membayangkan reaksi kecewa Aeri.

"Anjir gila!" Rifki berteriak heboh. Ia menatap jam tangan di genggamannya dengan tidak percaya. Matanya yang membulat sempurna menatap Dean dan jam tangan di tangannya bergantian. "Lo beneran ngasih gue ini?"

Dean mengangguk ragu. Masih menyangsikan keputusannya memberikan hadiah Aeri ke Rifki.

Anak-anak basket yang penasaran mengerumuni Rifki. Decak kagum terdengar.

"Wah gila si Dean."

"Rolex, men."

"Gue pen buru-buru ultah jadinya."

"Alah nyogok itu Ki! Pen deketin adek lo dia."

Dean memutar matanya sebal mendengar penuturan salah satu anggota basketnya itu. Namun tak ayal itu mengingatkannya akan agenda khususnya malam ini. Pendekatan dengan adik Rifki.

"Adek lo dateng,'kan?" tanya Dean pada Rifki yang masih tidak percaya ada orang yang mau memberikan hadiah semahal itu untuknya. Kalau beli untuk sendiri, ia yakin seratus persen teman-temannya sudah pasti mampu, tetapi memberikan sebagai hadiah? Yakin seratus persen mereka tidak mau. Lebih baik dipakai sendiri pastinya.

Rifki mengangguk, dagunya menunjuk ke arah taman. "Adek gue lagi sama temen-temennya."

Senyum lebar Dean luntur begitu saja, wajah kecewanya menarik tawa dari teman-temannya. Dean hanya mendengus, terpaksa ia harus bersabar dulu untuk bertemu dengan Kirana dan menghabiskan waktunya dikelilingi oleh cowok-cowok jomblo kurang belaian yang najong sekali kelakuannya. Ia tidak mau nantinya mengganggu waktu Kirana dan teman-teman cewek itu, perlahan saja mendekatinya namun pasti.

Rifki yang baru saja memakai jam tangan pemberian Dean—Aeri tepatnya—menepuk pundak Dean untuk menujukkan rasa terimakasihnya. "Thanks bro. Gue duluan, acara intinya mau mulai."

Dean mengangguk membalas ucapan terimakasih Rifki, juga teman-teman setimnya yang lain yang juga mengangguk membalas pamitan Rifki yang akan memulai acara intinya.

Seluruh pasang mata tertuju pada Rifki, cowok yang kini tepat berusia tujuh belas tahun itu duduk di atas panggung yang berada di taman dengan gitar di atas pangkuannya. Membuat semua yang hadir bertanya-tanya, mengapa Rifki kayak yang mau nyanyi bukan mau potong kue atau pun potong tumpeng. Eh, ternyata cowok itu menyanyikan lagu romantis dan sesudahnya menembak Meila yang sudah didekatinya beberapa bulan belakangan ini, ditambah sambil bawa buket bunga mawar lagi. Membuat suasana mendadak ribut dengan seruan cewek-cewek yang iri kepada Meila yang sangat beruntung menurut mereka. Bahkan suara mereka mengalahkan suara lagu yang sudah kembali diputar.

Dean tertawa melihat segala peristiwa romantis di depan matanya itu. Ia berdiri di bawah pohon lebat yang kini dihiasi oleh lampu tumblr itu dapat melihat segalanya dengan amat jelas. Awalnya ia aneh dengan Rifki yang mengadakan pesta sweet seventeen karena teman setimnya itu bukan tipe orang yang suka segala keribetan kemewahan di kalangan mereka, nyatanya malam ini cowok itu juga mempunyai agenda khusus yang jauh sangat khusus dari agenda khusus milik Dean. "Rifki ..., Rifki. Malah tamu undangan yang kena kejutan."

"Iya,'kan!"

Seruan feminin di sampingnya membuat Dean reflek menoleh. Kirana memandang lekat Meila yang menerima buket bunga dari Rifki dengan malu-malu. "Pantesan napa aneh tu anak satu tetiba pen ada pesta sweet seventeen, eh ada agenda khusus nyatanya."

Dean tertawa mendengar penuturan cewek manis yang menarik perhatiannya itu. Tadinya ia akan curi-curi kesempatan untuk mendekati cewek itu yang tengah asik dengan kumpulan teman-temannya, eh ternyata sang pujaan sendiri yang menghampirinya, membuat Dean teramat senang hingga jantungnya berdebar tak karuan.

"Lo suka gak tipe-tipe cowok romantis kayak kakak lo itu?" tanya Dean sambil memerhatikan ekspresi wajah Kirana dari sudut matanya. Cewek itu masih melihat pasangan yang baru jadian itu dengan senyum lebar di wajahnya.

Kirana terdiam sebentar mendengar pertanyaan Dean. Ia melirik Dean sebentar sebelum kembali menatap pasangan yang kini ia juluki budak cinta. Jari jemari tangannya saling terpaut, bohong jika ia bilang tidak gugup berdiri di samping Dean yang terlihat sangat tampan di dalam balutan jasnya, bahkan tanpa jas saja ketampanan Dean membuatnya terpana. "Gue sih gak masalah cowok gue mau romantis atau nggak, romantis atau humoris. Yang penting itu, gue pengen cowok yang bisa ngasih gue rasa nyaman. Cowok yang juga bisa ngertiin hobi gue main basket dan gak nuntut gue jadi cewek berpenampilan feminin."

Bolehkan Dean berteriak penuh kesenangan sekarang juga? Dean rasa ucapan Kirana tadi adalah lampu hijau dari cewek itu untuk dirinya, kecintaan mereka yang sama akan basket membuat Dean pastinya mengerti dengan sepenuh hati dan ia juga pastinya mengerti akan keengganan cewek itu berpakaian feminin.

"Jadi, boleh ya?"

Kirana mengernyit mendengar pertanyaan Dean. "Boleh apa?"

Dean memutar tubuhnya agar menghadap Kirana yang matanya masih saja menatap ke depan padahal pasangan bucin tadi sudah pergi mencari kudapan, menyisakan orang-orang yang berlalu lalang dan mengobrol. "Deketin lo," ucap Dean lembut dibalut ketegasan. Ia memperhatikan detail ekspresi di wajah Kirana.

Terkejut sudah pasti, Kirana menatap Dean tidak percaya. Perasaannya membuncah saat ini.

Dean mematri senyumnya, tatapnya lembut menghujam retina Kirana yang tak berpaling dari wajahnya. "Gue mau deketin lo kalo lo ngijinin, gue gak mau lo risih nantinya."

Malu-malu, Kirana mengangguk. "Boleh," katanya pelan. Baru kali ini cewek tomboy itu merasakan perasaan yang membuncah di dadanya, kakinya lemas, dan jantungnya berdebar tak karuan. Tak pernah ia bayangkan dapat merasakan hal yang ia pikir tak mungkin ia alami, merasakan hal yang ia kira hanya khayalan juga kelebayan para remaja.

"Yes!" Dean meninju udara kosong dengan penuh semangat. Satu kata dari Kirana benar-benar membuatnya teramat senang.

Kirana yang melihat reaksi Dean itu menunduk malu. Diam-diam merutuki tingkahnya yang sangat tidak banget dengan dirinya yang tomboy.

"Ya udah, besok sore gue jemput ya?" tawar Dean dengan senyuman manis. Meski sudah bertingkah konyol tadi, ia masih ingin berlagak keren di depan Kirana.

"Kemana kak?" Kirana menatap Dean penasaran. Benaknya bertanya-tanya, apa Dean sedang mengajaknya berkencan? Jikalau iya, maka ini akan menjadi kencannya yang pertama. Otaknya mendadak kalang kabut memikirkan esok, baju apa yang harus ia gunakan, bagaimana ia bersikap nantinya. Ia amat amatir dalam hal ini.

"Kita liat aja besok. Just wear something comfy, kay?"

Kirana hanya mengangguk mengiyakan. Membuat Dean lagi-lagi berseru 'yes' penuh semengat, kali ini hanya di dalam hati. Agenda khususnya berjalan mulus tanpa hambatan.

Dean jadi tak sabar untuk segera besok sore.

TBC

21-05-2019

Gilaaaa, dua minggu lebih gak update. Maafkan ya guys, enjoy!

SPILL THE TEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang