Enam

613 67 0
                                    

Sudah satu minggu lebih setelah kejadian itu, Jimin sama sekali tidak pulang. Saat mereka di kantor pun tidak ada yang saling menyapa, seolah-olah mereka tidak saling mengenal.

Hari ini Dahyun harus mengantarkan sebuah dokumen untuk ditanda tangani oleh Jimin. Dengan perasaan gugup, ia masuk ke ruangan Jimin dan meletakkan dokumen tersebut untuk ditanda tangani.

Tidak ada kata yang Jimin ucapkan setelah selesai menanda tangani dokumen tersebut. Ia kembali sibuk dengan ponselnya dan pekerjaannya. Dahyun segera berbalik dan keluar dari ruangan Jimin. Kembali menatap ketika pintu yang ia lewati sudah tertutup rapat. Perasaan sedih mulai menghinggapinya.

Setelah Dahyun keluar dari ruangannya, Jimin hanya menatap pintu yang sudah tertutup itu. Kenapa? Karena ia takut jika melihat wajah Dahyun, ia akan melihat wanita itu menangis lagi. Sudah cukup hari itu yang membuat dirinya begitu tampak menyesal karena telah melakukannya dengan seseorang yang sama sekali tidak mencintainya.

Saat jam istirahat kantor, Dahyun tampak bersenang-senang dengan teman-temannya. Ia merupakan wanita yang sering menghibur diri sendiri ketika sedang sedih. Dan ini merupakan salah satunya, berkumpul dengan para pegawai dan bersenda gurau.

Dahyun hanya menatap kekosongan saat memasuki rumahnya-, lebih tepatnya rumahnya dan Jimin. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan menampilkan nama yang selama ini sudah membesarkannya, ibunya. Ia segera mengangkatnya.

"Ada apa Eomma?"

"Datanglah ke rumah, aku dirumah Jimin bersama mertuamu."

"Baiklah, Eomma kirimkan saja alamatnya, aku akan kesana."

Dahyun segera pergi ke rumah keluarga Park. Setelah mendapat alamat dari Ny. Kim, ia segera bergegas ke sana. Ia menekan bel ketika sudah sampai di kediaman Park. Dan tampaklah seorang wanita paruh baya yang membukakan pintu untuknya.

"Dahyun."

"Aku datang."

Ny. Park tampak heran melihat wajah Dahyun yang tampak murung. Ia segera menghampiri menantunya dan mendudukkan di sampingnya.

"Ada apa denganmu, kenapa kau tampak pucat?"

"Aku baik-baik saja Eommonim, aku hanya lelah setelah pulang bekerja."

"Maafkan aku, aku tidak tahu kalau baru pulang." Ucap Ny. Park.

"Tidak apa, aku malah senang datang kesini." Ucap Dahyun menenangkan.

"Kau ada masalah?" Tanya Ny. Park tepat sasaran.

Dahyun awalnya menggeleng, tapi sedetik kemudian ia tidak bisa menahan air matanya. Kejadian hari itu terus terputar di otaknya. Ny. Park yang melihat itu langsung memeluknya, mencoba menenangkan Dahyun, sedangkan Ny. Kim tampak iba melihat putrinya yang menangis.

"Dahyun-ah. Ceritalah, kau ada masalah apa dengan Jimin?"

Dahyun hanya menggeleng, bingung mau menceritakan dari mana. Ny. Park paham apa yang saat ini Jimin dan Dahyun alami. Ia membelai rambut Dahyun dengan lembut.

"Pergilah ke kamar lama Jimin, tenangkan dirimu disana. Kamarnya ada di lantai dua, paling awal setelah tangga."

Dahyun mengangguk, kemudian berjalan menaiki tangga mengikuti instruksi Ny. Park untuk masuk ke dalam kamar Jimin. Betapa terkejutnya ia saat membuka pintu warna putih tersebut. Ruangan ini cukup rapi bagi seorang pria. Jimin tampak memasang banyak foto dirinya dan keluarga dalam satu bingkai besar yang ia letakkan di kamarnya. Ia memilih mendudukkan dirinya di kasur empuk sambil menatap sekitar.

Hawanya begitu menenangkan. Dahyun bahkan bisa merasakan ada aktivitas di sini. merasa bahwa Jimin sedang disini dan tampak serius belajar di meja belajar miliknya. Ia baru ingat kalau ia pernah kesini sekali, saat mengerjakan tugas. karena berhubung ia satu kelompok dengan Jimin. Bagaimana ia bisa melupakannya? Ia merutuki dirinya sendiri dengan kebodohannya tersebut.

Mine And Only You [𝖈𝖔𝖒𝖕𝖑𝖊𝖙𝖊]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang